Mengenal Hukum Gadai dalam Islam serta Rukun dan Syaratnya

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
14 Maret 2023 11:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hukum gadai dalam Islam (Pexels).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hukum gadai dalam Islam (Pexels).
ADVERTISEMENT
Gadai merupakan salah satu solusi yang bisa dipilih seseorang saat menghadapi masalah keuangan. Namun, ada sebagian umat Muslim yang masih ragu soal hukum gadai dalam Islam.
ADVERTISEMENT
Menurut KBBI, gadai adalah meminjam uang dalam batas waktu tertentu dengan menyerahkan barang sebagai tanggungannya. Namun, apabila telah sampai pada waktunya barang tersebut tidak ditebus, maka itu menjadi hak yang memberi pinjaman.
Dalam kondisi tertentu, apakah seorang Muslim boleh melakukan gadai? Berikut penjelasan tentang hukum gadai dalam Islam yang dirangkum dari beberapa sumber.

Hukum Gadai dalam Agama Islam

Ilustrasi hukum gadai dalam Islam (Pexels).
Gadai dalam bahasa Arab disebut rahn. Mengutip laman resmi OJK, rahn adalah kata yang memiliki banyak pengertian, salah satunya adalah tetap dan berkelanjutan.
Berdasarkan istilah syariah, rahn adalah menjadikan harta benda sebagai jaminan utang untuk dilunasi dengan jaminan tersebut ketika tidak mampu melunasinya. Sehingga, hukum transaksi gadai dalam fikih Islam biasanya dikenal dengan nama al rahn.
ADVERTISEMENT
Umat Muslim pun tak perlu khawatir melakukan gadai karena hukumnya diperbolehkan. Salah satu dasar hukumnya adalah Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 282-283.
Menurut Abdul Ghofur Anshori dalam buku Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, dalam ayat 282 Allah berfirman, “Hai orang-orang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…”
Sementara pada surat Al-Baqarah ayat 283, terdapat kalimat yang menjelaskan lebih lanjut soal gadai. Bunyi penggalan ayat tersebut adalah:
“Jika kamu dalam perjalanan sedang kau tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).
Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya).”
Dasar hukum gadai dalam Islam juga bisa ditemukan dalam beberapa hadits Rasulullah SAW. Salah satunya hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim berikut ini.
ADVERTISEMENT
Dari Aisyah ra berkata, "Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari orang yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besinya."
Dalam hadits lain dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda:
“Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)-nya.
Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)-nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)-nya.”

Rukun dan Syarat Gadai dalam Islam

Ilustrasi hukum gadai dalam Islam (Pexels).
Praktik gadai tidak boleh dilakukan sembarangan agar tidak terjerumus dalam riba. Oleh sebab itu menurut Al Ikhlas, Lc., M.A. dalam buku Pendidikan Agama Islam, ada rukun dan syarat gadai dalam melakukan transaksi gadai.
ADVERTISEMENT
Para ulama menyatakan, ada empat rukun yang harus dipenuhi dalam gadai, yaitu barang yang digadaikan, utang, akad, dan adanya dua pihak yang bertransaksi.
Maksud dari pihak yang bertransaksi itu adalah rahin dan murtahin. Rahin adalah penggadai, sedangkan murtahin adalah penerima gadai.
Dalam sumber yang sama juga dijelaskan ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi gadai. Pertama, transaksi berdasarkan utang yang wajib dibayar.
Kedua, barang gadai diperbolehkan dalam jual-beli. Artinya, barang-barang yang diharamkan dalam jual-beli tidak boleh digunakan sebagai transaksi gadai, misalnya babi, barang wakaf, atau barang yang bukan miliknya.
Ketiga, rahin semestinya orang yang boleh mempergunakan jaminannya baik karena miliknya atau diizinkan mempergunakan secara syariat. Contohnya saat orang menggadaikan BPKB kendaraan, namun kendaraannya masih ada di tangan pemilik aslinya.
ADVERTISEMENT
Keempat, barang yang digunakan dalam transaksi harus diketahui kadar, sifat dan jenisnya. Sehingga, kedua belah pihak sama-sama mengetahui dengan jelas informasi barang yang digunakan dalam transaksi tersebut.
(NSA)