Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
7 Fase Kritis dalam Rumah Tangga yang Bisa Berujung Perceraian
2 November 2020 13:51 WIB

ADVERTISEMENT
Selama pandemi COVID-19 berlangsung, salah satu fenomena unik yang terjadi di Indonesia adalah meningkatnya jumlah kasus perceraian.
ADVERTISEMENT
Hal ini dikarenakan terbatasnya ruang gerak yang mengakibatkan kejenuhan, serta faktor ekonomi menjadi pemicu utama banyaknya pasangan yang memilih untuk berpisah.
Menurut Tri Kurniati Ambarini, M.Psi., Psikolog, dinamika pernikahan sejatinya selalu memiliki fase-fase krisis yang wajib diketahui oleh semua pasangan. Hal ini bertujuan agar keharmonisan rumah tangga tetap terjaga.
Secara garis besar, pasangan yang telah menikah umumnya akan mengalami tujuh tahapan pernikahan. Diantaranya passion atau gairah, realisasi, pemberontakan, kerja sama, reuni, ledakan, serta penyelesaian.
Dosen Psikologi Universitas Airlangga (Unair) ini mengatakan ketujuh tahapan tersebut akan diikuti oleh serangkaian fase-fase krisis berdasarkan umur pernikahan.
"Fase krisis pertama umumnya muncul di tahun ketiga pernikahan, dimana banyak adaptasi yang terjadi antara suami dan istri. Untuk mengatasinya, dibutuhkan diskusi dan penyesuaian baik sebelum maupun selama menjalani kehidupan rumah tangga. Mereka yang berhasil melewati tahap ini umumnya akan mampu bertoleransi terhadap sikap dan sifat pasangan," kata Tri, Senin (2/11).
ADVERTISEMENT
Fase kedua yakni terjadi di tahun kelima pernikahan. Biasanya masalah yang muncul dikarenakan oleh finansial yang belum mapan.
Untuk itu, Tri mengimbau kepada para pasangan agar mulai bersepakat untuk berbagi peran agar keadaan keuangan segera stabil.
Fase ketiga terjadi pada tahun kesepuluh, dimana perekonomian mulai mapan serta keduanya telah memiliki anak di usia sekolah. Sayangnya, menurut Tri, usia pernikahan ini begitu rawan akan kehadiran orang ketiga karena baik suami maupun istri mulai tenggelam dalam dunianya sendiri.
“karena sang istri mulai menikmati perannya sebagai seorang ibu dan istri, sementara suami mulai kehilangan perhatian,” tutur ahli psikologi anak dan dewasa tersebut.
Sementara itu pada tahun kelima belas pernikahan, baik suami dan istri rentan mengalami masalah eksistensi diri. Krisis identitas diri tersebut akan diikuti dengan fase tahun pernikahan kedua puluh dimana baik suami dan istri mengalami masa refleksi.
ADVERTISEMENT
Terakhir adalah fase krisis di tahun kedua puluh lima pernikahan yang mana pasangan akan mulai mengalami penyakit degeneratif serta gangguan lain akibat usia senja.
“Pada masa ini ketergantungan terhadap pasangan akan semakin kuat. Mereka yang berhasil mencapai fase ini akan menyadari bahwa satu-satunya yang mereka butuhkan saat itu adalah kehadiran pasangan sebagai teman hidup di masa tua,” ujarnya.
Maka berdasarkan fase-fase tersebut, COVID-19 dan segala dampaknya mungkin saja turut menjadi pemicu keretakan hubungan rumah tangga. Akan tetapi, tanpa adanya pandemi setiap pasangan pasti akan mengalami fase-fase krisis tersebut.
"Untuk itu, manajemen psikologis, toleransi, serta diskusi menjadi poin utama yang harus diperhatikan para pasangan untuk mencegah dan mengatasi masalah dalam pernikahan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT