news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Apa Itu Learning Loss? Ini Cara Mencegahnya

Konten Media Partner
26 Agustus 2021 12:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Pixabay.
ADVERTISEMENT
Di masa Pandemi COVID-19 saat ini, teknologi digital berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Tak terkecuali dalam proses pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Tak jarang teknologi masih digunakan sekadarnya saja. bahkan cara pendidik mengajar lewat aplikasi video-conference tak jauh berbeda dengan cara mereka sebelumnya mengajar di depan papan tulis.
Prof. Mohammad Nuh, Ketua Dewan Pers sekaligus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II mengatakan, jika hal tersebut menjadi penyebab pendidikan mengalami learning loss (kegagalan belajar) yang luar biasa di era Pandemi.
Untuk itu, Nuh berharap teknologi bisa dimanfaatkan untuk mitigasi dunia pendidikan secara besar-besaran sebagai enabler (pembuka akses) dan disruptor (perombakan) dalam mendidik. Tidak hanya sebagai alat.
“Mari kita ibaratkan seperti kita kaget saat orang berkerumun di jalan MERR (jalan arteri di Surabaya). Pada umumnya, kita hanya berhenti sejenak, mengetahui bahwa ada kecelakaan, lalu melanjutkan perjalanan. Pola pikir 'cukup tahu' seperti ini, jangan ditiru. Karena ketika teknologi hanya kita jadikan alat untuk melewati Pandemi, maka hasilnya akan seadanya saja. Pokoknya sekolah tetap jalan saja. Dan dampaknya, akan ada losses in learning (ilmu tidak terserap),” ungkap Nuh dalam webinar bersama Sevima, Kamis (26/8).
ADVERTISEMENT
Agar hal itu tidak terjadi, Nuh memberikan empat tips bagaimana teknologi bisa memitigasi dunia pendidikan secara besar-besaran.
Pertama, filosofi dalam memanfaatkan teknologi di dunia pendidikan harus disepakati secara jelas dan tegas. Yaitu semangat untuk memenuhi janji kemerdekaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di era kepemimpinan Nuh sebagai Mendikbud, telah dirintis Buku Sekolah Elektronik, Data Pokok Pendidikan, dan Forum Laporan Pendidikan Tinggi.  sistem-sistem ini dibuat dengan tujuan memanfaatkan teknologi menjadi pembuka akses pendidikan.
“Di tahun 2008, saya selaku Wakil Ketua Panitia Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional, turut memikirkan dan menyiapkan bagaimana teknologi dimanfaatkan untuk membuka akses pendidikan. Ini penting, karena sebaik-baiknya negara adalah negara yang melunasi janjinya. Sehingga apa yang kita lakukan hari ini (dengan memanfaatkan teknologi), adalah menyiapkan agar janji kemerdekaan itu bisa kita lunasi,” kata Nuh.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, ketika landasan filosofi dalam pemanfaatan teknologi sudah matang, maka selanjutnya adalah menata pola pikir.
Kedua adalah memastikan tujuan memanfaatkan teknologi dalam pendidikan adalah untuk mendidik anak-anak bangsa dalam menghadapi tantangan di masa depan. Utamanya, tantangan di momen 100 tahun kemerdekaan nanti pada tahun 2045.
Sehingga, pendidikan tidak boleh berpola hafalan. Karena, apa yang kita pelajari saat ini, belum tentu akan dipakai di masa depan. Yang paling penting adalah mengajarkan peserta didik terkait learning how to learn (belajar caranya belajar).
“Indonesia punya banyak mimpi pada 25 tahun mendatang. Namun Indonesia seakan memiliki miopi atau rabun jauh. Kita mendidik dengan ilmu dan cara hari ini, padahal yang penting adalah learning how to learn (belajar caranya belajar), agar 2045 jauh disana kita bisa jangkau, dan pelajar kita jadi pembelajar sepanjang hayat,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Ketiga adalah memahami bahwa Indonesia memiliki tantangan sekaligus peluangnya tersendiri. Sebagai negara kepulauan dengan keberagaman sosio-ekonomi yang begitu luas, memang masalah berupa konektivitas internet, akses, maupun pemahaman dan kemampuan mengoperasikan teknologi digital, merupakan kesenjangan (digital divide) yang tak bisa dinafikan.
Akan tetapi, Indonesia memiliki dua modal utama, yaitu demographic dividend - di mana 64% dari total populasi Indonesia ada di usia produktif, dan digital dividend di mana usia produktif yang masih rajin belajar dan bekerja ini ketika diberi akses kepada teknologi informasi, maka dapat secara kreatif mengatasi sejumlah permasalahan pendidikan di tanah air.
Jaringan internet Palapa Ring, yang dirintis di era kepemimpinan Nuh sebagai Menkominfo, adalah salah satu bukti dari kreatifitas masyarakat. Ketika akses internet sudah ada di pelosok, maka masyarakat dengan sendirinya akan memanfaatkan fasilitas tersebut. Misalnya untuk mengakses pengetahuan maupun berjualan secara online.
ADVERTISEMENT
“Rasio usia produktif di atas 64 persen, ditambah dengan kreativitas bangsa, keduanya menjadi modal sangat penting sebagai bekal menuju Indonesia emas pada 25 tahun mendatang. Oleh karena itu, pendidikan kita jadikan cara membuka akses, mengeksplorasi keberagaman. Karena kekuatan sebenarnya ada di tangan kita sebagai masyarakat, The Power of We,” tuturnya.
Terakhir, teknologi digital perlu ditransformasi menjadi digital lifestyle. Yang dimaksud digital lifestyle, adalah gaya dalam mengajar dan mendidik perlu berangkat dari kebiasaan di dunia digital.
Sederhananya, sistem pembelajaran digital tidak memerlukan tatap muka di waktu pembelajaran. Ketika materi pembelajaran sudah ada dalam bentuk video, maka belajar bisa kapan saja dan dimana saja.
“Ini perlu perubahan mindset. Belajar dari rumah secara hybrid, bukan belajar di rumah dengan cara memindahkan papan tulis dan klasikal kelasnya saja ke dalam aplikasi. Dan perubahan ini harus kita lakukan sangat cepat, karena kedepan kebutuhan skill juga makin kompleks,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Sugianto Halim selaku CEO SEVIMA, menambahkan bahwa pembangunan lifestyle digital dapat dilakukan mulai dari cara-cara yang sederhana.
Misalnya, civitas akademika yang tergabung dalam Komunitas SEVIMA saat ini telah menggunakan sistem pembelajaran Edlink yang memberi ruang bagi pembelajaran secara asynchronous (tunda).
Dosen cukup mengunggah video di sistem tersebut, lalu para mahasiswa dapat menyimak dan mengerjakan kuis kapan saja. Sistem pembelajaran ini juga dihadirkan secara terintegrasi dengan sistem akademik berbasis komputasi awan (SiakadCloud), sistem pelaporan, dan beragam kebutuhan akademik lainnya.
“Pemanfaatan sistem ini dapat kita lakukan secara gotong royong, karena sistem ini juga tersedia dalam versi komunitas dan bisa diunduh secara gratis oleh perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Yang paling penting saat ini, adalah komitmen kita untuk menggunakan dan menyongsong kemajuan teknologi,” tutupnya.
ADVERTISEMENT