Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Pengertian, Jenis, dan Contoh Geguritan dalam Sastra Jawa
27 September 2021 13:02 WIB
·
waktu baca 3 menitDiperbarui 1 Juni 2022 23:28 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam bahasa Jawa, geguritan disebut juga sebagai puisi. Karya sastra ini mengandung kata-kata puitis yang terkesan mendayu-dayu jika dibaca dengan intonasi yang tepat. Dalam sastra Jawa, ada banyak sekali contoh geguritan yang bisa dipelajari dan dilestarikan.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari jurnal berjudul Gaya kebahasaan Rahmat Djoko Pradopo dalam antologi Geguritan Abang Mbranang oleh Bagus Wahyu Setyawan, dkk, geguritan berasal dari kata gurit artinya tulis, gambar, dan nyanyian. Karya sastra ini digunakan untuk menyampaikan isi hati, memberi pelajaran, dan pengingat bagi yang membaca.
Padmosoekotjo dalam buku Ngengrengan kasusastran djawa II, menyebut geguritan sebagai karya sastra yang memiliki aturan tertentu. Aturan-aturan ini dapat berupa jumlah baris setiap bait, jumlah suku kata setiap baris, dan rima bahasa di akhir baris.
Dalam sastra Jawa, ada beberapa jenis geguritan yang terbagi berdasarkan kosakata yang terkandung di dalamnya. Apa saja?
Jenis Geguritan
Mengutip jurnal Gaya kebahasaan Rahmat Djoko Pradopo dalam antologi Geguritan Abang Mbranang, menurut jenisnya geguritan dibagi menjadi dua yakni geguritan gagrag lawas dan geguritan gagrag anyar.
ADVERTISEMENT
Geguritan gagrag lawas berbentuk kakawin, kidung, atau syair-syair tembang macapat yang masih terikat aturan baku seperti guru lagu, guru gatra, dan guru wilangan. Selain itu, bahasa yang digunakan lebih banyak menggunakan kosakata dari bahasa Jawa kuno ataupun dari bahasa Kawi.
Berbeda dengan geguritan gagrag lawas, gagrag anyar tidak terikat dengan aturan-aturan baku. Jenis geguritan ini cenderung lebih bebas dari segi strukturnya maupun bahasanya. Bahkan pada geguritan jenis ini, tak jarang ditemukan penggunaan bahasa asing seperti bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris.
Selain itu, gaya bahasa dari masing-masing geguritan pun berbeda-beda tergantung dari beberapa aspek. Seperti gaya bahasa pengarang, tema geguritan, pesan moral yang ingin disampaikan, dan sasaran pembaca geguritan tersebut.
ADVERTISEMENT
Untuk mengetahui lebih lanjut karya sastra geguritan. Simak contoh geguritan berikut.
Contoh Geguritan dalam Karya Sastra Jawa
Berikut dua contoh geguritan Bahasa Jawa yang dikutip dari buku Gurit Singgang: Kumpulan Geguritan oleh Novy Wahyu Dwi Indrawati.
Contoh Geguritan 1
Samethine
Karya Novi W
Dakentha gurit iki
Dadya Batangan
Marang wengi kang mbalang cecangkriman
Kasunyatan
Ndhedhet peteng tan kuwawa
Ngemuli lelakon legok geneng
Samesthine luputku dudu sliramu
Gatra kang ngrengga pucuking lathi
Kobar kebrangas pangudarasaning ati
Apa isi ana pituwas..
Contoh Geguritan 2
Singgang
Karya Novi W
Apa isih ana crita dawa
Bisa dakcathet ing lembaran buku lawas
Kanggo nguntapake sujana
Kang menclok ing gumandhule maras
Mbareng saiket gela nyrimpet laku gegadhangan
ADVERTISEMENT
Apa manther praupan during resik kabilas
Saka wening iline sendhang
Kamangka rembes luh wus neles wewirune krudhung kembang
Sadurunge ndingkluk pari dadi singgang
Sadurunge banjir bandhang tega nggaringake dawane gorokan
Aku mung bisa kandha
Talinanan ginurit bungkik kang kurang sapada
(IPT)