Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengapa Nabi Musa Berguru Kepada Nabi Khidir? Ini Kisah Lengkapnya
29 Maret 2023 17:01 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Seperti apa kisah lengkapnya? Berikut informasi yang telah dirangkum dari berbagai sumber tentang pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir.
Alasan Mengapa Nabi Musa Berguru kepada Nabi Khidir
Menurut Abdullah bin Muhammad As-Saleh Al Mu’taz dalam buku Perjalanan Hidup dari Kisah-Kisah Musa, kisah Nabi Khidir yang menjadi guru Nabi Musa itu pernah diceritakan Rasulullah kepada para sahabat.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Said bin Jubair, Ibnu Abbas mengaku pernah mendengar kisah itu dari Ubay bin Ka’ab. Menurut kisahnya, suatu hari Nabi Musa tengah berkhutbah di hadapan Bani Israil.
Kemudian seseorang bertanya, ‘Hai Musa, siapakah orang yang paling banyak ilmunya di muka bumi ini?’ Nabi Musa menjawab, ‘Akulah orang yang paling banyak ilmunya di muka bumi ini.’
ADVERTISEMENT
Mendengar pernyataan itu, Allah SWT langsung menegurnya. Rasulullah SAW bersabda:
“Allah mewahyukan kepada Musa, ‘Hai Musa, sesungguhnya ada seorang hamba-Ku yang lebih banyak ilmunya ilmunya dan lebih pandai darimu dan ia sekarang berada di pertemuan dua lautan.’
Nabi Musa bertanya, ‘Wahai Tuhanku, bagaimana caranya aku dapat bertemu dengan hamba-Mu itu?’ Dijawab, ‘Bawalah seekor ikan di dalam keranjang dari daun kurma. Manakala ikan tersebut lompat, maka di situlah hamba-Ku berada.’”
Kemudian Nabi Musa diceritakan berangkat bersama seorang muridnya yang bernama Yusya’ bin Nun, sambil membawa seekor ikan. Keduanya berjalan kaki hingga sampai di sebuah batu besar untuk beristirahat.
Saat itulah ikan dalam keranjang yang dibawa keduanya keluar dari tempatnya dan masuk ke lautan melalui air yang ditahan Allah hingga membentuk seperti terowongan. Setelah itu, mereka berdua melanjutkan perjalanan.
ADVERTISEMENT
Namun, saat beliau bertanya tentang perbekalan yang dibawa, muridnya mengaku lupa menceritakan kejadian lepasnya ikan dari keranjang tadi. Akhirnya keduanya kembali ke batu besar itu dan bertemu dengan Nabi Khidir yang sedang tidur berselimutkan kain.
Kisah Pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam Al-Quran
Kisah Nabi Musa berjumpa Nabi Khidir di pertemuan dua laut itu disampaikan Allah dalam ayat-ayat Al-Quran. Tepatnya dalam surat Al-Kahf ayat 65, Allah berfirman:
فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَآ اٰتَيْنٰهُ رَحْمَةً مِّنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنٰهُ مِنْ لَّدُنَّا عِلْمًا
Artinya: Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami.
ADVERTISEMENT
Menurut tafsir Kemenag, mufasir menyebut hamba dalam ayat itu adalah Nabi Khidir. Sementara yang dimaksud rahmat adalah wahyu dan kenabian dan ilmu adalah pengetahuan tentang hal gaib sebagaimana disampaikan pada ayat-ayat selanjutnya.
Kemudian dari pertemuan itu, Nabi Musa meminta agar Nabi Khidir bersedia menjadi gurunya. Sayangnya, Nabi Musa melanggar syarat yang diberikan, yaitu untuk tidak menanyakan apa pun sebelum rampung dijelaskan.
Hubungan guru dan murid itu berakhir setelah tiga perkara sebagaimana tertulis dalam surat Al-Kahf ayat 71 - 82 yang berbunyi:
فَانْطَلَقَاۗ حَتّٰٓى اِذَا رَكِبَا فِى السَّفِيْنَةِ خَرَقَهَاۗ قَالَ اَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ اَهْلَهَاۚ لَقَدْ جِئْتَ شَيْـًٔا اِمْرًا. قَالَ اَلَمْ اَقُلْ اِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا. قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِيْ بِمَا نَسِيْتُ وَلَا تُرْهِقْنِيْ مِنْ اَمْرِيْ عُسْرًا. فَانْطَلَقَا ۗحَتّٰٓى اِذَا لَقِيَا غُلٰمًا فَقَتَلَهٗ ۙقَالَ اَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً؈ۢبِغَيْرِ نَفْسٍۗ لَقَدْ جِئْتَ شَيْـًٔا نُّكْرًا. قَالَ اَلَمْ اَقُلْ لَّكَ اِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا. قَالَ اِنْ سَاَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍۢ بَعْدَهَا فَلَا تُصٰحِبْنِيْۚ قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَّدُنِّيْ عُذْرًا.
ADVERTISEMENT
فَانْطَلَقَا ۗحَتّٰىٓ اِذَآ اَتَيَآ اَهْلَ قَرْيَةِ ِۨاسْتَطْعَمَآ اَهْلَهَا فَاَبَوْا اَنْ يُّضَيِّفُوْهُمَا فَوَجَدَا فِيْهَا جِدَارًا يُّرِيْدُ اَنْ يَّنْقَضَّ فَاَقَامَهٗ ۗقَالَ لَوْ شِئْتَ لَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ اَجْرًا. قَالَ هٰذَا فِرَاقُ بَيْنِيْ وَبَيْنِكَۚ سَاُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيْلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَّلَيْهِ صَبْرًا. اَمَّا السَّفِيْنَةُ فَكَانَتْ لِمَسٰكِيْنَ يَعْمَلُوْنَ فِى الْبَحْرِ فَاَرَدْتُّ اَنْ اَعِيْبَهَاۗ وَكَانَ وَرَاۤءَهُمْ مَّلِكٌ يَّأْخُذُ كُلَّ سَفِيْنَةٍ غَصْبًا. وَاَمَّا الْغُلٰمُ فَكَانَ اَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِيْنَآ اَنْ يُّرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَّكُفْرًا.
فَاَرَدْنَآ اَنْ يُّبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِّنْهُ زَكٰوةً وَّاَقْرَبَ رُحْمًا. وَاَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلٰمَيْنِ يَتِيْمَيْنِ فِى الْمَدِيْنَةِ وَكَانَ تَحْتَهٗ كَنْزٌ لَّهُمَا وَكَانَ اَبُوْهُمَا صَالِحًا ۚفَاَرَادَ رَبُّكَ اَنْ يَّبْلُغَآ اَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِّنْ رَّبِّكَۚ وَمَا فَعَلْتُهٗ عَنْ اَمْرِيْۗ ذٰلِكَ تَأْوِيْلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَّلَيْهِ صَبْرًاۗ.
Artinya: Berjalanlah keduanya hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa) berkata,“Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya?”
ADVERTISEMENT
Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar. Dia berkata,“Bukankah sudah aku katakan, bahwa sesungguhnya engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?” Dia (Musa) berkata,
“Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan suatu kesulitan dalam urusanku.” Maka berjalanlah keduanya hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, dia membunuhnya.
Dia (Musa) berkata,“Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.”
Dia berkata, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?”
Dia (Musa) berkata, “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan dariku.”
ADVERTISEMENT
Maka keduanya berjalan hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya,
Tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mau menjamunya, kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia menegakkannya.
Dia (Musa) berkata, “Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.” Dia berkata, “Inilah perpisahan antara aku dengan engkau; aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu sabar terhadapnya.
Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu.
Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran.
ADVERTISEMENT
Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).
Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang saleh.
Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu.
Apa yang kuperbuat bukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya.”
Itulah kisah perjalanan Nabi Musa menuntut ilmu kepada Nabi Khidir. Kisah perjalanan itu disampaikan Allah secara lengkap dalam surat Al-Kahf ayat 60-82.
(NSA)