Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sejarah Tradisi Perayaan untuk Menyambut Bulan Ramadan di Semarang
28 Februari 2024 17:04 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di Jawa Tengah tepatnya kota Semarang, terdapat tradisi perayaan yang bersejarah dan sudah turun temurun dilakukan untuk menyambut bulan Ramadan. Nama tradisi perayaan untuk menyambut bulan Ramadan di Semarang adalah Dugderan.
ADVERTISEMENT
Sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya lokal, Dugderan tidak hanya menyiratkan keseruan dan keceriaan dalam menyambut bulan suci bagi umat Islam. Namun, juga mengandung makna-makna mendalam yang melekat dengan identitas masyarakat Semarang.
Sejarah Tradisi Perayaan untuk Menyambut Bulan Ramadan di Semarang adalah Dugderan
Mengutip dari buku 70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia, Fitri Haryani NasuXon, (2019), nama tradisi perayaan untuk menyambut bulan Ramadan di Semarang adalah dugderan. Dugderan adalah salah satu cara mencurahkan rasa rindu masyarakat terhadap bulan Ramadan atau sebagai tradisi menyambut datangnya bulan suci.
Sejarah tradisi Dugderan bermula pada tahun 1881 M, ketika Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat mengambil langkah berani untuk menormalisasi penentuan awal puasa Ramadan di wilayahnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini dilakukan guna menyatukan umat Islam di Semarang yang sebelumnya seringkali berbeda pendapat terkait penanggalan awal bulan suci tersebut.
Melalui upacara pemukulan bedug Masjid Agung dan letusan meriam bambu di halaman kabupaten, beliau menetapkan hari dimulainya puasa Ramadan. Peristiwa ini menjadi dasar dari tradisi Dugderan yang terus diwariskan hingga saat ini.
Dugderan, yang mengambil nama dari perpaduan bunyi bedug ('dug dug') dan meriam ('der'), menjadi simbol perayaan yang amat meriah dan beragam. Salah satu elemen penting dari tradisi ini adalah Warak Ngendog, sebuah maskot yang melambangkan semangat dan keceriaan masyarakat Semarang dalam menyambut Ramadan.
Binatang rekaan ini, dengan tubuh kambing, kepala naga, dan bersisik, memberikan nuansa magis dan tradisional pada perayaan. Telur rebus yang disebut 'endog' dalam tubuh Warak Ngendog juga mengandung makna historis, merujuk pada masa lalu di mana telur merupakan makanan mewah yang langka pada masa itu.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2023, Kirab dari Balai Kota Semarang menuju Alun-Alun Masjid Agung Kauman menjadi puncak dari perayaan ini. Pada saat itu, Warak Ngendog dan berbagai pertunjukan seni rakyat turut memeriahkan suasana.
Itulah sejarah dan nama tradisi perayaan untuk menyambut bulan Ramadan di Semarang adalah dugderan. Tradisi Dugderan di Semarang bukan sekadar perayaan, tetapi juga sebuah warisan yang menyatukan masyarakat dalam menyambut bulan Ramadan. (RIZ)