Perbedaan Ciri-ciri Fisik Laki-Laki dan Perempuan setelah Masa Pubertas

Konten dari Pengguna
16 September 2021 13:05 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Update tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi laki-laki dan perempuan setelah masa pubertas. Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi laki-laki dan perempuan setelah masa pubertas. Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
Perbedaan ciri-ciri fisik laki-laki dan perempuan setelah masa pubertas ditandai dengan sejumlah perubahan. Setiap orang tua perlu mengetahui ciri-ciri tersebut agar dapat menyikapinya dengan bijak sesuai dengan perkembangan usianya.
ADVERTISEMENT
Masa pubertas pada anak laki-laki dan perempuan memiliki ciri yang berbeda. Lantas, apa perbedaan ciri-ciri fisik laki-laki dan perempuan setelah masa pubertas yang perlu diketahui? Simak pembahasannya di bawah ini.

Apa Itu Masa Pubertas?

Ilustrasi anak laki-laki pada masa pubertas. Foto: Pexels
Secara bahasa, kata pubertas berasal dari bahasa Latin yang berarti "usia kedewasaan". Kata ini lebih menunjukkan pada perubahan fisik daripada perubahan perilaku yang terjadi pada saat individu mengalami kematangan seksual.
Dikutip dari Pengantar Psikologi untuk Kebidanan oleh H. Z. Pieter (2018), masa pubertas adalah suatu periode yang unik dan ditandai oleh sejumlah perubahan. Pubertas menjadi masa seseorang mengakhiri usia kanak-kanak sekaligus menjadi masa awal menuju dewasa.
Dengan demikian, masa pubertas adalah suatu periode yang ditandai dengan perubahan cepat menuju kematangan fisik dengan melibatkan perubahan hormon dan tubuh yang terjadi selama masa remaja awal. Penentu pubertas meliputi makanan, kesehatan, bawaan, dan massa tubuh.
ADVERTISEMENT

Perbedaan Fisik Laki-Laki dan Perempuan setelah Masa Pubertas

Ilustrasi anak-anak yang memasuki masa pubertas. Foto: Unsplash
Perlu diketahui bahwa perbedaan fisik tersebut dapat diamati secara jelas. Anak perempuan yang telah mengalami pubertas ditandai dengan menstruasi dan payudara yang membesar.
Adapun pada anak laki-laki, ciri-ciri pubertas ditandai dengan rambut yang tumbuh di bagian wajah dan suara yang mulai bertambah berat.
Pubertas yang normal pada anak perempuan dapat terjadi mulai usia 11 tahun, sementara anak laki-laki dimulai saat usia 12 tahun. Meskipun demikian, masa pubertas yang dialami oleh setiap orang berbeda-beda dan tidak bisa disamaratakan.
Secara umum, rentang waktu pubertas dapat terjadi saat anak berusia 8-14 tahun. Proses pubertas dapat berlangsung, bahkan sampai 4 tahun.

Ciri-Ciri Pubertas pada Anak Perempuan

Ilustrasi anak perempuan yang sudah memasuki masa pubertas. Foto: Pexels
Berikut adalah ciri-ciri pubertas pada anak perempuan yang perlu diketahui:
ADVERTISEMENT

Ciri-Ciri Pubertas pada Anak Laki-laki

Ilustrasi anak laki-laki yang sudah memasuki masa pubertas. Foto: Pexels
Berikut adalah ciri-ciri pubertas pada anak laki-laki yang perlu diperhatikan:
ADVERTISEMENT
Masa pubertas yang dialami oleh anak-anak merupakan masa awal menuju dewasa. Oleh karena itu, pubertas hendaknya bukan hanya ditandai dengan perubahan fisik, namun juga perubahan cara bersikap dan berpikir menjadi lebih dewasa.

Tips untuk Menemani Anak Saat Masa Puber

Ilustrasi seorang ibu yang membimbing anak saat masa pubertas. Foto: Pexels
Saat menghadapi pubertas, anak akan mengalami perubahan fisik dan emosi. Hal ini terkadang tidak bisa diterima begitu saja oleh anak-anak. Karenanya, anak membutuhkan sosok orang tua yang dapat membuat mereka merasa nyaman.
Dirangkum dari Whiz dan Better Health, berikut adalah beberapa tips untuk menemani anak saat masa pubertas.

1. Memberikan Instruksi

Pada masa pubertas, emosi anak cenderung tidak stabil. Dalam dirinya, anak mengalami kebingungan dengan perubahan fisik dan emosi mereka. Selain itu, mereka menjadi lebih mudah tersinggung, sedih, dan bingung dengan lingkungan pergaulannya.
ADVERTISEMENT
Dalam kondisi ini, orang tua perlu membimbing anaknya dan memberikan instruksi agar anak tidak berpikiran terlalu jauh dalam menghadapi perubahan dirinya. Berikan arahan kepada anak untuk tetap berada dalam norma dan budaya yang dianut keluarga.

2. Bersabar

Peran selanjutnya yang harus diberikan orang tua kepada anaknya adalah rasa nyaman. Buatlah anak merasa nyaman dan percaya pada orang tuanya sehingga anak bisa terbuka mengenai masalah yang dihadapinya, terutama pada masa pubertas.
Pada kondisi ini, anak mungkin akan memberikan respons yang emosional, sehingga orang tua perlu banyak bersabar dalam menghadapi anak. Jangan melampiaskan amarah pada anak ketika mereka merasa kebingungan dengan dirinya.

3. Jangan Lupakan Perubahan Fisik pada Anak

Saat melewati masa pubertas, anak akan menemukan hal-hal baru, terutama perubahan fisik. Perubahan fisik tersebut mulai dari munculnya jerawat, berkembangnya payudara, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Dalam kondisi ini, coba berikan pengertian kepada anak mengenai perubahan fisiknya dan hal-hal yang harus dilakukan saat terjadi perubahan tersebut.
Ingatkan pada anak bahwa setiap orang mengalami hal yang sama, agar anak dapat menerima perubahan fisik yang ada pada dirinya.

4. Ajak Anak Berkomunikasi

Selama masa pubertas, banyak hal yang terjadi pada anak-anak. Oleh karena itu, ajak anak berkomunikasi dan jadilah teman diskusi bagi anak.
Terkadang, anak enggan berbicara dengan orang tuanya karena orang tua terkesan terlalu menghakimi atau menggurui. Padahal, yang dibutuhkan anak pada masa pubertas adalah teman untuk bertukar pikiran.
Sebagai orang tua, tempatkan posisi seperti saat Anda berada di masa pubertas. Jadilah pendengar yang baik bagi anak tanpa menggurui dan menghakimi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, berilah ilmu mengenai pubertas kepada anak tanpa ditutup-tutupi, seperti ilmu tentang reproduksi. Segala perubahan fisik dan perubahan tingkah laku perlu diiringi dengan ilmu pengetahuan agar anak merasa terbiasa.

Masalah Terkait Masa Pubertas

Ilustrasi seorang anak bisa mengalami masalah terkait pubertas. Foto: Pexels
Dalam kasus tertentu, tidak semua anak-anak dan remaja melewati masa pubertas yang normal. Terkadang, beberapa orang bisa mengalami masalah terkait masa pubertas, seperti:

1. Pubertas Dini

Pubertas dini adalah suatu kondisi ketika tubuh seorang anak mulai mengalami perubahan fisik menjadi tubuh orang dewasa terlalu cepat. Pada anak perempuan, pubertas umumnya dimulai antara usia 8-13 tahun, sedangkan pada anak laki-laki antara usia 9-14 tahun.
Menurut American Psychological Association, pubertas dini terjadi ketika seorang anak mengalami percepatan pertumbuhan dan pematangan tulang sebelum waktunya.
ADVERTISEMENT
Pada anak perempuan, tanda-tanda pubertas dini terjadi sebelum usia 8 tahun dan anak laki-laki sebelum usia 9 tahun. Kondisi ini mempengaruhi sekitar 1 dari 5.000 anak di dunia.

2. Pubertas yang Datang Terlambat

Tubuh seorang anak mulai membuat hormon seks selama masa pubertas, biasanya antara usia 10-14 tahun untuk anak perempuan dan 12-16 tahun untuk anak laki-laki.
Ketika perubahan tubuh ini tidak terjadi atau berkembang secara abnormal, anak akan mengalami keterlambatan pubertas. Kondisi ini biasanya lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
Pubertas yang datang terlambat pada anak perempuan ditandai dengan bagian payudaranya yang belum berkembang hingga usia 13 tahun dan belum mendapatkan menstruasi hingga usia 16 tahun.
Sementara pubertas yang terlambat pada anak laki-laki adalah ketika testis dan penis anak belum membesar, suaranya belum berubah menjadi dalam, dan rambut belum tumbuh di berbagai tempat pada usia 16 tahun.
ADVERTISEMENT

3. Tidak Mengalami Pubertas

Dalam kasus tertentu, seorang anak mungkin tidak mengalami pubertas apabila mereka mengalami suatu kondisi yang disebut sindrom Kallmann. Kondisi ini memengaruhi hormon dalam perkembangan seksual anak.
Mengutip jurnal Kallmann Syndrome oleh James Sonne, dkk., sindrom Kallmann adalah kelainan genetik ketika tubuh tidak bisa memproduksi hormon yang terlibat dalam perkembangan seksual. Gangguan hormonal ini menyebabkan pubertas menjadi tertentu.
Sindrom Kallmann disebabkan oleh masalah pada saraf di otak yang memberi sinyal ke hipotalamus. Kondisi ini juga dapat terjadi akibat mutasi gen.
(DLA & SFR)