Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Najis Mukhaffafah: Pengertian, Contoh, dan Cara Menyucikannya
6 Juli 2021 15:39 WIB
·
waktu baca 2 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 13:49 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Najis mukhaffafah adalah najis yang ringan. Secara bahasa, najis berasal dari Bahasa Arab an najasah yang artinya kotoran. Menurut mazhab Asy-Syafi’iyah, najis adalah sesuatu yang dianggap kotor yang menghalangi sahnya shalat tanpa ada hal yang meringankan.
ADVERTISEMENT
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi kebersihan. Bahkan, mayoritas buku ilmu fiqih yang dipelajari pasti dimulai dengan pembahasan taharah (kebersihan). Hal ini dikarenakan hampir semua ibadah mahdhah menetapkan bersih dari hadast dan najis sebagai syarat sah.
Artinya, jika tidak dalam keadaan bersih dari hadast dan najis, ibadahnya tidak sah dan tidak diterima oleh Allah. Orang tersebut harus mengulangi ibadahnya dengan membersihkan hadast dan najis itu terlebih dahulu.
Allah sangat menyukai kebersihan. Dalam Alquran surah Al Baqarah ayat 222, Allah berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ
Innallāha yuḥibbut-tawwābīna wa yuḥibbul-mutaṭahhirīn
Artinya: "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."
Contoh dan Cara Menyucikan Najis Mukhaffafah
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pengertian dari najis mukhaffafah adalah najis ringan. Dalam Buku Pendidikan Agama Islam : Fikih Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII oleh Zainal Muttaqin, MA, contoh najis yang tergolong dalam najis mukhaffafah hanya satu yakni air kencing bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan atau minum sesuatu kecuali air susu ibunya (ASI).
ADVERTISEMENT
Cara menyucikan najis mukhaffafah ialah dengan memercikkan air pada benda yang terkena najis mukhaffafah itu. Yang dimaksud dengan memercikkan air ialah cukup dengan percikan air yang tidak dituntut percikan itu sampai menimbulkan air mengalir. Hal ini berbeda dengan membasuh karena kalau membasuh dituntut air itu sampai mengalir.
Berbeda dengan air kencing bayi perempuan. Air kencing bayi perempuan yang belum makan sesuatu kecuali air susu ibunya tidak dianggap najis mukhaffafah tetapi najis mutawasithah. Cara menyucikannya adalah dengan membasuh benda yang terkena najis itu dengan air sampai hilang sifat, warna, dan baunya.
Perbedaan ketentuan air kencing bayi laki-laki dan perempuan tersebut dijelaskan oleh Nabi Muhammad dalam hadistnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An Nasai.
ADVERTISEMENT
يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَ يُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلَامِ
"Bekas air kecing bayi perempuan harus dicuci dan bekas air kencing bayi laki-laki cukup diperciki dengan air."
Cara menyucikan najis mukhaffafah pernah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad. Hal ini diceritakan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh imam Bukhari.
عَنْ أُمِّ قَيْسٍ بِنْتِ مِحْصَنٍ أَنَّهَا أَتَتْ بِابْنٍ لَهَا صَغِيرٍ لَمْ يَأْكُلِ الطَّعَامَ إِلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَأَجْلَسَهُ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِيْ حِجْرِهِ فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَنَضَحَهُ وَلَمْ يَغْسِلْهُ. (رواه البخاري)
Artinya: “Diceritakan dari Ummu Qois bahwa ia datang menemui rasulullah. Dengan membawa anak kecil yang tidak mengkonsumsi (selain susu), kemudian ia meletakkan anak kecil tersebut di pangkuan rasulullah. Setelah dipangku oleh Beliau, anak kecil tersebut kencing di baju Beliau. Kemudian Beliau meminta diambilkan air, dan oleh Beliau air itu dipercikan ke bajunya, tanpa membasuhnya.”
ADVERTISEMENT
(ULY)