Konten dari Pengguna

Hari Raya Siwaratri: Sejarah, Makna, dan Bentuk Perayaannya

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
9 Januari 2024 11:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
clock
Diperbarui 10 Mei 2024 12:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sejumlah umat Hindu melakukan persembahyangan Hari Raya Galungan di Denpasar, Bali, Rabu (2/8/2023). Foto: Sonny Tumbelaka/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah umat Hindu melakukan persembahyangan Hari Raya Galungan di Denpasar, Bali, Rabu (2/8/2023). Foto: Sonny Tumbelaka/AFP
ADVERTISEMENT
Selasa (9/1/2024), umat Hindu di Bali serentak memperingati Hari Raya Siwaratri. Peringatan ini ditujukan untuk pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang dimanifestasikan sebagai Dewa Siwa.
ADVERTISEMENT
Secara bahasa, Siwaratri berasal dari kata “Siwa” yang berarti Sang Hyang Siwa atau Dewa Siwa dan “Ratri” yang berarti malam. Jadi, Siwaratri adalah malamnya Dewa Siwa.
Umat Hindu menyebutnya sebagai malam Siwa karena mereka yakin pada malam ini Dewa Siwa beryoga semalam suntuk. Hari Raya Siwaratri dirayakan oleh mereka setahun sekali, tepatnya setiap Purwaning Tilem Sasih Kapitu.
Peringatan Hari Raya Siwatri erat kaitannya dengan cerita Lubdhaka yang diuraikan dalam berbagai purana seperti Skandapurana, Siwapurana, Garudapurana, dan Padmapurana. Simak penjelasan tentang Hari Raya Siwatri selengkapnya dalam artikel berikut.

Pemaknaan Harii Raya Siwatri

Sejumlah umat Hindu melakukan persembahyangan Hari Raya Galungan di Denpasar, Bali, Rabu (2/8/2023). Foto: Sonny Tumbelaka/AFP
Kisah Lubdhaka yang disebutkan dalam berbagai purana mengandung nilai-nilai yang bisa diambil pelajarannya oleh umat Hindu. Kisah ini mengajarkan umat bahwa orang yang jahat sekalipun akan diterima kembali oleh Ida Hyang Widhi asal ia mau bertobat.
ADVERTISEMENT
Kisah Lubdhaka dapat menumbuhkan rasa optimisme umat Hindu agar jangan ragu-ragu untuk kembali ke jalan Tuhan. Baik laki-laki maupun perempuan dianjurkan untuk mengendalikan diri atau memahami hakikat dirinya.
Sebagaimana disebutkan di awal, Hari Raya Siwatri adalah Hari Penyadaran Diri. Kesadaran tersebut bisa didapatkan melalui brata Siwaratri dengan melenyapkan papa.
Secara bahasa, kata “papa” berarti sengsara, neraka, buruk, jahat, dan hina. Jadi, tujuan utama brata Siwartri adalah melenyapkan sifat-sifat buruk atau jahat dan hina dari diri seseorang.
Manusia dibelenggu Bhuta kala setiap saat. Untuk melepaskan belenggu Bhuta Kala tersebut, manusia hendaknya melatih keseimbangan jasmani dan rohaninya.
Dijelaskan dalam jurnal Siwaratri: Perspektif Jender susunan Ida Ayu Arniati, ada tiga instrumen untuk melakukan brata Siwaratri, yakni upawasa, mona, dan jagra. Upawasa artinya berpuasa (tidak makan) dan tidak minum.
ADVERTISEMENT
Jika sudah mencapai tahap upawasa, manusia sadar akan dirinya sehingga dalam hidupnya ia mencari makan dan minum dengan jalan yang benar dan tidak melanggar dharma. Ia akan memilih makanan yang tergolong baik untuk kesehatan.
Sejumlah umat Hindu melakukan persembahyangan Hari Raya Galungan di Denpasar, Bali, Rabu (2/8/2023). Foto: Sonny Tumbelaka/AFP
Dalam Bhagawadgita III:14 disebutkan bahwa dari makanan, makhluk akan menjelma. Jadi, antara makanan dan manusia memiliki hubungan timbal balik yang Sudharta, yakni saling menunjang eksistensi masing-masing.
Mona artinya pantang bicara atau berdiam diri tanpa bicara. Ini merupakan simbol agar orang bicara berdasarkan kesadaran. Ia tidak membicarakan sesuatu yang buruk dan menjaga lisannya untuk selalu berkata yang baik.
Jagra artinya berjaga dan tidak tidur. Jagra merupakan simbol bahwa umat Hindu harus selalu menjaga kesadaran dirinya dalam menjalani hidup.
ADVERTISEMENT
Agar tetap sadar memang tidaklah mudah karena banyak hal yang dapat melumpuhkan kesadaran manusia. Menjaga kesadaran diri bermakna menjaga kesadaran untuk berpikir, berbicara, dan berbuat baik.
(MSD)