Mengenal Istilah Begpacker, Melancong ke Sana ke Mari Hanya dengan Modal Nekat

Berita Viral
Membahas isu-isu yang lagi viral
Konten dari Pengguna
1 Desember 2020 14:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Viral tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Begpacker. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Begpacker. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Begpacker adalah mereka yang bepergian dengan modal nekat dan semangat. Namun tak jarang hal ini membuat mereka akhirnya jadi masalah di negeri orang. Sampai akhirnya dipulangkan.
ADVERTISEMENT
Bukan rahasia lagi kalau Asia (khususnya Asia Tenggara) menjadi solusi bagi kamu yang berencana traveling ke luar negeri tanpa mesti membawa dana besar. Konon, bagi wisatawan domestik maupun luar negeri, Asia Tenggara kerap dijadikan salah satu opsi untuk menyiasati bujet ngepas di kantong, tetapi ingin merasakan pengalaman traveling yang unik dan seru.
Wajar saja, Asia Tenggara memang dikenal kaya akan budaya, tradisi, suku, bahasa, terlebih jika ditilik dari segi biaya serta uang yang harus dikeluarkan pastinya lebih sedikit bila dibandingkan traveling ke benua Eropa.
Meski kata murah tidak berlaku di Singapura, Asia Tenggara bisa dibilang jadi tujuan terbaik bagi begpacker. Terlebih sikap penduduknya yang sangat ramah, apalagi pada orang asing, sehingga membuat orang asing yang berkunjung berpikir akan sangat mudah mendapat bantuan ketika kesulitan menghadang.
Ilustrasi Begpacker. Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
Ironisnya, sifat dan sikap penduduk di Asia Tenggara justru malah disalahgunakan oleh 'bule kere' yang tidak bertanggung jawab tersebut. Benjamin Holst misalnya, WNA asal Jerman tersebut, sengaja mengemis di negara yang ia datangi dengan modus kehabisan uang. Aksinya terdeteksi pernah di Fillipina, Thailand, termasuk di Bali.
ADVERTISEMENT
Khusus di Thailand, dia berpura-pura sengsara dengan cara berpakaian lusuh dan mengatakan pada penduduk lokal bahwa ia sedang menderita penyakit kaki gajah. Benjamin kemudian mendapatkan 2000 Baht atau setara dengan Rp. 907 ribu dalam sehari jumlah uang yang cukup untuk membeli makanan, membayar hotel, dan bersenang-senang ke bar, seperti yang ia ungkapkan pada laman Thailand Tidente.
Tak sampai di situ saja, pria ini juga diundang ke acara televisi lokal dan meraih donasi hingga 50 ribu Baht atau sekitar Rp 22.683.750. Uang utu kemudia ia habiskan untuk berpesta dengan prostitusi di Pattaya. Aksi Benjamin rupaya 'terendus' pemerintah setempat, ia kemudian diusir, pergi angkat kaki dari Thailand.
Benjami melakukan hal yang relatif sama di Bali. Ironisnya, dia bukan satu-satunya begpacker yang terlacak Imigrasi. Beberapa begpacker laiin bahkan ada yang sudah dideportasi.
Ilustrasi tas begpacker. Foto: Unsplash
Pertengahan Juli 2019, kumparan bertemu dengan satu turis perempuan asal Hong Kong yang terlihat mengemis di kawasan Jalan Kartika Plaza, Kuta.
ADVERTISEMENT
"Biasanya dia suka mondar-mandir di sana," ujar Marten, marketing sales di salah satu hotel di kawasan Kuta, ketika memberi informasi tentang keberadaan begpacker tersebut.
Pada Jumat (19/7), sekitar pukul 11.00 WITA, perempuan berkulit putih dan berambut hitam panjang itu tampak tengah duduk di depan gerbang Gereja Katolik Santo Fransiskus Xaverius, Kuta, yal jauh dari Lippo Mal Kuta.
Sayangnya, dia tak mau diajak bicara. Ia tampak marah dan meminta kepada orang-orang sekitar agar tidak memberi tahu imformasi apapun tentang dirinya.
"Jangan katakan apapun tentang aku kepada dia (kumparan)," sontak tiba-tiba ia marah dengan suara agak kencang menggunakan bahasa Inggris kepada enam lelaki yang ada di sekiter lokasi.
Tak lama, dengan wajah cemberut turis itu pergi memaggil ojek online, tanpa sepatah kata pun. Namun, menurut Marten, perempuan itu sudah sejak tiga bulan berada di kawasan gereja. Wanita itu mengaku tak punya uang untuk kembali ke negaranya.
ADVERTISEMENT
Ia sering mengemis kepada sejumlah warga lokal. Meminta uang untuk makan. Uang Rp 5 ribuan hingga Rp 10 ribuan dari pejalan kaki mengucur di tangannya.
"Dia suka rayu minta uang. Bilang give me oney, belum makan. Yah, orang kasian lalu kasih (uang) kan," kata Marten meniru sebagian ucapan perempuan kurus tinggi itu.
Masih di Bali, kali ini lokasinya berada di sebuah restoran. Mengutip unggahan akun Twitter @coriabali, seorang wisman bernama Kalee Hewltt menolak membayar tagihan makanan saat mengujungi Alathei Blackhouse, sebuah kedai kopi dan galeri di kawasan Sanggingan.
Awalnya, alasan Hewlett dimaklumi oleh pemilik hingga kedua kalinya ia mengulangi hal yang sama. Alhasil, Priskila Soraya selakuka pemilik kemudia memasukkan wisman y ang mengaku sebagai pembawa acara TV dan Fashion Expert itu ke dalam daftar hitamnya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Mengenali Begpacker?
Secara etimologi, menurut laman Urban Dictionary, begpacker adalah wisatawan yang traveling dengan gaya backpacker tanpa dana yang cukup. Mereka biasanya meminta donasi dalam bentuk uang, barang, atau bantuan dari penduduk lokal.
Begpacking biasanya dilakukan di negara-negara dengan pendapatan rata-rata yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan upah minimum di negara asalnya. Dalam kasus ini, biasanya negra yang dituju adalah negara-negara yang berada dalam kawasan Asia, terutama Asia Tenggara.
Dalam menjalankan aksinya, begpacker punya berbagai cara dan juga berbagai alasan agar penduduk lokal merasa iba dan mau membantu mereka. Mulai dari kehilangan uang, kahilangan dompet, kehabisan uang, dirampok, hingga sakit.
Starter pack-nya pun beragam, tergantung keahlian masing-masing individu. Ada yang membawa kartu pos untuk dijual, ada yang menawarkan pelukan, dan ada pula yang mengamen dengan memainkan alat musik di pinggir jalan.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, ada satu kesamaan alasan yang kerap mereka bawa dalam aksinya yang pasti membuat penduduk lokal, terutama Asia Tenggara menjadi tergerak hatinya. Salah satunya adalah "negaramu sangat indah, tolong bantu saya traveling mengelilinginya. Saya cinta negaramu," katanya. Klise, kan?
Seorang jurnalis lepas dari Inggris bernama Raphael Rashid dijuluki sebagai 'begpacker buster' oleh media lokal dan internasional. Pria yang berdomisili di Korea Selatan itu telah sering kali diwawancarai oleh berbagai media karena sikapnya yang mengkritisi hadirnya begpacker, terutama di Korea Selatan.
Ilustrasi begpacker. Foto: Unsplash
Dalam tulisan di blognya, ia mengatakan bahwa traveling adalah privilege bukan kebutuhan. "Traveling adalah kemewahan yang tersedia hanya untuk segelintir orang yang memiliki hak istimewa. Jika kamu tidak mampu membiayai traveling-mu, jangan lakukan itu, apalagi meminta penduduk setempat untuk membayarnya," tulisnya dalam blognya.
ADVERTISEMENT
Opini Raphael tersebut bukan muncul tanpa alasan. Dalam percakapannya dengan kumparan, co-founder Korea Expose itu mengungkapkan bahwa ia kerap melihat penduduk lokal memberikan uang pada begpacker, karena kasihan. Sementara para penduduk itu bekerja keras dalam mengumpulkan uang demi kehidupan.
Perempuan berambut hijau ini salah satunya. Penduduk Seoul mengenal dia dengan sebutan Natasha. Dalam lima menit, ia bisa mendapatkan uang lebih dari 15 ribu Won atau setara dengan Rp 177 ribu hanya dengan sekali duduk. Padahal penduduk setempat, baru bisa mendapatkan setengahnya saja dalam kurun waktu kerja satu jam.
Dalam percakapan dengan kumparan melalui Twitter, Raphael mengungkapkan kekesalannya pada begpacker yang akhirnya membuat ia memilih untuk mem-blow up keberadaan mereka melalui media sosial. Agar orang-orang, khususnya penduduk Korea Selatan tidak terlalu mudah percaya dan memberikan bantuan kepada 'bule kere' itu.
ADVERTISEMENT
"Saya seringkali menanyakan alasan mereka, berkali-kali (pada orang yang berbeda). Mereka biasanya mengatakan bahwa mereka butuh uang untuk berpergian ke seluruh dunia, dan Korea adalah negara yang kaya. Para begpacker juga beralasan bahwa mereka butuh uang untuk makanan dan penginapan," ungkapnya.
Raphael menambahkan bahwa terkadang ada pula begpacker yang ingin pergi ke Jepang. Tetapi karena biayanya mahal, mereka mesti menabung. Dalam kertas atau karton, yang mereka bawa, begpacker selalu mengatakan bahwa mereka ingin mendapatkan uang agar bisa menggapai mimpi mereka.
Menurut Raphael, bagi banyak orang di Asia, traveling bukanlan bagian dari pilihan hidup. Sementara kelangsangungan hidup adalah satu-satunya hal yang yang mereka perjuangkan.
"Cukup memuakkan melihat bahwa mereka (begpacker) menipu penduduk setempat dari sisi emosial, apalagi apabila yang tertipu adalah orang-orang dengan keadaan ekonomi kurang beruntung," aku Raphael.
ADVERTISEMENT
"Penduduk setempat sering kali merasa kasihan pada irang asing yang sedang ada dalam masalah, sehingga mereka akan melakukan apapun yang mereka bisa untuk membantu, bahkan meskipun mereka miskin," tambah pria yang dijuluki begpacker buster itu.
Raphael bahkan mengantakan bahwa meski sering kali begpacker menjadi traveling sebagai alasan utama mereka. Ia beberapa kali telah menemukan dalam unggahan di Instagram bahwa begpacker justru menggunakan uang tersebut untuk berpesta dan minum.
Lantas, masa iya, kamu jatuh pada perangkap bule tak berduit yang yang tidak tahu malu ini dan memberikan uangmu? Biarlah mereka menjalankan aktivitasnya sebagai begpacker, kemudian secepat mungkin hubungi imigrasi atau pihak berwenang di sekitarmu agar mereka dapat diamankan. Bagaimana menurutmu?
(mon)
ADVERTISEMENT