Kitab Sutasoma: Pengarang, Isi, dan Semboyan Negara Indonesia

Konten dari Pengguna
25 Mei 2022 18:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Update tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi semboyan negara Indonesia yang diambil dari kitab Sutasoma. Foto: unsplash.com/mufidpwt
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi semboyan negara Indonesia yang diambil dari kitab Sutasoma. Foto: unsplash.com/mufidpwt
ADVERTISEMENT
Sebagaimana yang kita ketahui, semboyan negara Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika merupakan kalimat dengan bahasa Sansekerta yang diambil dari kitab bernama Sutasoma. Kitab ini merupakan sebuah syair yang ditulis dalam bahasa Jawa kuno dengan aksara Bali.
ADVERTISEMENT
Kitab Sutasoma dikarang oleh seorang pujangga Kerajaan Majapahit. Lantas, siapakah pengarang Kitab Sutasoma dan apa isi dari kitab tersebut hingga Mohammad Yamin mencetuskan Bhinneka Tunggal Ika menjadi semboyan negara kita?

Kitab Sutasoma: Pengarang, Isi, dan Semboyan Negara Indonesia

Kitab Sutasoma merupakan sebuah syair yang dibuat oleh pujangga terkenal pada masa kerajaan Majapahit. Pujangga tersebut bernama Mpu Tantular. Dalam bahasa Jawa Kuno, nama Mpu merupakan gelar kepada orang yang pandai atau tukang. Sementara Tantular berasal dari dua kata, yakni tan yang artinya tidak dan tular yakni terpengaruhi. Sehingga, Tantular memiliki arti orang yang teguh.
Mpu Tantular hidup di masa pemerintahan Raja Rajasanagara atau yang dikenal dengan Hayam Wuruk. Ia juga masih bersaudara dengan sang raja, yaotu keponakannya Bhratratmaja dan menantu adik wanita sang raja.
Ilustrasi Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular. Foto: unsplash.com/svalenas

Isi Kitab Sutasoma

ADVERTISEMENT
Dikutip dari buku Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Fakultas Sastra Universitas Indonesia karya T. E. Behrend dan Titik Pudjiastuti (1997:285-285), Kitab Sutasoma merupakan kisah Sang Sutasoma sebagai titisan Sang Hyang Buddha untuk menegakkan dharma. Sutasoma, putra Prabu Mahaketu dari kerajaan Astina, lebih menyukai mendalai ajaran Buddha Maharaya daripada harus menggantikan ayahnya sebagai raja.
Batera Surasoma memiliki misi yaitu menumpaskan segala ulah manusia yang berbuat jahat atau senantiasa mengganggu ketentuan dunia lewat perubahan wujud seperti desti, leyak, dan makhluk lain yang serba menyeramkan serta mantra-mantar yang sakti.
Kitab Sutasoma berakhir dengan mantra Regina Sastra Bahu yang berfungsi menetralisir kembali dunia beserta isinya yang memakai sarana tertentu. Di antaranya Sata Panca Warna, Sgawu, Tepung Tawar, dan lainnya dengan puja-puja dan dipendam secara terpisah di keempat penjuru angin (nyatur) dalam tempat atau pekarangan.
ADVERTISEMENT

Semboyan Negara Indonesia

Seperti yang kita ketahui, semboyan negara kita adalah Bhinneka Tunggal Ika dari Kitab Sutasoma. Kutipan frasa ini terdapat pada pupuh 139 bait 5 yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya adalah Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecahbelahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Hal ini dikarenakan keterbukaan dari Mpu Tantular terhadap ajaran lain, terutama ajaran Hindu-Siwa yang bisa didapatkan pada kitabnya yaitu Arjunawijaya dan Sutasoma. Selain itu, masyarakat Majapahit juga sudah mengenal berbagai agama, meskipun agama mayoritasnya adalah Hindu dan Buddha. (MZM)