Konten dari Pengguna

Hukum Kebiri dalam Islam Menurut Pandangan Para Ulama

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
5 Agustus 2024 14:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi terpidana di penjara. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi terpidana di penjara. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Hukum kebiri bagi pelaku pemerkosaan dan pedofilia sudah diterapkan di beberapa negara seperti Korea Selatan, Inggris, Polandia, Swedia, Denmark, dan Jerman. Namun, ketetapan hukum ini masih menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya yang beragama Islam.
ADVERTISEMENT
Masih banyak yang mempertanyakan bagaimana hukum kebiri dalam Islam. Mereka menginginkan penjelasan yang konkret, didasarkan pada musyawarah para ulama yang berkiblat pada Alquran dan hadis.
Kendati begitu, hukum kebiri sendiri sebenarnya sudah lama disahkan di Indonesia. Ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Terhadap Anak.
Sebenarnya, ada segelintir ulama yang pro terhadap hukum kebiri dengan tujuan mengedepankan maslahah umat. Namun, ada juga yang kontra. Agar lebih memahami perkaranya, simaklah pembahasannya dalam artikel berikut ini.

Hukum Kebiri dalam Islam

Ilustrasi suntik kebiri. Foto: Pixabay
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, golongan ulama yang pro terhadap hukum kebiri sangat mengedepankan maslahah umat. Mengutip buku Fikih Keseharian karya Hafidz Muftisany (2021), ketetapan ini disetujui oleh Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Cholil Nafis.
ADVERTISEMENT
Kata beliau, pemberian hukuman kebiri pada terpidana pedofilia dan pelaku pemerkosaan bisa memberikan efek jera (zawajir). Itu mengapa, sebagian ulama sepakat dengan keputusan pemerintah terkait hal ini.
Namun, golongan ulama yang lain juga mempertimbangkan aspek-aspek yang tak kalah penting. Golongan ini menyarankan ulama lainnya untuk berpedoman pada hukum-hukum asal yang sudah ada.
Misalnya kasus pemerkosaan yang hukum asalnya adalah perzinahan. Maka, apabila pedofilia termasuk dalam kategori perzinahan, hukumannya adalah cambuk 100 kali atau rajam (bunuh).
Ilustrasi kebiri kimia. Foto: pixabay
Jika pelaku pedofilia tergolong homoseksual (liwath), ia harus dihukum mati. Namun jika sebatas melakukan pelecehan seksual (at-taharusy al-jinsi) yang tidak sampai pada perbuatan zina, maka hukumannya adalah takzir.
Sebagian ahli menyatakan bahwa hukuman rajam dan cambuk kurang relevan diterapkan di negara-negara bukan Islam seperti Indonesia. Maka, pelaksanaannya harus dikaji dengan lebih komprehensif.
ADVERTISEMENT
Hukuman yang paling cocok diterapkan dalam kasus pemerkosaan dan pedofilia ini adalah takzir. Jika diterjemahkan, takzir adalah hukuman yang ditetapkan oleh hakim.
Mengutip jurnal “Penanggulangan Kejahatan Pedophilia Ditinjau Menurut Hukum Positif dan Fikih Jinayah" karya Sumardi Efendi (2019), berat ringannnya hukum takzir ditentukan berdasarkan jenis kejahatan yang dilakukan oleh pelaku.
Ilustrasi pemerkosaan. Sperma pada tubuh Vina berujung pada dakwaan pemerkosaan. Foto: Shutterstock
Hukuman tersebut bisa berupa apa saja, misalnya kurungan sekian tahun, hukuman mati, atau penjara seumur hidup. Namun, hukuman tersebut tidak boleh berupa kebiri.
Sebab, mayoritas ulama sepakat mengatakan bahwa hukum kebiri adalah haram dan bertentangan dengan syariat Islam. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis dari Ibnu Mas’ud yang berbunyi:
“Dahulu kami pernah berperang bersama Nabi SAW sedangkan kami tidak bersama istri-istri, lalu kami bertanya kepada Nabi SAW, belehkan kami melakukan mengebirian? Maka Nabi SAW melarangnya.” (HR. Bukhari Muslim)
ADVERTISEMENT
(MSD)