Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Sejarah dan Isi Dekrit Presiden 5 juli 1959
21 Februari 2023 17:55 WIB
·
waktu baca 5 menitDiperbarui 3 Agustus 2023 15:42 WIB
Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebutkan isi Dekrit Presiden 5 juli 1959! Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 merupakan dekrit presiden yang pertama kali dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI ). Dekrit tersebut diterbitkan oleh Presiden Soekarno untuk menyelesaikan permasalahan pada masa itu.
ADVERTISEMENT
Dekrit presiden harus dikeluarkan saat sebuah masalah yang berdampak pada skala nasional tidak kunjung terselesaikan.
Adapun Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah salah satu bagian penting dalam dinamika sejarah bangsa Indonesia, terutama dalam sektor pemerintahan. Oleh karena itu, sudah selayaknya generasi di masa kini memahami sejarah dari isi dekrit tersebut.
Sejarah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Mengutip buku Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas IX oleh Mudjiatun, dkk., (2022), Dekrit Presiden adalah ketetapan yang dikeluarkan oleh Soekarno karena kegagalan Badan Konstituante dalam menetapkan UUD baru untuk menggantikan UUD Sementara (UUDS) 1950.
Adapun Badan Konstituante adalah lembaga dewan perwakilan yang mempunyai wewenang untuk membentuk konstitusi baru. Salah satu alasan UUDS 1950 perlu diganti adalah pada saat itu sering terjadi pergantian kabinet, sehingga pemerintahan menjadi tidak kondusif.
ADVERTISEMENT
Anggota konstituante mulai melakukan sidang untuk menetapkan UUD baru pada tanggal 10 November 1956. Setelah dua tahun berselang, sayangnya UUD yang dikehendaki belum juga terumuskan untuk menggantikan UUD lama.
Walaupun demikian, Konstituante kembali melakukan voting karena jumlah suara tidak memenuhi jumlah anggota yang harus hadir dalam sidang. Voting kedua dilaksanakan pada 1 dan 2 Juni 1959, yang berujung pada kegagalan.
Usulan Presiden Soekarno untuk kembali menggunakan UUD 1945 sempat memicu pro dan kontra. Setelah melalui diskusi yang panjang, Presiden Soekarno akhirnya memutuskan untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sejak itu, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin.
ADVERTISEMENT
Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Isi Dekrit Presiden 5 juli 1959 memiliki fungsi penting agar Bangsa Indonesia terhindar dari konflik yang berlangsung terus-menerus dan mampu membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu, sistem Demokrasi Liberal dibubarkan dan diganti dengan sistem Demokrasi Terpimpin.
Adapun isi Dekrit Presiden 5 juli 1959 yakni sebagai berikut:
Dampak Dekrit Presiden 5 juli 1959 adalah bentuk pemerintahan mengalami perubahan, yang semula parlementer menjadi presidensial. Adapun dampak lainnya yaitu berlakunya UUD 1945, dihapusnya posisi perdana menteri, dan masuknya ABRI dalam pemerintahan melalui dwi fungsi.
ADVERTISEMENT
Latar Belakang Dekrit Presiden
Latar belakang dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah kegagalan Badan Konstituante dalam menjalankan tugasnya, yaitu membuat UUD baru sebagai pengganti dari UUDS 1950.
Dikutip dari buku Sejarah Hukum Indonesia oleh Sutan Remy Sjahdeini (2021: 171), anggota Konstituante mulai bersidang untuk merumuskan UUD baru pada 10 November 1956. Namun, hingga tahun 1958, Konstituante belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan.
Banyak faktor yang menyebabkan kondisi ini, salah satunya karena sering timbul perdebatan sengit antarpartai yang berlarut-larut. Masing-masing anggota Konstituante terlalu mementingkan partainya.
Sementara itu, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat agar konstitusi kembali kepada UUD 1945 semakin kuat.
Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 25 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945. Amanat presiden ini diperdebatkan dan akhirnya diputuskan untuk melakukan pemungutan suara.
ADVERTISEMENT
Pada 30 Mei 1959, Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak menyetujuinya.
Meskipun suara yang menyetujui lebih banyak daripada yang tidak setuju, tetapi nyatanya jumlah suara tidak memenuhi kuorum (dua pertiga jumlah minimum anggota yang hadir) sehingga pemungutan suara harus diulang.
Pemungutan suara kembali diadakan pada 1 dan 2 Juni 1959. Dari dua kali pemungutan suara, Konstituante kembali gagal mencapai dua pertiga suara yang dibutuhkan.
Pada akhirnya, Konstituante memutuskan reses (istirahat dari kegiatan sidang) yang ternyata untuk selamanya-lamanya.
Kegagalan Konstituante menetapkan UUD baru sangat membahayakan kelangsungan negara. Pemberontakan-pemberontakan di daerah terus bergejolak. Timbulnya ketidakstabilan negara terjadi karena negara tidak memiliki pedoman konstitusi yang jelas.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, setelah Konstituante gagal menetapkan UUD 1945 menjadi konstitusi RI, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka pada 5 Juli 1959 pukul 17.00.
Dekrit Presiden tersebut mendapat dukungan dari masyarakat. Mahkamah Agung membenarkan dekrit tersebut dan DPR dalam sidangnya pada 22 Juli 1959 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk terus bekerja dengan berpedoman kepada UUD 1945.
Dampak Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pada dasarnya, ada beberapa dampak yang ditimbulkan dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, baik dampak positif maupun negatif. Berikut penjelasannya:
1. Dampak Positif Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Beberapa dampak positif dikeluarkannya Dekrit Presiden, yaitu:
ADVERTISEMENT
2. Dampak Negatif Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dekrit Presiden juga memiliki beberapa dampak negatif di dalam penyelenggaraan negara, di antaranya:
(DLA & SFR)