Konten Media Partner

Kisah Nenek Lastri, 25 Tahun Jadi Penarik Getek Hanya Dibayar Sukarela

15 Juli 2019 8:39 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyeberangan perahu tambang di Tambak Asri yang banyak dipilih warga untuk menyingkat waktu. Foto-foto: Windy Goestiana/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Penyeberangan perahu tambang di Tambak Asri yang banyak dipilih warga untuk menyingkat waktu. Foto-foto: Windy Goestiana/Basra
ADVERTISEMENT
Suasana penyeberangan perahu tambang di Sungai Tambak Asri, Surabaya, sudah ramai dipenuhi anak-anak berseragam sekolah sejak Senin pagi (15/7). Ada yang terlihat diantar orang tua, ada pula memilih naik sepeda. Di atas perahu, sudah ada Lastri yang menyapa ramah para penumpangnya.
ADVERTISEMENT
"Hati-hati le, numpak perahue. Dino pertama sekolah iki, klambimu kotor engkok (Hati-hati nak, naik perahunya. Hari pertama sekolah ini, nanti bajumu kotor)," kata Lastri.
Sudah 25 tahun Lastri bekerja sebagai penarik perahu tambang di Kali Tambak Asri. Bersama sang suami, Ali Sugiyono, Lastri bergantian menarik perahu.
Lastri, perempuan berusia 60 tahun yang masih setia jadi penarik perahu tambang meski dibayar sukarela.
Usia suami dan istri ini tak lagi muda. Lastri berusia 60 tahun, sedangkan Ali berumur 65 tahun. Lastri bercerita, perahu yang dia jalankan ini sering ditumpangi anak-anak dan pedagang. Saat menarik perahu tambang pun Lastri tak pernah mengenakan sarung tangan. Dia hanya memakai potongan sandal jepit karet untuk melapisi telapaknya agar tak terluka.
"Akhir-akhir baru terasa sering capai. Kalau sudah capai ya minum jamu saja. Supaya enggak njarem (terasa memar)," kata Lastri pada Basra, Senin (15/7).
ADVERTISEMENT
Setiap hari, sejak pukul 5 pagi sampai 5 sore, Lastri dan sang suami akan bergantian menarik perahu. Mereka akan bertukar tugas setiap 3 jam sekali.
Tak ada sarung tangan khusus, Lastri hanya menggunakan potongan karet sandal jepit untuk melapisi telapak tangannya saat menarik perahu tambang.
Upah yang didapat pun tak menentu. Sekitar Rp 30 ribu per hari. "Bayarnya sukarela, mbak. Ada yang kasih Rp 500 pergi-pulang. Ada yang kasih Rp 1.000," kata Lastri.
Penyeberangan perahu tambang ini memang lebih dipilih warga untuk menuju ke wilayah Dupak. Bila tak memanfaatkan perahu, mereka harus menempuh jarak sekitar 1 kilometer untuk menuju jembatan terdekat.
Kondisi sungai di Tambak Asri juga mulai mengalami pendangkalan karena lumpur dan sampah. Kata Lastri, kini kedalamannya sekitar 60 cm. Selain Lastri, ada enam perahu lainnya yang tampak sibuk mengantar anak-anak dan warga dari Tambak Asri menuju Dupak.
ADVERTISEMENT
Ilham dan Abi, siswa kelas 5 dan kelas 6 Sekolah Dasar (SD) Negeri Dupak 1, setiap hari memanfaatkan perahu tambang untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Ini karena sekolah mereka tak sampai 100 meter dari lokasi penyeberangan. "Bayarnya Rp 500 saja," kata Ilham.
Reporter : Windy Goestiana