Konten Media Partner

Bahaya di Balik Asap Rokok, Bisa Memicu Kanker Paru-paru

30 Mei 2024 7:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi dr. Prayudi Tetanto, Sp.P, FCCP, FISR, Dokter Spesialis Paru Adi Husada Cancer Center (AHCC), sedang memeriksa pasien. Foto: Dok. AHCC
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dr. Prayudi Tetanto, Sp.P, FCCP, FISR, Dokter Spesialis Paru Adi Husada Cancer Center (AHCC), sedang memeriksa pasien. Foto: Dok. AHCC
ADVERTISEMENT
Merokok sudah dikenal sebagai kebiasaan tidak sehat yang bisa memicu berkembangnya berbagai penyakit, salah satunya adalah kanker paru-paru. Meski demikian jumlah perokok di Indonesia cukup besar. Bahkan, banyak perokok yang memulai kebiasaannya dari bangku sekolah sampai dewasa.
ADVERTISEMENT
Mengutip data dari Global Adult Tobacco Survey yang diluncurkan oleh World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2021 jumlah orang dewasa yang merokok di Indonesia mencapai 68,9 juta.
"Dampak dari merokok itu memang tidak instan ya, dampaknya itu tidak tampak sekarang. Sekarang merokok langsung sakit, tidak seperti itu. Sehingga hal ini yang sering membuat banyak orang tidak sadar bahaya dari merokok," tutur dr. Prayudi Tetanto, Sp.P, FCCP, FISR, Dokter Spesialis Paru Adi Husada Cancer Center (AHCC).
dr Prayudi mengungkapkan rokok mengandung zat nikotin yang bisa memberikan rasa rileks, bahagia, namun juga memberikan efek adiksi. Yakni, efek ketagihan.
"Rokok itu sebenarnya tidak bahaya kalau tidak dibakar. Nah begitu dibakar, asapnya terhirup, sudah (berbahaya)," tukasnya.
ADVERTISEMENT
dr Prayudi menuturkan, rokok mengandung sejumlah senyawa kimia berbahaya. Bahkan literatur menyebutkan jika senyawa kimia berbahaya dalam rokok mencapai 7000an.
"Tapi yang di garis bawahi sebagai karsinogen pemicu terjadinya kanker hanya sekitar puluhan senyawa kimia. Seperti nikotin, tar, benzena, hidrogen sianida, hingga formaldehida. Jika dihirup, terakumulasi, apalagi jika memiliki ada genetik atau keturunan keluarga yang terkena kanker, ditambah faktor risiko salah satunya merokok. Maka risikonya akan makin besar (terkena kanker paru-paru)," jelasnya.
dr Prayudi mengungkapkan, akumulasi dari zat-zat kimia dalam rokok bisa memicu perubahan bentuk dari sel paru. Dan ini yang bisa memicu munculnya benjolan yang ganas atau yang disebut sebagai kanker.
Selain kanker paru-paru, merokok juga berpotensi memicu terjadinya kanker yang lain, di antaranya kanker lidah, hingga kanker tenggorokan.
ADVERTISEMENT
"Jadi tidak hanya kanker paru-paru, hanya saja yang terbanyak memang kanker paru-paru," tegasnya.
Kanker paru-paru tak hanya berpotensi dialami perokok aktif, perokok pasif juga bisa menderita kanker paru-paru. Ini karena yang bersangkutan juga turut menghirup asap rokok meski tidak secara langsung.
"Asap rokok itu yang bisa memicu (kanker paru-paru) ya, baik yang merokok itu sendiri maupun yang tidak merokok atau perokok pasif itu," tuturnya.
"Itu sudah terbukti, salah satunya kanker paru-paru tidak hanya terjadi pada pria, perempuan juga. Karena terkena imbas dari asap rokoknya itu," sambung dr Prayudi.
Ada pun gejala dari kanker paru-paru yang perlu diwaspadai, antara lain batuk yang berkepanjangan, batuk yang disertai darah, nafsu makan turun, berat badan juga turun. Jika sudah parah bisa menimbulkan sesak napas, kemudian dapat disertai nyeri tulang jika didapatkan penyebaran ke tulang.
ADVERTISEMENT
Bahaya merokok kerap dikampanyekan dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diperingati setiap tanggal 31 Mei. Sayangnya momen peringatan ini tak begitu efektif menekan jumlah perokok, terutama di Indonesia.
"Belum (efektif). Peringatan Hari Tanpa Tembakau itu kan hanya berlangsung 1 hari saja. Dengan adanya ini, kita mengingatkan masyarakat akan dampak negatif merokok bagi tubuh kita dan orang-orang di sekitar kita," tukasnya.
"Diharapkan usaha ini dapat meminimalisir dampak buruk dari merokok, terutama sebagai pemicu kanker paru-paru," imbuhnya.
dr Prayudi menuturkan, bagi mereka yang sudah terbiasa merokok memang cukup sulit bisa berhenti, dibutuhkan niat yang kuat dan dukungan dari lingkungan sekitarnya.
"Untuk berhenti merokok, pertama memang ada niat, kesadaran yang kuat dari diri sendiri untuk memutuskan berhenti Kedua, ada support dari lingkungan dan keluarga. Ketiga, jika dibutuhkan dapat melakukan konseling dengan pihak medis. Keempat, tetap konsisten, tidak berhenti berusaha, menghindari keinginan untuk merokok lagi," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Agar kampanye bahaya merokok bisa tetap sasaran sebaiknya dilakukan mulai dari lingkungan sekolah, kemudian adanya regulasi yang jelas dari pemerintah terkait pembelian rokok, misalnya pembatasan usia bagi pembeli rokok.
dr Prayudi berharap di momen peringatan Hari Tanpa Tembakau tahun ini, banyak orang terutama anak muda yang aware atau peduli akan bahaya merokok.
"Generasi muda yang belum pernah mencicipi tembakau, sebaiknya tidak usah tergoda mencicipi. Yang sudah terbiasa merokok semoga bisa lebih waspada lagi dengan kesehatannya, kesehatan itu aset paling berharga yang harus dijaga," pungkasnya.