Kilas Balik Asal Usul dan Sejarah Imlek di Indonesia

Konten dari Pengguna
1 Februari 2022 6:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Update tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sejarah Imlek di Indonesia, Foto: Unsplash/Elvir K
zoom-in-whitePerbesar
Sejarah Imlek di Indonesia, Foto: Unsplash/Elvir K
ADVERTISEMENT
Hari ini seluruh masyarakat Tionghoa merayakan Imlek, termasuk yang tinggal di Indonesia. Sejarah Imlek dimulai dari ditetapkannya penanggalan lunar ini pada masa dinasti Han di China.
ADVERTISEMENT
Sistem kalender ini mengawali tahun pada musim semi, yang sangat cocok untuk masyarakat agraris China. Perayaan Imlek sendiri dimulai sekitar abad ke-5 M.

Sejarah Imlek di Indonesia

Sejarah Imlek di Indonesia, Foto: Unsplash/Tony Pham
Meski sejarah Imlek secara umum tampak baik-baik saja, tetapi sejarah Imlek di Indonesia sempat mengalami pasang-surut, lho.
Asia Tenggara banyak disebut di naskah Cina sejak abad ke-3 Masehi. Kala itu, banyak orang Cina yang bermigrasi ke berbagai wilayah di Asia Tenggara untuk berdagang, salah satunya Nusantara.
Migrasi tersebut berdampak pada perkembangan sistem kongsi, sistem moneter, teknik produksi, teknik kemaritiman, dan budidaya berbagai komoditas di Indonesia, seperti padi, gula, udang, tiram, garam, dan lain-lain.
Selain itu, migrasi tersebut tentu saja turut membawa budaya perayaan Imlek ke tengah masyarakat Nusantara, yang kemudian menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada masa pemerintahan Soekarno, warga Tionghoa dihadapkan pada pemilihan identitas kewarganegaraan: tetap jadi warga negara Republik Rakyat Cina yang baru berdiri, Republik Cina di Taiwan di bawah Partai Kuomintang, atau jadi warga negara Republik Indonesia.
Presiden Soekarno segera menetapkan hari raya orang Tionghoa lewat Penetapan Pemerintah tentang hari-hari raya umat beragama No.2/OEM-1946.
Pada pasal 4, ditetapkan 4 hari raya orang Tionghoa, yaitu: Tahun Baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu pada tanggal 18 bulan 2 Imlek, Ceng Beng, dan hari lahirnya Khonghucu pada tanggal 27 bulan 2 Imlek.
Semua Tionghoa kala itu bisa berekspresi bebas, seperti berbahasa Mandarin, berbahasa lokal, memeluk agama Konghucu, membaca koran Mandarin, menyanyikan lagu Mandarin, memiliki nama Cina, dan bahkan menggunakan plang bertuliskan Mandarin di toko, sekolah, restoran, dan bengkel.
ADVERTISEMENT
Melansir buku Pecinan Semarang, Ananda Astrid Adrianne, (2013:34), pada 6 Desember 1967, Presiden Soeharto menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina.
Instruksi itu menetapkan bahwa semua upacara agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkup keluarga secara tertutup, sehingga masyarakat Tionghoa tidak bebas berekspresi.
Aturan itu berlaku setelah Soeharto melarang Partai Komunis dan ajaran Komunis. Selain pelarangan aktivitas terkait kebudayaan Tionghoa secara terbuka, agama Konghucu tidak lagi diakui, bahasa Mandarin tidak boleh digunakan sama sekali, dan Indonesia bahkan membekukan hubungan diplomatik dengan Cina.
Selanjutnya, pada 17 Januari 2000, Presiden KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menerbitkan Keppres No.6/2000 tentang pencabutan Inpres No.14/1967.
ADVERTISEMENT
Pencabutan tersebut membuat masyarakat Tionghoa kembali bebas menganut agama, kepercayaan, dan melakukan berbagai aktivitas terkait adat istiadatnya secara terbuka.
Kemudian, pada 19 Januari 2001, Menteri Agama RI juga menerbitkan Keputusan No.13/2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif, Imlek termasuk di dalamnya.
Hari libur fakultatif adalah hari libur yang ditentukan oleh pemerintah daerah setempat atau instansi masing-masing. Karena tidak ditetapkan oleh pemerintah pusat, maka masyarakat Tionghoa di setiap daerah tidak mendapatkan kepastian libur pada hari raya Imlek setiap tahunnya. Bisa saja tahun ini libur, tahun depan tidak.
Jadi, karyawan Tionghoa yang menetap di daerah yang tidak libur perlu mengambil cuti untuk merayakan Imlek. Contoh libur fakultatif lainnya adalah Hari Raya Deepavali untuk umat Hindu.
ADVERTISEMENT
Perayaan Imlek sebagai hari libur nasional akhirnya ditetapkan Presiden Megawati Soekarnoputri melalui Keppres Nomor 19 Tahun 2002.
Sejak saat itu, seluruh masyarakat Tionghoa akhirnya kembali menjalani perayaan imlek di ruang publik tanpa rasa takut dan tanpa kebingungan sama sekali. Itulah kilas balik sejarah Imlek di Indonesia.
Kini Tahun Baru Imlek 2022 tetap dirayakan secara terbuka. Namun, mengingat lonjakan kasus COVID-19 yang kembali meningkat, Imlek dapat dirayakan dengan protokol kesehatan yang berlaku. (BRP)