Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Membayar Fidyah dengan Uang Berapa Rupiah? Ini Besaran untuk Wilayah Jakarta
19 April 2023 16:30 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ada beberapa golongan yang dibebankan untuk membayar fidyah sebagai pengganti puasa Ramadhan. Bagaimana cara membayar fidyah? Jika membayar fidyah dengan uang, berapa rupiah yang harus disiapkan?
ADVERTISEMENT
Fidyah berasal dari kata fadaa yang dalam bahasa Arab artinya mengganti. Berdasarkan istilahnya, fidyah berarti mengganti ibadah wajib yang ditinggalkan karena tidak bisa dikerjakan pada waktu yang ditentukan dengan memberi makan orang miskin.
Contoh ibadah wajib yang bisa diganti dengan membayar fidyah adalah puasa Ramadhan. Bagaimana ketentuan dan siapa saja yang wajib membayarnya? Berikut informasi lengkapnya.
Besarnya Fidyah Uang di Wilayah Jakarta dan Sekitarnya
Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa besaran fidyah yaitu 2 mud atau setara 1/2 sha' gandum. Jika diubah menjadi beras, maka hitungannya sekitar 1,5 kg.
ADVERTISEMENT
Takaran tersebut berlaku untuk setiap ibadah puasa yang ditinggalkan. Artinya, jika seseorang meninggalkan puasa Ramadhan 30 hari, maka ia harus menyediakan fidyah 30 takar.
Selain makanan pokok, menurut ulama Hanafiyah, fidyah boleh dibayarkan dalam bentuk uang sesuai takaran yang berlaku. Di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, nilai fidyah dalam bentuk uang adalah sebesar Rp 60 ribu/hari/jiwa. Besaran itu sesuai ketentuan dalam SK Ketua BAZNAS No. 07 Tahun 2023.
Orang yang Wajib Membayar Fidyah
Kewajiban seseorang membayar fidyah disebutkan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 184 yang bunyinya:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
ADVERTISEMENT
Artinya, "Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.
Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
Tidak ada rincian tentang jenis atau sifat batasan serta kadar musafir dan sakit dalam ayat tersebut. Menurut tafsir Kemenag, siapa yang benar-benar merasa berat menjalankan puasa Ramadhan maupun qadha, maka ia boleh menggantinya dengan fidyah, meskipun tidak sakit dan bukan musafir.
Namun, para ulama sepakat bahwa orang-orang yang berhak mendapat keringanan tersebut adalah:
ADVERTISEMENT
1. Orang tua yang tidak mampu berpuasa
Orang tua yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa Ramadhan diperbolehkan untuk tidak berpuasa diperbolehkan menggantinya dengan fidyah.
2. Wanita hamil atau menyusui
Wanita hamil atau yang menyusui boleh saja berpuasa. Namun, menurut Imam Syafi‘i dan Aḥmad, ada beberapa ketentuan yang mengharuskan ibu menyusui dan hamil untuk bayar fidyah.
Jika tidak berpuasa karena khawatir kesehatan janin/bayinya terganggu, maka mereka wajib bayar fidyah dan mengqadha puasa yang ditinggalkan. Namun jika mereka tidak puasa karena khawatir tentang kesehatan diri sendiri, bukan karena kesehatan janin/bayinya, maka ia hanya diwajibkan mengqadha puasa.
Hukum tersebut juga berlaku saat keduanya tidak puasa karena khawatir atas kesehatan dirinya dan janin/bayinya. Namun menurut Abu Hanifah, hukum untuk seluruh kondisi itu sama saja, yakni cukup mengqada puasa.
ADVERTISEMENT
3. Orang sakit yang tidak sanggup puasa
Orang sakit boleh meninggalkan puasanya apabila merasa tidak sanggup atau tidak ada harapan baginya untuk sembuh. Dalam situasi ini, mereka tidak perlu mengqadha puasa, hanya diwajibkan untuk membayar fidyah.
4. Buruh, petani, dan orang yang punya pekerjaan berat
Buruh dan petani yang menjalani pekerjaan berat karena setiap hari harus banting tulang juga diperbolehkan meninggalkan puasa, namun wajib bayar fidyah. Tetapi menurut ulama fikih, ada syarat yang wajib dipenuhi golongan tersebut.
Menurut Ibnu Hajar dan Imam al-Azra'i, mereka sejatinya tetap wajib berpuasa. Tapi jika pada siang hari mengalami kesulitan atau penderitaan yang berat, maka diperbolehkan untuk berbuka puasa.
“Kalau tidak demikian, ia tidak boleh berbuka,” tegasnya.
Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa orang dengan pekerjaan berat yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maupun orang-orang yang harus dibiayainya, boleh berbuka saat tidak tahan berpuasa. Syaratnya, mereka harus tetap mencoba berpuasa sejak pagi.
ADVERTISEMENT
(NSA)