Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Memahami Hukum Puasa bagi Musafir dan Ketentuannya
21 Maret 2024 21:11 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Musafir atau seseorang yang sedang melakukan perjalanan jauh adalah salah satu golongan yang mendapat keringanan puasa Ramadan. Hal ini disebabkan oleh adanya hukum puasa bagi musafir berbeda dengan umat Islam umumnya.
ADVERTISEMENT
Terlebih lagi, musafir harus melakukan perjalanan jauh dan membutuhkan banyak energi. Tak jarang, perjalanan seorang musafir memerlukan lebih dari sehari sehingga cukup sulit untuk menunaikan puasa Ramadan.
Hukum Puasa bagi Musafir
Musafir berasal dari bahasa Arab “safara” atau “safar” yang artinya bepergian atau menempuh perjalanan . Sehingga istilah musafir memiliki arti orang yang sedang melakukan perjalanan.
Seseorang dikatakan musafir apabila telah memenuhi beberapa ketentuan, yakni:
1. Tujuan dari Tempat Tinggal
Ketentuan pertama dari musafir adalah keluar dari tempat tinggalnya atau wathan. Sebab, apabila belum keluar dari tempat tinggalnya makan ia belum dikatakan musafir.
2. Memiliki Tujuan Baik
Perjalanan yang dilakukan harus memiliki tujuan yang jelas dan baik, bukan hanya untuk jalan-jalan tanpa arah atau tujuan. Selain itu, tidak boleh memiliki tujuan maksiat atau hal-hal yang buruk.
ADVERTISEMENT
3. Memiliki Jarak Tertentu
Kriteria orang dikatakan musafir harus melewati jarak minimal. Menurut pendapat sebagian besar ulama, jarak minimal seseorang dikatakan sebagai musafir adalah 48 mil atau 85 km. Hal ini didasarkan sebuah hadis,
“Dahulu Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum mengqashar shalat dan tidak berpuasa ketika bersafar menempuh jarak 4 burud (yaitu: 16 farsakh).” (HR. Bukhari)
Lalu, bagaimana dengan hukum puasa bagi musafir?
Dikutip dari buku Step By Step Fiqih Puasa oleh Agus Arifin (2013), musafir diperbolehkan untuk membatalkan puasa. Meski demikian, hari yang tidak puasa tersebut harus diganti di lain hari. Allah Swt. berfirman,
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, jika sekiranya mampu berpuasa saat bepergian jauh, tetap dianjurkan untuk melanjutkan puasanya. Sebagaimana dari sebuah hadis dari Abu Darda’, beliau berkata,
Demikianlah penjelasan tentang hukum puasa bagi musafir. Meskipun diperbolehkan untuk tidak berpuasa saat melakukan perjalanan jauh, namun jika seandainya masih mampu, maka lebih baik untuk melanjutkannya. (MZM)
ADVERTISEMENT