Konten dari Pengguna

Hukum Menikah di Bulan Muharram dalam Pandangan Islam

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
10 Desember 2021 18:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi menikah di bulan Muharram. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menikah di bulan Muharram. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Sebagian besar masyarakat Jawa menganut paham untuk pantang menggelar pernikahan di bulan Muharram. Mereka lebih memilih menyiapkan pernikahan jauh-jauh hari, agar bisa menikah di bulan Dzulhijah.
ADVERTISEMENT
Dalam keyakinan masyarakat Jawa, bulan yang punya nama lain bulan Suro ini adalah bulannya priyayi. Hanya kalangan keraton yang diperbolehkan untuk melangsungkan hajat di bulan ini.
Alasannya pun sedikit tidak masuk akal. Bulan Muharram dipercaya sebagai waktu berlangsungnya pernikahan penguasa Laut Selatan, Nyi Roro Kidul. Keyakinan turun-temurun inilah yang membuat orang-orang enggan melangsungkan hajat di bulan Muharram.
Namun, lain halnya dengan pandangan agama Islam. Mengutip buku Terjemah Qurratul Uyyun oleh Bahrudin Achmad (2021: 93), sejatinya bulan Muharram adalah bulan mulia di antara bulan-bulan lainnya dalam kalender Hijriyah.
Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci) ...." (QS. At Taubah ayat 36).
Ilustrasi menikah di bulan Muharram. Foto: Pixabay

Hukum Menikah di Bulan Muharram

Merangkum dalam buku Fikih Empat Madzhab Jilid 5 karya Syaikh Abdrurrahman Al Juzairi (2019: 105), hukum menikah di bulan Muharram bukan termasuk perkara yang makruh atau diharamkan. Ada beberapa dalil yang memperkuat diperbolehkannya mengadakan pernikahan bulan Muharram, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Bulan Muharram adalah Bulan yang Diagungkan
Bulan Muharram termasuk bulan yang diagungkan dan dimuliakan. Telah disebutkan keutamaannya dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
( أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ ) رواه مسلم (1163)
"Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram". (HR. Muslim 1163)
2. Pernikahan Ali bin Abi Thalib Terjadi di Bulan Muharram
Ahli sejarah menguatkan bahwa pernikahan Ali bin Abi Thalib RA dengan Fatimah RA terjadi pada awal-awal tahun ke-3 H.
Ibnu Katsir –rahimahullah- berkata: "Al Baihaqi meriwayatkan dari kitab “al Ma’rifah” karangan Abu Abdillah bin Mundihi bahwa Ali menikah dengan Fatimah satu tahun setelah hijrah dan tinggal bersamanya pada satu tahun berikutnya, atas dasar ini maka beliau menggaulinya pada awal tahun ke-3 H." (Al Bidayah wan Nihayah: 3/419).
ADVERTISEMENT
3. Bulan Muharram adalah Bulan Allah
Bulan Muharram adalah bulan Allah yang dianjurkan untuk memperbanyak ibadah. Di dalamnya disyariatkan untuk melaksanakan puasa Asyura yang ganjarannya sangat besar.
Dalam sebuah hadits sahih dari Imam Muslim, ganjaran puasa Asyura adalah bisa menghapus dosa satu tahun yang sudah lewat.
Imam Muslim berkata: "Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara, shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam." (HR Muslim).
Ilustrasi menikah di bulan Muharram. Foto: Pixabay
Tanggal, hari, dan bulan pernikahan yang baik memang tidak diatur secara khusus di dalam Islam. Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin dijelaskan, bahwa seseorang hendaknya tidak mempercayai apakah menikah di bulan-bulan tertentu itu baik atau buruk.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan tersebut dilarang dan mendapat teguran keras dari agama. Perbuatan tersebut dinilai tidak ada manfaatnya. Ibnu al-Firkah selaku pakar ushul fiqih menyebutkan:
Artinya: "Jika terdapat seorang ahli nujum berkata serta meyakini semuanya itu adalah pengaruh dari Allah, Allah-lah yang membuat kebiasaan terhadap anggapan sesungguhnya hal itu akan terjadi demikian ketika demikian. Maka hal itu tidak masalah. Lalu, dari mana kritikan itu datang, muncul atas seseorang yang percaya terhadap pengaruh bintang dan pengaruh makhluk. Mereka percaya jika ilmu bintang itu dapat mempengaruhi nasib baik dan buruk pernikahan." (Sayyid Abdurrahman al-Masyhur, Bughyah al-Mustarsyidin, Bairut: Dar al-Fikr, 1994 halaman: 337).
(VIO)