Konten dari Pengguna

3 Alasan Konsumerisme Dapat Mengakibatkan Munculnya Konflik Sosial

Berita Terkini
Penulis kumparan
21 Januari 2024 17:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Alasan bahwa Konsumerisme sebagai Bentuk Perubahan Sosial Budaya yang Dapat Mengakibatkan Munculnya Konflik Sosial. Sumber: Pexels/Andrea Piacquadio
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Alasan bahwa Konsumerisme sebagai Bentuk Perubahan Sosial Budaya yang Dapat Mengakibatkan Munculnya Konflik Sosial. Sumber: Pexels/Andrea Piacquadio
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Alasan bahwa konsumerisme sebagai bentuk perubahan sosial budaya yang dapat mengakibatkan munculnya konflik sosial adalah tindakan tersebut memicu egosentrisme. Egosentrisme merupakan perilaku yang menjadikan segala hal berpusat pada diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Ketika banyak orang dalam lingkungan masyarakat memiliki sikap egosentrisme, lingkungan tersebut lebih rentan mengalami konflik sosial. Konflik sosial dapat terjadi karena setiap orang tidak mengutamakan kepentingan bersama dan mempunyai sikap intoleran.

Alasan bahwa Konsumerisme sebagai Bentuk Perubahan Sosial Budaya yang dapat Mengakibatkan Munculnya Konflik Sosial

Ilustrasi Alasan bahwa Konsumerisme sebagai Bentuk Perubahan Sosial Budaya yang Dapat Mengakibatkan Munculnya Konflik Sosial. Sumber: Pexels/freestocks.org
Alasan bahwa konsumerisme sebagai bentuk perubahan sosial budaya yang dapat mengakibatkan munculnya konflik sosial merupakan pemahaman yang penting untuk diketahui. Pemahaman tersebut termasuk penting karena memiliki kaitan dengan kehidupan manusia.
Manusia sebagai makhluk sosial sejatinya akan selalu membutuhkan manusia lain untuk bertahan hidup. Contoh paling sederhana adalah ketika ingin makan, manusia membutuhkan manusia lain (penjual makanan) untuk bisa membeli makanan yang diinginkan.
Setiap jenis kegiatan manusia, baik itu jual beli, diskusi, maupun lainnya bisa berjalan dengan lancar selama setiap manusia yang terlibat mempunyai kesamaan visi. Namun, kenyataannya kehidupan sosial manusia bisa mengalami perubahan.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh perubahan sosial budaya dalam kehidupan manusia, yaitu perilaku konsumerisme. Konsumerisme mempunyai makna yang selaras dengan kata konsumen, yakni memakai barang hasil produksi.
Namun, keberadaan “isme” pada konsumerisme mempunyai makna yang lebih luas, sebab konsumerisme termasuk suatu paham. Dikutip dari buku Bebas dari Konsumerisme, Santoso (2006: 6), berikut adalah pengertian konsumerisme.

1. Menurut Raymond J. de Souza

Menurut Souza, konsumerisme adalah cara hidup manusia yang dalam praktiknya membuat barang menjadi objek dari keinginan hati, yaitu membuat benda tersebut menjadi sumber identitas dan tujuan yang akan dicapai dalam hidup.

2. Menurut Richard John Neuhaus

Menurut Neuhaus, konsumerisme adalah menghabiskan hidup karena benda-benda yang dikonsumsi. Konsumerisme hidup ketika diri seseorang diukur dari “apa yang dimiliki” daripada “menjadi apa”.
Jika konsumerisme terus-menerus terjadi dan berkembang dalam kehidupan manusia, paham tersebut dapat menyebabkan konflik sosial. Konflik tersebut dapat terjadi karena konsumerisme memicu timbulnya perilaku egosentrisme.
ADVERTISEMENT

Egosentrisme: Perilaku yang Mengakibatkan Konflik Sosial

Ilustrasi Alasan bahwa Konsumerisme sebagai Bentuk Perubahan Sosial Budaya yang Dapat Mengakibatkan Munculnya Konflik Sosial. Sumber: Pexels/Andrea Piacquadio
Keberadaan konsumerisme membuat manusia menciptakan standar berdasarkan benda yang dimiliki. Manusia bahkan menjadikan benda sebagai suatu pencapaian dalam hidup. Hal itu berarti karier, prestasi, nilai kebaikan, sejenisnya tidak lagi menjadi target utama.
Ketika konsumerisme muncul dan berkembang secara kontinu, paham tersebut dapat menimbulkan sikap egosentrisme dalam kehidupan sosial manusia. Secara singkat, egosentrisme dapat dipahami sebagai perilaku mementingkan diri sendiri.
Dikutip dari buku Menyimak Kritis: Buku Panduan untuk Mata Kuliah Menyimak Kritis, Pusposari (2021: 64), egosentrisme adalah kecenderungan melihat dan memahami realitas sebagai yang berpusat pada diri sendiri.
Kecenderungan tersebut membuat manusia menempatkan pandangan dan nilai diri sendiri sebagai yang lebih unggul daripada orang lain. Misalnya, menganggap pendapat diri sendiri paling benar dan pandangan orang selalu salah.
ADVERTISEMENT
Jika suatu lingkungan masyarakat terdiri dari banyak orang yang egosentrisme, lingkungan tersebut menjadi rentan mengalami konflik sosial. Beberapa konflik sosial yang dapat terjadi, antara lain:
Jadi, alasan bahwa konsumerisme sebagai bentuk perubahan sosial budaya yang dapat mengakibatkan munculnya konflik sosial adalah tindakan tersebut memicu egosentrisme. Egosentrisme merupakan sikap yang selalu mengutamakan diri sendiri. (AA)