Konten dari Pengguna

Memahami Double Burden yang Sering Dialami Perempuan

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
7 Januari 2025 8:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perempuan mengalami double burden. Foto: David Gyung/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan mengalami double burden. Foto: David Gyung/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Di era emansipasi seperti sekarang, perempuan sudah semakin berdaya dan bisa melakukan pekerjaan apa pun yang mereka inginkan. Namun, hal ini membuat perempuan terkadang mendapatkan beban ganda atau double burden.
ADVERTISEMENT
Sesuai namanya, double burden adalah beban pekerjaan yang lebih banyak diterima salah satu gender. Nah, biasanya yang mendapatkan beban berlebih itu adalah perempuan yang bekerja di luar rumah.
Double burden ini didapatkan perempuan karena pengaruh budaya patriarki yang masih sering ditemukan di masyarakat. Untuk memahami konsep double burden lebih dalam, simak penjelasan selengkapnya di bawah ini.

Apa Itu Double Burden?

Ilustrasi perempuan mengalami double burden. Foto: Shutterstock
Seorang aktivis gender asal Surabaya, Nurul Hidayati menjelaskan dalam jurnalnya bertajuk Beban Ganda Perempuan Bekerja (Antara Domestik dan Publik), double burden adalah beban pekerjaan yang lebih banyak diterima perempuan dibandingkan laki-laki.
Hal tersebut karena semakin banyak perempuan yang bekerja di wilayah publik, tapi beban mereka di wilayah domestik tetap tidak berkurang. Meskipun peran perempuan di rumah sering dibantu asisten rumah tangga (ART), tapi tanggung jawab masih tetap di pundak mereka.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, perempuan mendapatkan beban yang berlipat ganda. Beban yang pertama adalah sebagai ibu atau istri yang dianggap harus bisa membersihkan rumah, memasak, dan sejenisnya.
Di sisi lain, perempuan juga menerima beban sebagai pencari nafkah atau pekerja profesional di sebuah kantor. Beban yang berlebihan ini tak jarang membuat perempuan harus memilih antara menjadi ibu rumah tangga atau ibu yang bekerja.
Fenomena double burden ini tak lepas dari pengaruh patriarki, yakni budaya dominasi laki-laki terhadap perempuan. Dalam budaya ini, perempuan dianggap harus fokus di wilayah domestik (reproduktif). Sedangkan laki-laki berada di wilayah publik (produktif).
Oleh karena itu, ketika perempuan memutuskan untuk kerja di wilayah publik, tanggung jawabnya di wilayah domestik tetap tidak lepas. Apabila perempuan mencoba melepas beban itu, maka mereka akan dianggap sebagai individu yang tidak memenuhi "kodrat"nya sebagai perempuan.
ADVERTISEMENT

Faktor yang Mendorong Perempuan Bekerja

Ilustrasi perempuan mengalami double burden. Foto: Shutter Stock
Meskipun perempuan rentan mengalami double burden, tapi mereka tidak serta merta bisa lepas dari beban ini. Beberapa perempuan bahkan tetap terdorong untuk bekerja. Apa alasannya?

1. Ekonomi

Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor utama yang mendorong perempuan untuk berkarier. Kebutuhan keluarga yang tidak dapat dicukupi suami akan secara tidak langsung menuntut perempuan turut bekerja.
Selain itu, perempuan yang merasa memiliki banyak kebutuhan tambahan biasanya sangat tertarik untuk meniti karier. Tujuannya agar dapat memenuhi kebutuhan tanpa membebani suami atau keluarga.

2. Eksistensi diri

Pendidikan yang tinggi dan kemampuan kerja yang baik mendorong perempuan untuk lebih eksis di masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan berkarier.
Dengan berkarya, berkreasi, mengembangkan ilmu, dan mendapat penghargaan, perempuan akan merasa lebih dihargai dalam masyarakat. Bentuk aktualisasi diri ini juga dapat memenuhi kepuasan diri setiap orang, termasuk perempuan.
ADVERTISEMENT
(DEL)