70% Murid Kurang Literasi, Kemendikbud Rilis Buku Panduan Atasi Learning Loss

Berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan oleh Kemendikbudristek tahun 2021 yang diikuti oleh 6,5 juta peserta didik, satu dari dua peserta didik belum mencapai kemampuan minimum literasi. Bahkan, dua dari tiga peserta didik belum mencapai peserta kemampuan minimum numerasi.
Hal ini diungkapkan oleh Iwan Syahril, Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek, saat peluncuran Buku Panduan Praktik Pembelajaran Literasi Kelas Awal untuk Guru, yang dilakukan secara daring.
"Seperti diketahui, murid Indonesia mengalami learning loss sejak lama. Lalu keadaan ini diperparah dengan kondisi pandemi. Hal tersebut dapat dilihat dari rendahnya kemampuan literasi dan numerasi," ungkap Iwan, Rabu (22/3).
Ia menuturkan, berdasarkan penelitian UNICEF terdapat 30-70% murid kelas 3 di kabupaten tertentu tidak bisa membaca.
Untuk itu, buku panduan yang dikeluarkan oleh Yayasan Guru Belajar, UNICEF, dan Direktorat PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek ini secara khusus disusun untuk guru-guru di daerah luar dan terpencil.
"Buku ini bertujuan membekali guru agar dapat membantu murid pulih dari learning loss. Termasuk mereka juga bisa secara mandiri menentukan strategi belajar yang sesuai dengan kebutuhan murid," tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Bukik Setiawan, ketua Yayasan Guru Belajar, menjelaskan, buku panduan ini memiliki lima ciri esensial.
Pertama, memiliki tujuan esensial dan terintegrasi, sehingga guru memiliki waktu untuk mempelajari, mencoba, dan melakukan perbaikan.
Kedua, teaching at the right level, karena sudah lengkap dengan asesmen awal pembelajaran dalam bentuk sederhana, sehingga akan membantu guru memahami perkembangan literasi murid mereka.
Ketiga, pembelajaran berbasis kompetensi, bukan hanya pengetahuan. Keempat, adanya penerapan pembelajaran berdiferensiasi sederhana.
Kelima, pembelajaran kontekstual, sehingga aktivitas murid nantinya tidak hanya di dalam kelas namun juga di rumah dan masyarakat.
“Selain itu ada ciri praktisnya. Praktis, mudah, dan sistematis. Praktis karena bisa langsung digunakan oleh guru. Mudah, karena tidak membutuhkan pelatihan khusus untuk menggunakannya. Sistematis karena akan menuntun guru mengaitkan asesmen awal pembelajaran, tujuan pembelajaran, dan pilihan strategi diferensiasi,” jelasnya.
Dengan adanya buku panduan ini diharapkan mampu menghapus miskonsepsi literasi dan dapat mengajarkan murid berpikir kritis, kreatif dalam mengolah informasi dan pengetahuan, serta mengembangkan kemampuan komunikasi yang efektif.
Diketahui, buku panduan ini dapat diunduh dan dimanfaatkan, melalui guru.kemdikbud.go.id.