Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten Media Partner
5 Keteladanan R.A Kartini Untuk Disampaikan Pada Anak-anak
21 April 2021 16:35 WIB
ADVERTISEMENT
Apa yang anak-anak ingat tentang sosok Raden Ajeng Kartini? Pahlawan wanita, berkebaya dengan anggun, tokoh yang fotonya terpasang di dinding sekolah dan mereka pelajari melalui pelajaran sejarah. Barangkali sebatas itu anak-anak mengenal sosok R.A Kartini. Namun dibalik pemahaman yang sederhana ala anak-anak, kita bisa menambahkan informasi tentang teladan R.A Kartini berdasarkan pengalaman hidup beliau.
ADVERTISEMENT
Berikut informasi yang bisa kita sampaikan agar anak-anak memahami bahwa di balik sosok sederhana R.A Kartini, ada teladan yang bisa menjadi inspirasi bagi mereka.
1. Pantang Menyerah
Pengalaman hidup R.A Kartini diwarnai oleh banyak ‘ketidakadilan’ atau ‘ketidaksetaraan’. Beliau hidup pada masa perempuan dipandang tidak perlu memiliki kesempatan belajar sebanyak anak laki-laki.
Di tengah kondisi tersebut, saat memiliki pengalaman sekolah Belanda sebagai anak Bupati, beliau betul-betul merasakan ‘bebas’ dan memuaskan rasa ingin tahu belajarnya tentang banyak hal. Namun kebebasan tersebut di hentikan oleh tradisi pingit yang diterapkan orang tuanya saat ia berumur 12 tahun.
Saat itulah beliau mulai berpikir bahwa nasib perempuan hanyalah ‘manut’ dan 'pasrah' menikah dengan orang yang tidak dikenalnya. Bahkan ketika mendapatkan kesempatan lepas dari pingit pada usia 16 tahun, dan keluar dari rumahnya, beliau mendapatkan cemooh dari semua orang sebagai bentuk perilaku ‘tidak pantas’ buat anak perempuan keluar dari pingitan. Namun R.A Kartini tidak menyerah, dalam kondisi tersebut ia tidak pernah berhenti untuk belajar dan terus belajar.
ADVERTISEMENT
2. Hormat Kepada Orang tua
R.A Kartini dipingit oleh orang tuanya, dan sejak itu ruang geraknya menjadi sangat terbatas. Ayahnya merupakan sosok dengan nilai-nilai tradisional, yang dinilai Kartini memberikan rasa tidak adil pada kaum perempuan.
R.A Kartini sangat kritis tentang kekangan adat tradisional, nilai agama dan sistem feodal yang menghambat perempuan untuk merdeka. Namun demikian, beliau sama sekali tidak membenci ayahnya dan tetap menghormati ayahnya sebagai orangtua. Melalui sebuah buku berjudul Door Duisternis tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang (1911), R.A Kartini menginspirasi kita semua bahwa ditengah masa sulitnya, beliau dapat melihat arah kemajuan masa depan secara positif.
3. Memiliki Banyak Kawan
Gagasan-gagasan cerdas R.A Kartini yang ingin memajukan perempuan Indonesia banyak dipelajari melalui surat-surat yang beliau kirim kepada dua sahabat penanya.
ADVERTISEMENT
Mereka adalah Estelle Zeehandelaar serta pasangan Jacques Henrij Abendanon dan Rosa Manuela Abendanon. Awalnya R.A Kartini membuat iklan di majalah Belanda, De Hollandsche Lelie dan memperkenalkan diri sebagai anak perempuan seorang Bupati Jepara di Hindia Belanda (sebutan lama untuk Indonesia).
Dalam iklannya beliau juga menyebutkan keinginan mencari sosok teman perempuan untuk dapat saling surat menyurat. Melalui diskusi dengan kawan-kawannya inilah Kartini banyak belajar meningkatkan kepedulian dan perjuangan untuk perubahan.
4. Berani Membangun Mimpi
R.A Kartini mengajarkan kita semua untuk berani membangun mimpi besar. ‘Teruslah bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah selama engkau dapat bermimpi! Bila tiada bermimpi, apakah jadinya hidup! Kehidupan yang sebenarnya kejam’.
Mimpi adalah cikal bakal untuk mengembangkan cita-cita. Jangan takut untuk bermimpi, karena dengan mimpi, kalian akan berusaha untuk mencapainya.
ADVERTISEMENT
5. Sosok Cerdas yang Gemar Membaca dan Menulis
Dalam masa pingit, R.A Kartini tidak berhenti membaca buku. Ia sangat gemar sekali membaca dan membalas surat-surat temannya orang Belanda.
R.A Kartini memiliki jiwa yang merdeka. Ia menulis dengan sangat handal. Surat-surat yang ditulisnya sangat kritis terutama tentang perempuan yang pada saat itu tidak banyak memiliki kesempatan untuk berkembang, dibandingkan laki-laki. Kartini selalu bercita-cita ingin melihat perempuan menjadi pandai, agar pandai juga dalam mendidik anak-anak mereka.
Penulis : Dr. Ike Herdiana, M.Psi.,Psikolog (Ketua Kelompok Kajian Gender dan Anak Fakultas Psikologi Unair Surabaya)