Konten dari Pengguna

Hasil Perundingan Renville beserta Latar Belakangnya

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
4 Desember 2021 11:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Hasil Perundingan Renville Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Hasil Perundingan Renville Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
Hasil Perundingan Renville diprakarsai oleh Komisi Tiga Negara (KTN). Perundingan tersebut sebenarnya dilakukan untuk menyelesaikan sengketa antara Belanda dan Indonesia dalam hal kedaulatan Tanah Air. Namun, hasil perundingan tersebut malah merugikan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Perundingan Renville digelar di sebuah kapal Amerika, yaitu Renville yang tengah berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok. Dalam perundingan ini, ada beberapa negara yang terlibat. Di antaranya Indonesia, Australia, Amerika Serikat, dan lainnya.
Sebelum membahas hasil Perundingan Renville, simak latar belakangnya terlebih dahulu melalui artikel di bawah ini.
Ilustrasi Hasil Perundingan Renville Foto: Unsplash

Hasil Perundingan Renville dan Latar Belakangnya

Perundingan Renville berangkat dari pelanggaran kesepakatan Perundingan Linggarjati yang dilanggar oleh Belanda. Mengutip buku Arif Cerdas Untuk Sekolah Dasar Kelas 6 karya Christiana Umi (2020), Belanda melanggar kesepakatan dengan menyerang wilayah Indonesia secara sepihak. Melalui penyerangan itu, Belanda berhasil menguasai sebagian wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Pada 15 Juli 1974, Belanda mengirimkan nota kepada Indonesia agar menghentikan permusuhan. Nota itu disusul dengan ultimatum yang memaksa Indonesia untuk memberi jawaban dalam waktu 32 jam. Dua hari setelahnya, Indonesia menjawab ultimatum tersebut. Namun, jawaban itu ditolak oleh Belanda.
ADVERTISEMENT
Pada 21 Juli 1947, Belanda menyerang Indonesia secara tiba-tiba. Penyerangan yang didukung oleh persenjataan lengkap itu disebut dengan Agresi Militer Belanda Pertama.
Agresi Militer I menjadi bukti kuat pelanggaran Belanda terhadap kesepakatan Perundingan Linggarjati. Sehingga, sejumlah negara mulai mengecam aksi Negeri Kincir Angin tersebut.
Beberapa negara mengajukan usul kepada Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda. Tujuannya untuk menghentikan pertempuran keduanya. Kendati demikian, Belanda kembali melanggar gencatan senjata dengan memperluas wilayahnya di Nusantara.
Selama beberapa minggu, tidak ada keputusan yang bisa diambil dari permasalahan ini. Akhirnya, Amerika mengusulkan pembentukan Komisi Jasa-jasa Baik atau Komisi Tiga Negara (KTN) pada 25 Agustus 1947 untuk menuntaskan pertikaian yang ada. Adapun anggota KTN sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Hasil Perundingan Renville Foto: Unsplash
Pada 8 Desember 1947, KTN menggelar Perundingan Renville di atas sebuah kapal Renville. Dalam perundingan ini, Amir Sjarifuddin menjadi perwakilan Indonesia, sedangkan Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Widjojoatmojo.
Dari pertemuan tersebut, didapatkan hasil Perundingan Renville sebagai berikut:
Mengutip buku IPS Terpadu karya Sri Pujiastuti, dkk, Perjanjian Renville jelas merugikan Indonesia karena wilayah Nusantara menjadi semakin sempit. Di sisi lain, Belanda terus berupaya menghancurkan Indonesia dengan blokade ekonomi.
ADVERTISEMENT
Amir Sjarifuddin sebagai perwakilan Indonesia pun mendapat tentangan dari berbagai partai besar. Hingga akhirnya, mandat sebagai perwakilan Tanah Air diserahkan kepada Presiden Soekarno pada 23 Januari 1948. Kemudian, kabinet Amir Sjarifuddin juga digantikan Kabinet Hatta.
(GTT)