Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Hambatan dan Tantangan Investasi Energi Terbarukan di Indonesia
23 September 2024 15:44 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah terus berupaya meningkatkan investasi energi terbarukan di Indonesia. Tujuannya agar pemanfaatan energi terbarukan dapat mencapai target, yaitu 23 persen di tahun 2025 dan 31 persen di tahun 2050.
ADVERTISEMENT
Target tersebut ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional. Untuk tahun 2024, pemerintah menargetkan pemanfaatan energi terbarukan mencapai 19,5 persen, di mana realisasinya sudah mencapai 13,93 persen di semester I.
Untuk mendapatkan investasi energi terbarukan, ada beberapa hambatan dan tantangan yang harus dihadapi. Selengkapnya akan dijelaskan dalam artikel ini.
Investasi yang Dibutuhkan untuk Memanfaatkan Energi Terbarukan
Perkembangan sektor energi baru terbarukan atau EBT di Indonesia membutuhkan investasi yang cukup besar. Dalam laporan Institute for Essential Services Reform (IESR), investasi yang dibutuhkan untuk mencapai target pemanfaatan energi terbarukan yaitu sekitar USD 100 miliar. Khusus sektor kelistrikan, dibutuhkan investasi sebesar USD 20 miliar per tahun.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, realisasi investasi untuk meningkatkan pemanfaatan EBT masih sangat kecil. Pada 2017, investasi hanya mencapai USD 2 miliar dan cenderung turun pada 2022, yaitu hanya USD 1,6 miliar.
Adapun, selain meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan, pemerintah juga menargetkan net zeo emission global atau nol emisi bersih global di tahun 2060. Target ini dicantumkan dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).
Dikutip dari Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), untuk menarik lebih banyak investasi energi terbarukan di Indonesia, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan EBT untuk Penyediaan Listrik. Jika Indonesia mendapatkan lebih banyak investasi, maka pemanfaatan dan pengembangan energi terbarukan dapat dipercepat.
ADVERTISEMENT
Hambatan Investasi Energi Terbarukan di Indonesia
Hambatan dalam investasi dan pengembangan energi terbarukan dikategorikan menjadi enam bagian, di mana setiap hambatan tersebut saling berhubungan. Merangkum Ringkasan Kebijakan: Mendorong Investasi Energi Terbarukan di Indonesia oleh Deon Arenaldo, berikut penjelasannya:
1. Kebijakan dan Regulasi yang Kurang Memadai
Kebijakan energi untuk energi terbarukan di Indonesia ditargetkan mencapai 23 persen bauran energi primer, tetapi sering terjadi ketidaksetaraan pada perencanaannya.
Misalnya, bauran listrik ditargetkan mencapai 23 persen berdasarkan RUPTL 2021-2030, tetapi tidak sebanding dengan 23 persen bauran energi primer.
Selain itu, desain regulasi yang tak konsisten dan terintegrasi dengan baik menjadi hambatan dalam investasi energi terbarukan di Indonesia. Contohnya, penghapusan FiT yang terburu-buru saat energi terbarukan belum berkembang dengan baik.
ADVERTISEMENT
Perubahan regulasi yang sering terjadi dan kebijakan yang tidak konsisten membuat investor merasa tidak yakin. Indonesia telah memperkenalkan berbagai kebijakan untuk mendukung energi terbarukan, tetapi implementasinya tidak selalu jelas atau berkelanjutan. Hal ini menciptakan ketidakpastian hukum yang membuat investor ragu.
2. Institusi dan Administrasi
Dalam kategori institusi dan administrasi, hambatan investasi energi terbarukan Indonesia meliputi beberapa hal berikut:
3. Pasar
Kemudian, dalam kategori pasar, beberapa hambatan investasi energi terbarukan Indonesia, yaitu:
ADVERTISEMENT
4. Pendanaan
Investasi di sektor energi terbarukan membutuhkan biaya awal yang besar. Banyak bank atau lembaga keuangan yang enggan memberikan pinjaman karena mereka melihat proyek energi terbarukan sebagai investasi yang berisiko tinggi.
Misalnya, bank domestik memberikan bunga pinjaman mencapai 10 persen untuk proyek energi terbarukan. Nilai tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan bunga 3 persen yang diberikan bank asing di negara lain.
Hal tersebut juga berlaku di negara berkembang seperti Indonesia, di mana akses ke pembiayaan yang terjangkau menjadi tantangan. Hambatan lainnya dalam segi pendanaan, yaitu instrumen dan ekosistem pendanaan yang belum tersedia untuk membantu pembiayaan energi terbarukan.
Kemudian, ketidaksesuaian aset keuangan lokal yang short term dengan kebutuhan pendanaan atau pinjaman energi terbarukan yang cenderung long term.
ADVERTISEMENT
5. Infrastruktur
Hambatan dalam segi infrastruktur untuk investasi energi terbarukan di Indonesia meliputi:
6. Sosial
Sementara itu, dalam segi sosial, ada beberapa hal yang membuat investasi energi terbarukan di Indonesia mengalami hambatan. Antara lain, yaitu:
Tantangan Investasi Energi Terbarukan di Indonesia
Pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih membutuhkan investasi secara global, terutama dari negara-negara maju yang telah mengembangkannya terlebih dahulu.
Menyadur artikel ilmiah berjudul Tantangan Investasi Energi Baru dan Energi Terbarukan Menuju Indonesia Net Zero Emission oleh Sony Hendra Permana, Indonesia telah berupaya aktif memfasilitasi investasi asing dengan menerapkan berbagai kebijakan dan peraturan yang menguntungkan agar berbagai investor internasional tertarik.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, terdapat dua jenis tantangan yang dihadapi Indonesia untuk mendapatkan investasi energi terbarukan, yaitu:
Tantangan secara Makro
Secara makro, investasi energi terbarukan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Berikut uraiannya:
1. Perekonomian Indonesia yang Melambat
Perekonomian Indonesia masih berada pada tren melambat pascakrisis keuangan Asia. Hal ini ditandai dengan melambatnya pertumbuhan manufaktur dan investasi.
2. Rendahnya TFP dan GCI di Indonesia
Masih rendahnya produktivitas dan daya saing perekonomian yang ditandai rendahnya Total Factor Productivity (TFP) Indonesia dan nilai Global Competitiveness Index (GCI).
Diketahui bahwa TFP dan GCI Indonesia pada 2019 berada pada level 0,45 dan 64,6. Nilai ini masih di bawah negara tetangga, seperti Thailand yang memiliki nilai TFP 0,46 dan GCI 68,1. Atau negara Malaysia dengan TFP 0,58 dan GCI 74,6.
ADVERTISEMENT
3. Sumber Daya Manusia di Indonesia Masih Tertinggal
Kualitas sumber daya manusia masih tertinggal dan struktur tenaga kerja masih didominasi masyarakat berpendidikan rendah. Sementara itu, adanya investasi asing yang masuk akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak.
4. Sektor Keuangan Masih Dangkal
Apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga, sektor keuangan di Indonesia masih relatif dangkal dengan kredit untuk sektor privat yang juga rendah.
Tantangan secara Mikro
Investasi energi terbarukan di Indonesia secara mikro juga masih mengalami beberapa tantangan, yaitu:
1. Tingginya Biaya Investasi
Tantangan pertama adalah tingginya biaya investasi awal sektor EBT. Teknologi ini masih tergolong baru di Indonesia dan kompleks, sehingga mengharuskan investor menggelontorkan modal yang besar dalam infrastruktur dan peralatan.
Sementara itu, tingginya biaya yang dibutuhkan dapat mengurangi daya tarik investor, terutama mereka yang mencari keuntungan dalam jangka pendek.
ADVERTISEMENT
2. Kebijakan Pemerintah
Walaupun pemerintah telah berupaya untuk melakukan penyederhanaan aturan terkait investasi, tetapi regulasi yang berjalan masih kurang. Saat ini, RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan masih menunggu untuk disahkan. Apabila telah disahkan, UU EBT akan menjadi payung hukum untuk setiap kebijakan terkait energi terbarukan.
3. Butuh Pembiayaan Jangka Panjang
Tantangan ketiga secara mikro untuk investasi terbarukan di Indonesia yakni membutuhkan pembiayaan jangka panjang yang stabil. Sementara itu, Indonesia masih berfokus pada investasi untuk memenuhi pembiayan tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa institusi keuangan dan perbankan masih terbatas untuk menyalurkan pembiayaan investasi EBT karena adanya gap financing. Hal tersebut membuat sumber dana lembaga keuangan bertumpu pada dana pihak ketiga dengan jangka waktu pendek.
ADVERTISEMENT
4. Integrasi Sumber Energi Terbarukan dengan Infrastruktur Energi Konvensional yang Sudah Ada
Integrasi sumber energi terbarukan dengan infrastruktur energi konvensional yang telah ada membutuhkan koordinasi. Maka, dibutuhkan investasi tambahan dalam pengembangan teknologi dan infrastruktur yang dapat memfasilitasi integrasi tersebut.
(NSF)