Hukum Suap Menyuap dalam Islam Menurut Alquran dan Hadis

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
13 Februari 2024 14:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi suap. Foto: CrizzyStudio/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi suap. Foto: CrizzyStudio/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hukum suap menyuap dalam Islam adalah haram. Sebab, Allah SWT telah melarang hamba-Nya untuk mengambil harta milik orang lain dengan cara yang batil. Dasar hukumnya tertuang dalam Surat Al-Baqarah ayat 188 yang artinya:
ADVERTISEMENT
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Dalam Islam, praktik suap diistilahkan dengan kata “risywah”. Suap termasuk tindak korupsi dan penyelewengan yang dilarang dalam Islam.
Umat Islam diperintahkan untuk menjauhi tindak suap menyuap dengan alasan apapun. Agar lebih paham hukumnya, simaklah penjelasan tentang hukum suap dalam Islam berikut ini.

Hukum Suap Menyuap dalam Islam

Ilustrasi suap. Foto: Motortion Films/Shutterstock
Dijelaskan pada buku Suap dalam Pandangan Islam karya Abdullah bin Abdul Mahri (2001), Allah dan Rasul-Nya melarang umat Islam untuk mengambil harta orang lain secara batil dalam bentuk dan cara apapun, termasuk suap. Sebab, tindakan tersebut dapat menyebabkan dipermainkannya suatu hukum.
ADVERTISEMENT
Para ulama sepakat mengatakan bahwa dasar hukum suap menyuap adalah haram. Sebab, uang hasil suap didapatkan dengan cara yang tidak baik, di mana orang yang memberikan atau menerimanya tidak saling ridha.
Dalam Surat Al-Maidah ayat 42, Allah SWT menjelaskan karakteristik orang yang suka melakukan praktik suap. Allah berfirman yang artinya:
“Mereka itu adalah orang yang suka mendengarkan berita bohong, banyak memakan (harta) yang haram...”
Awalnya, ayat tersebut diturunkan untuk mengecam orang-orang Yahudi yang suka mendengar kebohongan, sumpah palsu, dan makan makanan haram. Allah ingin menegaskan bahwa tindakan kaum Yahudi tersebut diharamkan.
Kemudian, para ulama mengatakan bahwa ayat tersebut bisa ditujukan kepada orang yang melakukan tindakan suap. Ini mencakup segala kondisi yang memungkinkan, mulai dari strategi politik, hukum, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Hukum ini kembali ditegaskan oleh para ulama dan tokoh Islam. Dalam Tafsir Al-kasysyaf milik Az-Zamakhsyari, Umar Ibnul Khaththab radhiyallahuanha berkata, “Menyuap seorang hakim adalah termasuk haram”.
Ilustrasi suap. Foto: SFIO CRACHO/shutterstock
Karena hinanya perilaku suap ini, Rasulullah SAW pun sampai melaknat pelakunya. Hal ini tergambarkan dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
“Rasulullah SAW melaknat pelaku suap dan penerima suap dan perantara antara keduanya.” (HR. Tirmidzi)
Dijelaskan dalam buku Filsafat Hukum Ekonomi Syariah susunan dr. Moh. Mufid (2021), istilah laknat dalam dalil di atas merujuk pada perbuatan dosa. Oleh karena itu, tindakan suap menyuap dilarang dalam Islam.
Para ulama mengatakan bahwa illat keharamannya didasarkan pada memakan harta orang lain secara batil. Tindakan suap berarti mengambil hak dan mencuri harta milik orang lain.
ADVERTISEMENT
Pelaku suap biasanya mendapatkan harta tanpa bekerja. Justru mereka memperolehnya karena diminta untuk menutupi suatu kejahatan atau kebohongan. Maka, tindakan ini tidak dibenarkan dalam Islam.
(MSD)