Konten dari Pengguna

Mengapa Bangsa Indonesia Tidak Membantu Belanda saat Jepang Menyerang?

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
23 Oktober 2024 12:05 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mengapa bangsa Indonesia tidak membantu Belanda saat Jepang menyerang. Foto: Unsplash/Syd Wachs
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mengapa bangsa Indonesia tidak membantu Belanda saat Jepang menyerang. Foto: Unsplash/Syd Wachs
ADVERTISEMENT
Mengapa bangsa Indonesia tidak membantu Belanda saat Jepang menyerang? Pertanyaan tersebut dapat ditemukan dalam buku Sejarah SMA/SMK Kelas XI oleh Martina Safitry, dkk.
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui, Belanda sudah lebih dahulu menginjakan kaki di Indonesia sejak 1596 silam, jauh sebelum Jepang datang. Saat Jepang datang, Belanda berusaha agar tetap mempertahankan daerah kekuasaan mereka.
Namun, Indonesia sebagai bangsa yang dijajah tak mau membantu Belanda. Mengapa bangsa Indonesia tidak membantu Belanda saat Jepang menyerang? Simak jawabannya di bawah ini.

Alasan Kenapa Indonesia Tidak Membantu Belanda saat Jepang Menyerang

Ilustrasi mengapa bangsa Indonesia tidak membantu Belanda saat Jepang menyerang. Foto: pexels
Mengutip buku Sejarah SMA/SMK Kelas XI oleh Martina Safitry, dkk., kedatangan Jepang ke Indonesia dimulai pada masa Perang Dunia II, di mana Jerman yang berhasil menaklukkan Prancis dan memberikan kesempatan pada Jepang untuk mendirikan pangkalan militer di Indo-Cina (Asia Tenggara).
Kondisi tersebut dimanfaatkan Jepang untuk mengambil alih kekuasaan Belanda di Indonesia. Belanda sangat menolak kedatangan Jepang dan berusaha membekukan seluruh aset Jepang yang ada di Nusantara.
ADVERTISEMENT
Sebagai informasi, Jepang berhasil masuk ke Indonesia dengan misi ekonomi sejak 1938-1939. Sehingga, saat itu Jepang telah memiliki aset di Indonesia.
Lalu, mengapa bangsa Indonesia tidak membantu Belanda saat Jepang menyerang? Hal tersebut karena tuntutan bangsa Indonesia kepada Belanda yang diajukan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) ditolak pada 1939.
Sebagai penggantinya, Belanda membentuk Komisi Visman, tetapi gagal karena komisi tersebut adalah keinginan orang Indonesia yang masih terikat dengan Belanda.
Oleh karena itu, rakyat Indonesia tak mau membantu Belanda saat Jepang menyerang pada 1942. Pada akhirnya, Belanda menyerah pada Jepang pada 8 Maret 1942 melalui Perjanjian Kalijati.

Isi Tuntutan GAPI

Ilustrasi belajar sejarah. Foto: Pexels.com/cottonbro studio
Berdasarkan buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jambi, GAPI adalah singkatan dari Gabungan Politik Indonesia. GAPI merupakan gabungan dari berbagai organisasi politik, mulai dari Gerindo, Pasunda, Parindra, PSII, hingga PII.
ADVERTISEMENT
Tujuan dibentuknya GAPI adalah untuk mewujudkan kemerdekaan dan Indonesia Berparlemen. Beberapa tuntutan GAPI kepada pemerintah Belanda, yaitu:

1. Pemerintah Demokratis

GAPI adalah organisasi federasi partai politik sehingga tak heran jika organisasi ini sering memberikan tuntutan kepada pemerintah Belanda. Salah satu tuntutan yang diberikan GAPI adalah menerapkan pemerintah demokratis untuk Indonesia.

2. Indonesia Berparlemen

GAPI juga melayangkan tuntutan berupa gerakan Indonesia Berparlemen. Isi tuntutan tersebut yakni GAPI meminta pembentukan parlemen atau lembaga legislatif dengan anggota yang dapat dipilih langsung oleh rakyat.
Dalam hal ini, pemerintah Belanda wajib bertanggung jawab langsung pada parlemen yang bersangkutan. GAPI selalu memperjuangkan tuntutan Indonesia Berparlemen melalui Kongres Rakyat Indonesia. Namun, tuntutan tersebut selalu ditolak.

3. Tuntutan Anggota GAPI

Tuntutan selanjutnya juga datang dari masing-masing partai yang menjadi anggota GAPI. Berikut daftar tuntutannya:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

Detik-detik Belanda Menyerah kepada Jepang

Ilustrasi belajar sejarah. Foto: Pexels.com/feyza ÅŸen
Disadur dari buku Sejarah SMA/SMK Kelas XI oleh Martina Safitry, dkk., pada 6 Maret 1942, Panglima Perang Belanda Angkatan Darat, Letnan Jenderal Ter Poorten memberikan arahan kepada Komandan Pertahanan di Bandung, yakni Mayor Jenderal JJ Pesman.
Arahan tersebut berisi untuk tidak melakukan peperangan di Bandung karena kota tersebut telah banyak warga sipil, terutama wanita dan anak kecil. Sehingga, apabila terjadi peperangan di Bandung, akan banyak korban dari warga sipil yang berjatuhan.
Kemudian, Letnan Jenderal Ter Poorten pun berunding dengan Jepang. Lalu, pada sore 7 Maret 1942, Lembang berhasil dikuasai Jepang yang membuat Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger (KNIL), tentara Belanda, melakukan gencatan senjata.
Mayor Jenderal JJ Pesman pun mengirim utusan ke Lembang untuk melakukan perundingan.
ADVERTISEMENT
Pada 8 Maret 1942, Jenderal Imamura meminta sebuah perundingan dilakukan bersama Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer di Kalijati, Subang, pada pagi hari. Letnan Jenderal Ter Poorten menyarankan Gubernur Jenderal Tjarda menolak usulan tersebut.
Mendengar penolakan tersebut, Jenderal Imamura pun marah dan mengancam akan membungihanguskan Bandung dengan bom, apabila para petinggi Belanda belum datang ke Kalijati hingga pukul 10.00 pagi, 8 Maret 1942.
Tak ingin ancaman tersebut sekadar dianggap gertakan, Jepang menyiapkan banyak pesawat pengeboman di Landasan Udara Kalijati.
Karena situasi yang mengkhawatirkan tersebut, Letnan Jenderal Ter Poorten dan Gubernur Jenderal Tjarda memerintah Mayjen JJ Pesman untuk segera menghubungi Komandan Tentara Jepang agar melakukan perundingan.
Namun, utusan dari Belanda ditolak Panglima Jenderal Imamura. Sebab, Jenderal Imamura ingin berbicara langsung dengan Gubernur Jenderal atau Panglima Tentara Belanda.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, pihak Belanda menolak untuk menyerahkan kekuasaannya di Jawa dan seluruh Nusantara dengan alasan bahwa wewenang penuh ada di tangan Ratu Wilhelmina. Lalu, Jenderal Imamura dengan tegas mengatakan perang atau menyerah.
Sehingga, Gubernur Jenderal Tjarda dan Letnan Jenderal Ter Poorten pun menandatangani dokumen penyerahan tanpa syarat pemerintahan Hindia Belanda kepada pemerintah Jepang.
(NSF)