Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Hukum Pacaran dalam Agama Islam yang Harus Ditaati Umat Muslim
3 September 2021 11:00 WIB
·
waktu baca 3 menitDiperbarui 16 April 2023 13:46 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Menurut Nessi Meilan, dkk. (2019) dalam buku Kesehatan Reproduksi Remaja: Implementasi PKPR dalam teman Sebaya, pacaran merupakan hubungan di mana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar lebih mengenal satu sama lain.
Dalam agama Islam , tindakan pacaran telah diatur dalam hukum tertentu. Aturan tersebut ditetapkan agar pemuda-pemudi tidak menyalahgunakan hubungan pacaran untuk hal-hal yang melanggar ajaran Islam.
Lantas, bagaimana hukum pacaran dalam agama Islam? Simak penjelasannya di sini!
Hukum Pacaran dalam Agama Islam
Hukum pacaran dalam Islam pada dasarnya menjelaskan bahwa umat tidak diperbolehkan memiliki kekasih kecuali ikatan pernikahan. Hal ini tidak dijelaskan secara gamblang, namun pernyataan tersebut dapat dilihat dari sejumlah dalil, antara lain:
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
ADVERTISEMENT
“Janganlah salah seorang dari kalian berdua-duaan dengan wanita, karena setan akan menjadi ketiganya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Mengutip laman NU Online, hal tersebut juga dijelaskan dalam hadist Rasulullah SAW yang membahas tindakan yang dapat mendekatkan seseorang dalam perzinahan. Berikut bunyi hadistnya:
“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw berkhutbah, ia berkata: Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan musafir kecuali beserta ada mahramnya.” (muttafaq alaihi).
Secara tidak langsung, Rasulullah SAW memberikan peringatan kepada umat Muslim terkait hubungan perempuan dan laki-laki yang terlarang. Tujuannya agar seseorang tidak terjerumus kepada perzinahan yang umumnya diawali dengan situasi berduaan.
Di sisi lain, Abdurrahman Al-Mukaffi dalam buku Pacaran dalam Kacamata Islam menyebutkan bahwa pacaran merupakan refleksi dari hubungan intim. Pacaran dapat memperbesar risiko terjadinya segala macam zina.
ADVERTISEMENT
Zina dapat terjadi karena adanya motivasi tinggi dan rasa tidak pernah puas sebagai watak khas manusia. Perilaku zina yang kecil bisa mendorong seseorang untuk melakukan bentuk zina yang lebih besar lagi.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW menganjurkan umat Muslim untuk menikah apabila mampu. Sebab, pernikahan dapat memuliakan seseorang dan mencegah perbuatan zina. Sebagaimana dikatakan dalam hadis berikut:
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).
“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi)
ADVERTISEMENT
(GTT)