Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Hukum Merayakan Hari Ibu dalam Islam, Apakah Diperbolehkan?
31 Oktober 2022 8:32 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Cikal bakal peringatan Hari Ibu bermula dari Kongres Perempuan III yang diselenggarakan pada 22-25 Desember 1928. Pada momen tersebut, para peserta Kongres melihat harapan terbentuknya persatuan antarperempuan Indonesia.
Dijelaskan dalam buku Sejarah Organisasi Perempuan Indonesia karya Mutiah Amini (2021), saat itu para perempuan juga mulai sadar akan status, kewajiban, serta kedudukannya di Tanah Air. Ini menjadi motivasi bagi mereka untuk menciptakan acara khusus bagi perempuan.
Sebagaimana diputuskan dalam Kongres Perempuan, pandangan tentang Hari Ibu diungkapkan Ny. A. Latip selaku pengurus besar istri Indonesia. Beliau mengatakan bahwa peringatan Hari Ibu semata-mata ditujukan untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada seluruh perempuan di Indonesia.
Meski tujuannya positif, ternyata peringatan Hari Ibu ini masih menjadi hal yang diperdebatkan para ulama Islam. Bagaimana pendapat mereka tentang hal ini? Untuk mengetahuinya, simaklah penjelasan dalam artikel berikut.
ADVERTISEMENT
Hukum Merayakan Hari Ibu dalam Islam
Sebagian ulama mengatakan bahwa hukum merayakan Hari Ibu adalah bid’ah. Penetapan ini bukan semata-mata karena Islam tidak memuliakan para ibu, melainkan karena Islam ingin umatnya memuliakan ibu setiap saat, bukan pada hari tertentu saja.
Dalam realita kehidupan, Hari Ibu kerap menjadi momen berkabung internasional. Saat perayaan ini mulai dilakukan, beberapa orang kerap menangis karena mengingat ibunya yang sudah meninggal dunia, terpisah di kota yang berbeda, dan situasi lainnya. Nah, bersedih untuk hal ini tidak dibolehkan oleh para ulama.
Kedudukan seorang ibu begitu mulia dalam Islam. Bahkan, meskipun ibunya musyrik, seorang anak tetap wajib berbakti kepadanya. Allah SWT berfirman:
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman:15)
ADVERTISEMENT
Sebelum Hari Raya ibu sedunia dirayakan setiap tahun sebagai bentuk penghargaan kepada ibu, pada 14 abad yang lalu, Islam sudah lebih dahulu melakukannya. Islam berpesan agar umat Muslim senantiasa memuliakan ibunya setiap hari.
Dijelaskan dalam buku Dalam Pangkuan Sunnah karya Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi (2013), seorang Muslim harus mensyukuri keberadaanya, bukan dikufuri, menyadari perannya, serta mengutamakannya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada ibu kalian, beliau ulangi 3 kali. Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada ayah kalian. Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada kerabat yang paling dekat kemudian yang dekat.”
Meski sebagian ulama menyatakan hukum merayakan Hari Ibu adalah bid’ah, namun sebagian lain membolehkannya. Syaratnya yaitu perayaan harus dilakukan dengan cara yang syar’i dan tidak melanggar perintah Allah.
ADVERTISEMENT
Misalnya, dengan cara mengunjungi ibu atau membuatkannya makanan spesial. Anda juga bisa bisa memberikan kado dan mengerjakan pekerjaan ibu sehari-hari untuk meringankan bebannya.
(MSD)