Menakar Dampak Krisis Evergrande ke Properti Indonesia

Konten dari Pengguna
23 November 2021 13:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari User Dinonaktifkan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
China Evergrande Center di Hong Kong, China. Foto: Bobby Yip/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
China Evergrande Center di Hong Kong, China. Foto: Bobby Yip/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perusahaan properti raksasa dari China, Evergrande, kini memiliki total liabilitas (utang) sekitar 305 miliar dolar AS atau setara Rp 4.361 triliun (kurs Rp14.300 per dolar AS). Krisis ini dikhawatirkan bisa mengganggu stabilitas sektor keuangan di China maupun secara global.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, CEO/Managing Partner Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani, mengatakan kasus Evergrande tidak berdampak besar tersebut industri properti tanah air. Sebab, investasi properti di Indonesia masih didominasi oleh investor lokal yang sangat memperhatikan pergerakan pasar dalam negeri.
“Properti di sini lebih dipengaruhi oleh iklim investasi dan pergerakan perekonomian di Indonesia,” kata Johanna kepada wartawan, Senin (22/11/2021).
Pihaknya juga optimistis pertumbuhan ekonomi akan naik di 2022. Terlebih program pembangunan infrastruktur dari pemerintah ikut mendorong sektor properti untuk tumbuh dan berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional.
Data dari Bank Indonesia mencatat kredit kepemilikan rumah (KPR) yang tumbuh 8,7 persen per September 2021.
“Evergrande tidak berdampak negatif terhadap sektor properti di Indonesia secara keseluruhan, memang ada pengaruhnya terhadap kondisi pasar keuangan, terutama pada surat berharga negara (SBN) dan pasar saham tanah air namun saat ini sudah kembali pulih,” tutur Johanna.
ADVERTISEMENT
Salah satu kekhawatiran dari efek Evergrande adalah kenaikan cost of fund atau biaya dana di mana jika biaya dana tinggi, pengembang China yang ada di Indonesia akan otomatis tertekan. Hal ini menyebabkan developer China tidak bisa lagi mencari pendanaan di Indonesia akibat biaya dana yang tinggi, sehingga pasar real estate di Indonesia akan sulit bekerja sama dengan pengembang China.
Potensi imbas ke tanah air juga dapat dilihat dari dua sisi yaitu ekspor dan utang. Krisis likuiditas Evergrande bisa berdampak pada penurunan kepada sektor ekspor yang berorientasi dengan material properti seperti besi baja, keramik, bahan tambang sampai kayu yang masuk dalam rantai pasok industri properti.
Jika Evergrande gagal untuk melakukan pembayaran, hal ini akan berdampak negatif pada bursa saham Indonesia. Dampaknya, investor asing akan menyesuaikan kembali portfolio kepemilikan sahamnya di bursa efek Indonesia.
ADVERTISEMENT

Kasus Evergrande Sempat Disorot Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menyatakan khawatir permasalahan ini akan berimbas terhadap kegiatan ekspor Indonesia ke China. Pasalnya, China merupakan tujuan ekspor barang dari Indonesia yang cukup berpengaruh.
Kenaikan ekspor terutama komoditas sangat dipengaruhi oleh global economic recovery yang dipengaruhi oleh China, Eropa, dan Amerika. Ke depannya, pemerintah Indonesia akan terus mengawasi krisis gagal bayar ini seiring dengan tetap menjaga pemulihan ekonomi.