Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
3 Ramadhan 1446 HSenin, 03 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Pengertian dan Macam-Macam Mukhasis Munfasil dalam Islam beserta Contohnya
16 Maret 2023 21:05 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam belajar ilmu fiqih Islam , terdapat sebuah pembahasan yang bernama lafaz ‘am. Jika membahas lafaz 'am, tak bisa dilepaskan dari mukhasis yang terdiri dari dua macam, salah satunya adalah mukhasis munfasil. Maka dari itu, ulasan berikut akan menjelaskan secara singkat tentang pengertian dan macam-macam mukhasis munfasil beserta contohnya.
ADVERTISEMENT
Pengertian dan Macam-Macam Mukhasis Munfasil dalam Islam beserta Contohnya
Sebelum ke penjelasan tentang mukhasis munfasil, kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan lafaz ‘am.
‘Am adalah lafal yang mengandung arti umum yang menunjukkan banyak dan tidak terbatas, secara bahasa artinya merata, yang umum. Sedangkan menurut Muhamad Abu Zahrah menjelaskan lafaz yang umum ('am) ialah yang menunjukkan pada jumlah yang banyak dan satuan yang termasuk dalam pengertiannya dalam satu makna yang berlaku.
Adapun pengertian mukhasis menurut Amir Syarifuddin dalam buku Ushul Fiqih 2 (2008: 97), adalah suatu dalil yang menjadi adanya pengkhususan lafaz atau sesuatu yang mentakhsiskan. Suatu hukum dalam bentuk ‘am, maka diamalkanlah hukum itu menurut keumumannya, kecuali bila ada dalil yang menunjukkan adanya takhsis da dalilitulah yang disebut mukhasis.
ADVERTISEMENT
Mukhasis sendiri terbagi menjadi dua macam, yakni mukhasis muttasil dan mukhasis munfasil.
Mukhasis muttasil adalah dalil yang bersambung adalah apabila makna yang mengkhususkan, berhubungan erat/bergantung pada kalimat umum sebelumnya.
Di sisi lain, mukhasis munfasil adalah dalil umum/makna dalil yang sama dengan dalil atau makna dalil yang mengkhususkannya, masing-masing berdiri sendiri, yakni tidak berkumpul tetapi terpisah.
Macam-Macam Mukhasis Munfasil
Adapun macam-macam dari mukhasis munfasil yakni:
1. Takhsis Al-Quran dengan Al-Quran
Dalil Al-Quran yang umum dikhususkan dengan dalil juga. Ulama sepakat menetapkan bolehnya mentakhsis Al-Quran atau potongan ayat Al-Quran dengan ayat lainnya. Contoh:
وَٱلْمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٍ
Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'” (QS. Al-Baqarah: 228)
Ayat ini adalah ‘Am, mencakup setiap istri yang dicerai baik dalam keadaan hamil maupun tidak, sudah digauli maupun belum. Tetapi keumuman ini ditakhsis oleh ayat dalam Surat At-Thalaq ayat 4,
ADVERTISEMENT
وَٱلَّٰٓـِٔى يَئِسْنَ مِنَ ٱلْمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمْ إِنِ ٱرْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشْهُرٍ وَٱلَّٰٓـِٔى لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُو۟لَٰتُ ٱلْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مِنْ أَمْرِهِۦ يُسْرًا
Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang-siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. At-Thalaq: 4)
2. Tahksis Al-Quran dengan Sunnah
Untuk sunnah yang kekuatannya mutawattir para ulama tidak berbeda pendapat tentang bolehnya sunnah mentakhsis Al-Quran tetapi untuk hadits yang ahad ulama tidak sepakatakan kebolehanya. Dalil Al-Quran yang umum dikhususkan oleh sunnah. Contoh yang ditakhsis oleh hadits ialah:
ADVERTISEMENT
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟
Artinya: “Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba)” (QS. Al-Baqarah: 275)
Ayat ini di takhsis oleh jual beli yang fasid sebagaimana disebutkan dalam sejumlah hadits. Antara lain disebutkan dalam kitab sahih bukhari, dari ibnu umar, ia berkat: “Rasulullah melarang mengambil upah dari air mani kuda jantan”.
Dalam sahihain diriwayatkan dari ibnu umar bahwa Rasulullah melarang jual beli kandungan binatang yang mengandung, jual beli seekor unta sampai unta itu melahirkan, kemudian anaknya itu beranak pula dan hadits-hadits lainnya. Untuk jual beli didispensasikanlah yang bernama ariyah, yakni menjual kurma basah yang masih di pohon dengan kurma kering. Jual beli ini diperkenankan (mubah) oleh sunnah.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana yang dijelaskan Jabir bin Abdillah, ia menceritakan,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang transaksi muhaqalah, muzabanah, muawamah, mukhabarah, dan ats-Tsunya. Namun beliau memberi keringanan untuk transaksi Araya. (HR. Muslim no. 3994)
3. Tahksis Sunnah dengan Al-Quran
Ulama berbeda pendapat dalam mentakhsis sunnah dengan Al-Quran:
Ulama membolehkan takhsis sunnah dengan Al-Quran dengan argumen sebagai beriku
Banyak terjadi keumuman sunnah ditakhsis oleh Al-Quran seperti sunnah nabi dari Abu Hurairahm ia berkata Rasulullah SAW bersabda:
“Allah tidaklah menerima shalat salah seorang di antara kalian ketika ia berhadats sampai ia berwudhu.” (HR. Bukhari no. 6954 dan Muslim no. 225)
ADVERTISEMENT
Kemudia ditakhssis dengan Al-Quran dalam Surat An-Nisa ayat 43:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْرَبُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمْ سُكَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا۟ مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِى سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا۟ ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. An-Nisa: 43)
ADVERTISEMENT
4. Tahksis al Quran dengan Rayu (ijma, Qiyas, dll)
Mentakhsis Al-Quran dengan hasil ijtihad para mujtahid. Dengan demikian, menurut sebagian ulama, takhsis itu melalui petunjuk ijma atau dengan ijma itu sendiri. Ulama lain menganggap bahwa ijma itu menetapkan suatu hukum yang mentakhsis kumuman ayat Al-Quran atau sunnah.
Contoh:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا نُودِىَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوْمِ ٱلْجُمُعَةِ فَٱسْعَوْا۟ إِلَىٰ ذِكْرِ ٱللَّهِ
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS. Al-Jumuah: 9)
Secara umum ayat ini mewajibkan setiap orang beriman untuk melakukan shalat Jumat baik laki laki maupun perempuan. Keumukan ayat ini dibatasi oleh ijma ulama yang menyandarkan pada hadits nabi bahwa perempuan itu tidak wajib melakukan shalat Jumat.
ADVERTISEMENT
Demikianlah penjelasan tentang pengertian, macam, dan contoh mukhasis munfasil. Semoga informasi di atas bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang fiqih dalam agama Islam.(MZM)