Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Memahami Konsep Wahyu Makutharama dalam Kepemimpinan
19 Maret 2024 9:38 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Di era digital yang dinamis, memadukan tradisi dengan inovasi menjadi tantangan sekaligus keharusan. Wahyu Makutharama merupakan konsep kuno yang bersumber dari kebudayaan Jawa. Konsep ini menawarkan pandangan yang unik mengenai kepemimpinan dan kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Meski terdengar kuno, tapi konsep Wahyu Makutharama memiliki relevansi yang cukup dalam dengan kehidupan modern. Khususnya bagi generasi muda yang masih mencari makna dan arah dalam kehidupan mereka.
Memahami konsep Wahyu Makutharama tidak hanya membuka mata kita tentang keindahan budaya Jawa, tapi juga memperluas pemahaman tentang kepemimpinan dan kekuasaan yang berakar pada kebijaksanaan dan keadilan.
Estetika dan Wahyu Makutharama
Dalam jurnal Estetika dan Wahyu Makutharama yang ditulis Sugimo pada tahun 2018, terdapat penjelasan mendalam mengenai seni dalam Wahyu Makutharama yang tidak hanya mencerminkan keindahan visual, tetapi juga menyimpan nilai-nilai filosofis yang mendalam.
Wahyu Makutharama merupakan sebuah konsep yang kental dengan nuansa spiritual dan filosofis. Secara tradisional, konsep ini dipahami sebagai wahyu atau pencerahan yang diturunkan atau diberikan kepada raja atau pemimpin sebagai legitimasi kekuasaannya.
ADVERTISEMENT
Sugimo (2018) berpendapat bahwa di balik konsep yang kuno ini terdapat estetika atau kekayaan seni yang kompleks, meliputi seni pertunjukan, arsitektur, hingga ritual keagamaan. Semua seni itu bertujuan untuk menyampaikan pesan dan nilai-nilai moral serta etika kepada masyarakat.
Hal tersebut dibuktikan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari tata cara berpakaian, pembangunan istana, hingga penyelenggaraan upacara-upacara kerajaan.
Setiap elemen seni dipilih dan dirancang bertujuan untuk mencerminkan harmoni, keseimbangan, dan keselarasan dengan alam semesta. Tentunya, semua elemen itu pun dibuat dalam koridor filosofi Jawa.
Lebih lanjut, Sugimo mengungkapkan bahwa kesenian konsep Wahyu Makutharama mengajarkan tentang pentingnya perilaku yang lembut, keteguhan hati, dan kebijaksanaan dalam kepemimpinan.
Melalui keindahan seni, pemimpin diajak untuk merenung dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut ke dalam dirinya, sehingga mampu memimpin dengan adil dan bijaksana.
ADVERTISEMENT
Aktualisasi Wahyu Makutharama dan Astha Brata dalam Kepemimpinan Masa Kini
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Wahyu Makutharama berkaitan dengan legitimasi dan pencerahan atau wahyu bagi pemimpin. Adapun Astha Brata adalah konsep kepemimpinan yang terinspirasi dari delapan sifat dasar para dewa dalam mitologi Hindu-Jawa, seperti kebijaksanaan, keberanian, kesederhanaan, dan lain-lain.
Meskipun konsep Wahyu Makutharama dan Astha Brata bersumber dari tradisi lama, tapi keduanya menawarkan pandangan segar mengenai kepemimpinan yang relevan dengan tantangan dan kebutuhan generasi millennial atau generasi muda.
Imam Sutarjo dalam jurnal Aktualisasi Kepemimpinan Astha Brata Dalam Era Millenial (2021) menjelaskan bahwa menghubungkan kedua konsep tersebut dapat menghasilkan model kepemimpinan yang efektif dan etis dalam konteks sosial dan budaya saat ini.
ADVERTISEMENT
Sutarjo menekankan pentingnya pemimpin muda untuk menginternalisasi nilai-nilai Astha Brata yang mengedepankan moral dan etik dalam kehidupannya. Selain itu, penting untuk melibatkan pencerahan atau wahyu dalam proses pengambilan keputusan.
Kepemimpinan yang diilhami oleh Wahyu Makutharama dan Astha Brata dapat membantu pemimpin muda dalam mengatasi tantangan zaman, seperti perubahan sosial yang cepat sambil tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal.
Dalam praktiknya, kepemimpinan yang mengadopsi kedua prinsip kuno tersebut diharapkan mampu menciptakan keseimbangan antara kemajuan teknologi dan pelestarian nilai-nilai kultural. Ini merupakan hal yang penting sebab seringkali para pemimpin muda terjebak dalam dilema antara modernitas dan tradisi kuno.
Kepemimpinan yang berakar pada nilai-nilai Wahyu Makutharama dan Astha Brata tidak hanya memperkaya pengetahuan individu dari sisi moral dan spiritual, tetapi juga membimbing mereka untuk memimpin dengan cara yang lebih beretika dan bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Wahyu Makutharama sebagai Simbol Kekuasaan Duniawi dan Spiritual
Dalam jurnal Hakikat Kekuasaan Dalam Lakon Wahyu Purba Sejati Karya Ki Seno Nugroho (2022) yang ditulis oleh Afifudin Siti As'ari dan Darmoko, dijelaskan bahwa Wahyu Makutharama bukan hanya simbol kekuasaan yang bersifat duniawi, tetapi juga spiritual.
Afifudin Siti As'ari dan Darmoko (2022) mengungkapkan bahwa kekuasaan dalam konteks Wahyu Makutharama bukanlah tentang pengendalian atau dominasi, melainkan tentang pelayanan dan pengabdian.
Kekuasaan dalam konteks Wahyu Makutharama tidak dilihat sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan bersama. Ini karena pencerahan atau wahyu dipandu oleh nilai-nilai luhur dan pengertian mendalam tentang keseimbangan dan harmoni.
Kekuasaan yang sejati adalah ketika seorang pemimpin mampu membangun keseimbangan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Inilah yang menjadi bukti bahwa pemimpin tersebut telah benar-benar mendapatkan pencerahan atau wahyu.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penting untuk memahami secara mendalam terkait kekuasaan yang diilhami oleh nilai-nilai etis dan spiritual. Hal ini bertujuan untuk memberikan pandangan bahwa kepemimpinan yang berlandaskan Wahyu Makutharama tidak hanya relevan dalam konteks kebudayaan Jawa, tetapi juga dapat diadaptasi sebagai prinsip universal.
(DEL)