Pernah Bikin Tas dari Tulang Manusia, Desainer Arnold Putra Jadi Sorotan Lagi

Berita Heboh
Membicarakan apa saja yang sedang ramai.
Konten dari Pengguna
24 Februari 2022 13:16 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Heboh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Desainer Arnold Putra (kanan) Foto: Instagram/@arnoldputra
zoom-in-whitePerbesar
Desainer Arnold Putra (kanan) Foto: Instagram/@arnoldputra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Arnold Putra jadi perbincangan lagi di internet setelah kepolisian Brasil mengungkap penjualan organ manusia yang dipesan seorang desainer top Indonesia. Meski polisi belum mengungkap identitas sang desainer, tapi nama Arnold kembali mencuat karena pernah membuat tas dari tulang manusia.
ADVERTISEMENT
Arnold pernah memamerkan tas yang materialnya diambil dari tulang belakang manusia pada 2016. Dia menyebut bahwa tas yang dibuat di Los Angeles itu mengambil tulang belakang anak yang menderita osteoporosis.
Menurut Insider, tas tangan karya Arnold seharga 5 ribu dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 78 juta. Tulang belakang digunakan sebagai gagang tas. Sementara material lainnya berupa kulit lidah buaya.
Arnold Putra Desainer yang buat tas dari tulang manusia. Foto: Instagram/@byarnoldputra

Pengakuan Arnold Putra

Arnold pernah buka suara tentang karyanya yang bikin netizen geleng-geleng. Menurut desainer yang pernah pakai seragam mirip Pemuda Pancasila saat acara Paris Fashion Week itu, tulang belakang yang jadi material tasnya berasal dari perusahaan berlisensi di Kanada.
Menurutnya, perusahaan itu menerima spesimen manusia yang disumbangkan untuk obat-obatan, dan kadang-kadang pula menjualnya ketika ada kelebihan. Sementara untuk material lidah buaya, ia mengatakan bahan itu adalah produk sampingan dari industri daging dan kulit buaya.
ADVERTISEMENT
Menanggapi kemarahan di dunia maya ketika itu, Arnold mengatakan kepada Insider, “Ini adalah bagian dari proses pembelajaran kreatif yang harus melibatkan oposisi. Jika tidak, itu hanya akan menjadi bentuk validasi berulang. Saya tidak berniat untuk menjual habis dan akan terus mewujudkan ide-ide saya."