Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Hubungan Istri dengan Suami yang Sudah Meninggal Dunia Menurut Islam
16 Desember 2022 13:31 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam Islam, hubungan istri dengan suami yang sudah meninggal dunia pada dasarnya sudah terputus. Pernikahan mereka telah gugur, sehingga sang istri pun menyandang status sebagai seorang janda.
ADVERTISEMENT
Ketika suami meninggal dunia, seorang istri memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah menjalani masa iddah sesuai dengan ketetapan waktu yang telah ditentukan.
Dijelaskan dalam buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari susunan Dr. Muh. Hambali, masa iddah diwajibkan atas semua perempuan yang berpisah dari suaminya dengan sebab talak, khulu’, fasakh, dan ditinggal mati. Syaratnya adalah telah melakukan hubungan suami istri sebelumnya.
Saat menjalani masa iddah, ada beberapa larangan yang harus diperhatikan, di antaranya menerima pinangan, keluar dari rumah, dan menikah dengan laki-laki lain. Larangan tersebut harus dipatuhi hingga masa iddah selesai, yakni selama 4 bulan 10 hari.
Selain masa iddah, ada juga kewajiban lain yang harus dijalankan istri setelah suaminya meninggal dunia. Apa saja? Simak penjelasannya dalam artikel berikut ini.
ADVERTISEMENT
Hubungan Istri dengan Suami yang Meninggal Dunia
Istri yang ditinggal mati oleh suaminya wajib menjalani masa iddah selama 4 bulan 10 hari. Selama periode tersebut, hendaknya ia mematuhi semua perintah dan larangan yang diberikan oleh Allah SWT.
Saat suami meninggal dunia, istri tidak berhak untuk menerima warisannya. Sebab, Allah SWT menyatakan bahwa istri hanya bisa mewarisi warisan dari suami apabila mereka masih berstatus sebagai suami istri.
Dalam hal ini, hubungan istri dengan suami yang sudah meninggal dunia sudah terputus sepenuhnya. Sehingga, tidak ada lagi keterikatan yang terjalin di antara mereka.
Saat suami meninggal dunia, istri diperbolehkan untuk memandikan suaminya dan begitu juga sebaliknya. Ketentuan ini telah disepakati oleh jumhur ulama, khususnya yang membahas kajian fiqih.
ADVERTISEMENT
Dijelaskan dalam buku Kumpulan Kultum Setahun karya Fuad bin Abdul Aziz (2008), istri yang ditinggal mati oleh suaminya tidak berhak mendapatkan nafkah dari harta peninggalan suaminya. Itu karena harta sang suami sudah dilimpahkan kepada para pewaris.
Jika istri sedang hamil, maka ia boleh mengambil harta pusaka milik suaminya dengan syarat itu benar-benar milik suaminya. Jika suami tidak memiliknya, maka sang istri bisa meminta kepada pewaris harta suaminya.
Ketetapan tersebut menggambarkan tentang keutamaan nafkah seorang suami bagi istrinya. Dalam kitab Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi dikatakan bahwa:
"Siapa yang meninggalkan istri dengan tidak meninggalkan nafkah baginya, atau suami berada di tempat tetapi tidak memberi nafkah kepadanya, maka istri harus menerima nafkah yang lalu, karena nafkah adalah hak yang wajib bagi suami yang berkelapangan maupun yang kesulitan. Maka tidak akan gugur dengan perjalanan waktu."
ADVERTISEMENT
Bicara soal kewajiban seorang istri ketika suaminya meninggal dunia, Islam menganjurkan seorang istri untuk mendoakan mendiang suaminya. Doa tersebut ditujukan agar segala dosa bisa diampuni dan amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT.
Dari Ummu Salamah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Ketika kalian menyaksikan orang sakit atau meninggal maka berkatalah yang baik. Sesungguhnya malaikat mengamini terhadap apa yang kalian katakan.” (H.R. Muslim)
(MSD)