Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Pengertian Supremasi Sipil yang Berkaitan dengan Prinsip Dasar Demokrasi
21 Maret 2025 17:48 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Supremasi sipil menjadi pembicaraan hangat setelah DPR RI menyetujui Revisi Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia pada Kamis (20/3).
ADVERTISEMENT
Revisi UU TNI mencakup beberapa poin penting, seperti TNI aktif boleh menjabat di 14 kementerian/lembaga, usia pensiun bertambah, hingga penambahan tugas TNI dalam menghadapi ancaman siber dan melindungi kepentingan nasional di luar negeri.
Pengesahan revisi UU TNI ini tentu saja memicu perdebatan terkait hubungan antara militer dan sipil di Indonesia. Lantas, apa yang dimaksud dengan supremasi sipil? Simak penjelasan berikut ini.
Apa itu Supremasi Sipil?
Menurut Kenneth W. Kemp dan Charles Hudlin dalam jurnal Armed Forces & Society (1992), supremasi sipil adalah tradisi demokrasi di Amerika Serikat yang menegaskan bahwa militer suatu negara harus selalu berada di bawah pengawasan masyarakat sipil.
Konsep ini juga dijelaskan dalam buku Dwi Fungsi dan Kekaryaan ABRI (1978), yang menyatakan bahwa supremasi sipil merupakan paham yang menempatkan kekuasaan sipil lebih tinggi daripada kekuasaan militer.
ADVERTISEMENT
Dalam sistem demokrasi, supremasi sipil bertujuan untuk memastikan bahwa pemerintahan beroperasi sesuai dengan hukum dan mengutamakan kepentingan rakyat, bukan dikuasai oleh militer atau kelompok bersenjata.
Supremasi sipil juga berkaitan erat dengan prinsip dasar demokrasi yang menjadikan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Namun, prinsip ini bisa terganggu jika militer memiliki kekuasaan lebih tinggi daripada sipil.
Tanpa kontrol sipil, militer yang memiliki wewenang untuk menggunakan kekerasan secara sah (monopoly of violence) berisiko menyalahgunakan kekuasaan dan mengancam prinsip-prinsip demokrasi.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan kontrol sipil terhadap militer agar demokrasi tetap terjaga. Mengutip jurnal Intelijen Pertahanan dan Politik Supremasi Sipil, Samuel Huntington menjelaskan dua pendekatan dalam pengendalian sipil terhadap militer, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Objective Civilian Control
Pengendalian sipil objektif atau objective civilian control dianggap sebagai cara yang sehat dalam mengontrol militer, di mana profesionalisme militer tetap terjaga dengan seimbang.
Metode ini menekankan pada pemisahan yang jelas antara militer dan politik, sehingga militer dapat fokus pada tugas-tugas pertahanan negara tanpa terlibat dalam pengambilan keputusan politik.
2. Subjective Civilian Control
Pengendalian sipil subjektif atau subjective civilian control dianggap kurang ideal karena lebih menekankan kekuatan sipil atas militer, yang berisiko menciptakan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut.
Pendekatan ini dapat memicu ketegangan antara militer dan sipil, di mana militer mungkin merasa terbatas dalam menjalankan perannya, sementara sipil terlalu dominan dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa supremasi sipil adalah prinsip dalam sistem pemerintahan yang menempatkan kekuasaan sipil sebagai otoritas tertinggi atas militer dan institusi bersenjata lainnya.
ADVERTISEMENT
(RK)