Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kenapa Mahar Seperangkat Alat Sholat itu Berat? Begini Maknanya dalam Islam
18 April 2024 11:00 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mempelai pria memberikan mahar seperangkat alat sholat dalam pernikahan mungkin terdengar sederhana. Faktanya, mahar ini nilainya begitu berat. Pertanyaanya, kenapa mahar seperangkat alat sholat itu berat?
ADVERTISEMENT
Mahar merupakan hak istri yang harus dipenuhi suami. Dalam buku Fiqih Munakahat: Hukum Pernikahan dalam Islam (2023) oleh Sakban Lubis dkk. juga dijelaskan bahwa mahar merupakan bukti kebenaran cinta sang suami kepada istri. Ini sesuai dengan makna kata mahar dalam bahasa Arab, yakni as-shadaq yang diambil dari kata sidq, yang artinya kebenaran.
Nah, seperangkat alat sholat identik dengan mahar yang diberikan dalam pernikahan di Indonesia. Komponennya biasanya meliputi mukena, sajadah, Al-Quran, tasbih, dan peralatan lain yang dapat digunakan dalam sholat .
Memahami Konsep Mahar dalam Islam
Dalam KBBI, mahar didefinisikan sebagai pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad nikah . Definisi ini sejalan dengan penerapan di Indonesia yang memberikan mahar saat akad.
ADVERTISEMENT
Namun jika merujuk pada buku Fiqih Munakahat: Hukum Pernikahan dalam Islam, dalam tradisi Arab, mahar tidak wajib diserahkan saat akad. Artinya, mempelai laki-laki boleh memberikan mahar setelah akad nikah berlangsung. Jika pemberiannya dilakukan sebelum akad, maka namanya bukan mahar, tapi hadiah biasa.
Dengan begitu, mahar bisa didefinisikan sebagai pemberian khusus yang bersifat wajib berupa uang atau barang yang diserahkan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan sebagai akibat dari berlangsungnya akad nikah.
Dalam Islam, mahar merupakan simbol untuk menghargai kedudukan wanita sebagai manusia yang merdeka dalam mengurus urusannya sendiri.
Dijelaskan dalam buku Fiqh Sunnah VII oleh Sayyid Sabiq, pada zaman jahiliyah, hak perempuan untuk mengurus hartanya sendiri dihilangkan, sehingga walinya bisa semena-mena menggunakan harta tersebut. Ketika Islam datang, hak tersebut dikembalikan kepada wanita dengan pemberian mahar.
ADVERTISEMENT
Soal ukuran mahar dalam Islam, para ulama sepakat bahwa tidak ada batas maksimal. Perbedaan pendapat justru mengenai batas minimal mahar yang harus diserahkan mempelai laki-laki.
Mengutip buku Hukum dan Etika Pernikahan dalam Islam oleh Ali Manshur, Imam Malik berpendapat bahwa minimal mahar yang harus diserahkan adalah seperempat dinar emas, atau setara tiga dirham perak, atau barang yang senilai dengannya.
Sedangkan Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya berpendapat bahwa jumlah minimal mahar adalah 10 dirham. Ada pula yang berpendapat minimal 50 dirham dan 40 dirham.
Di lain pihak, Imam Syafi’i, Ahamad, Ishaq, Ats-Tsauri, dan para ulama fiqh Madinah dari kalangan Tabi’in meyakini bahwa tidak ada batas minimal terkait jumlah mahar.
ADVERTISEMENT
Kenapa Mahar Seperangkat Alat Sholat itu Berat?
Drs. K.H. Miftah Faridl menjelaskan dalam buku 150 Masalah Nikah dan Keluarga bahwa mahar hendaknya berupa sesuatu yang benar-benar bermanfaat bagi istri. Oleh karena itu, seperangkat alat sholat boleh dijadikan sebagai mahar karena mengandung manfaat.
Namun, apabila Al-Quran dan alat sholat tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya, maka mahar itu menjadi tidak punya nilai atau manfaat. Itu kenapa mahar seperangkat alat sholat menjadi berat karena harus dimanfaatkan sebaik mungkin dan penuh keikhlasan.
Pada dasarnya, terlepas dijadikan mahar atau tidak, perintah sholat memang hukumnya wajib bagi umat Muslim. Pemberian mahar seperangkat alat sholat lebih kepada maksud sang suami yang ingin membimbing istrinya agar selalu menunaikan kewajiban-kewajiban sebagai hamba Allah SWT.
ADVERTISEMENT
(DEL)