Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Cara Menggugat Cerai Suami ke Pengadilan Agama beserta Persyaratannya
13 Oktober 2022 14:37 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Gugatan cerai adalah tuntutan hak ke pengadilan dalam bentuk lisan maupun tulisan yang diajukan oleh seorang istri untuk bercerai dari suaminya. Dalam Islam, tuntutan ini dikenal dengan istilah khulu’.
ADVERTISEMENT
Mengutip situs Pengadilan Agama Tutuyan, syarat mengajukan gugatan cerai adalah pasangan suami dan istri sudah melangsungkan pernikahan yang sah. Ini bisa dibuktikan melalui surat nikah dan dokumen penting lainnya.
Dalam Islam, gugatan yang dilayangkan seorang istri kepada suami hukumnya boleh (mubah) apabila ada alasan yang dibenarkan. Misalnya, suami tidak memberi nafkah, suami cacat fisik sehingga dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga, KDRT, dan lain-lain.
Gugatan cerai bisa diajukan ke Pengadilan Agama kapan saja. Bagaimana cara menggungat cerai suami? Simak artikel berikut untuk mengetahui prosedurnya.
Tata Cara Menggugat Cerai Suami
Anda bisa mengajukan gugatan cerai ke pengadilan setiap saat pada jam dan hari kerja. Biasanya, pengadilan buka pada hari Senin-Jumat pukul 08.00-16.30 waktu setempat.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Pergeseran Penyebab Perceraian dalam Masyarakat Urban oleh Prof. Dr. H. M. Atho Mudzar (2022), tata cara mengajukan gugatan cerai diatur dalam Pasal 132-147 KHI. Gugatan tersebut bisa diajukan oleh istri atau kuasa hukumnya ke pengadilan agama domisilinya.
Namun sebelum itu, penggugat harus menunjukkan bukti surat pernikahan yang sah terlebih dahulu. Dirangkum dari situs Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci, berikut tata cara menggugat cerai suami selengkapnya yang bisa Anda simak:
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, gugatan tersebut diajukan kepada pengadilan agama atau mahkamah syar’iyah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
Permohonan gugatan yang diajukan istri ke pengadilan agama memuat nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Penggugat dan Tergugat. Kemudian, dicantumkan pula posita (fakta kejadian dan fakta hukum), dan petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita) dalam dokumennya.
ADVERTISEMENT
Adapun gugatan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan dengan gugatan perceraian atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989).
(MSD)