Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Hukum Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal Menurut Berbagai Mazhab
7 Mei 2025 8:00 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Setiap memasuki bulan Dzulhijjah, umat Islam di seluruh dunia mulai bersiap untuk menunaikan ibadah kurban. Kurban merupakan salah ibadah yang dianjurkan dalam Islam sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT.
ADVERTISEMENT
Dalam praktiknya, kurban dilakukan dengan menyembelih hewan ternak, seperti kambing, sapi, atau unta, sesuai dengan ketentuan syariat. Salah satu syarat sahnya ibadah kurban adalah hewan yang disembelih harus berasal dari kepemilikan sendiri, bukan milik orang lain.
Syarat ini kemudian memunculkan pertanyaan: bagaimana hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal? Apakah diperbolehkan, dan bagaimana ketentuan pelaksanaannya? Untuk mengetahui jawabannya, simak informasi berikut ini.
Hukum Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal
Mengutip buku Gus Dewa Menjawab: Membahas Permasalahan-Permasalahan Fikih, Keimanan, dan Kehidupan karya Gus Dewa, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal.
Dalam mazhab Syafi’i, kurban untuk orang yang telah wafat tidak diperbolehkan kecuali jika semasa hidupnya orang tersebut pernah berwasiat untuk dikurbankan. Hal ini ditegaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Minhaj ath-Thalibin, yang menyebut bahwa kurban hanya sah jika ada izin dari orang yang dikurbani atau wasiat sebelumnya. Berikut ketentuannya:
ADVERTISEMENT
Sementara penjelasan dalam buku Tuntutan Berkurban dan Menyembelih Hewan oleh Ali Ghufron, Lc., jika seseorang sudah berniat atau berwasiat untuk berkurban dan menjadikannya sebagai kewajiban bagi dirinya, lalu ia meninggal dunia sebelum sempat melaksanakannya, maka kurban itu tetap harus dilaksanakan oleh ahli warisnya.
Hal ini tetap berlaku meskipun orang tersebut meninggalkan utang. Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi dalam al-Mughni Syarah Mukhtashar al-Khiroqi menegaskan:
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, sebagian ulama seperti Abu al-Hasan al-Abbadi, membolehkan kurban bagi orang yang telah meninggal dunia. Pendapat ini didasarkan pada pandangan bahwa kurban termasuk sedekah, dan sedekah untuk orang yang telah meninggal diperbolehkan serta pahalanya akan sampai kepada mereka.
Hal ini diperkuat lewat penjelasan dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab karya Imam Nawawi, yang menyatakan bahwa sedekah atas nama orang yang meninggal adalah sah berdasarkan ijma’.
Dalam praktiknya, mazhab Hanafi dan Hambali termasuk yang memperbolehkan kurban untuk orang yang sudah meninggal secara mutlak. Sementara mazhab Maliki menghukuminya makruh, dan mayoritas ulama Syafi’iyah tetap pada pendapat awal bahwa kurban hanya sah jika ada wasiat sebelumnya.
Karena ibadah kurban sendiri hukumnya sunnah, maka tidak ada kewajiban bagi seseorang untuk melakukannya. Namun, jika ingin berkurban atas nama orang tua atau kerabat yang telah meninggal maka dapat mengikuti pendapat dari mazhab Hanafi atau Hambali.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, penting untuk meluruskan niat dan memastikan bahwa kurban tersebut dilaksanakan dengan memenuhi seluruh syarat kurban, termasuk jenis hewan, waktu penyembelihan, dan sebagainya.
(SAI)