Konten Media Partner

Banyak Petugas KPPS Meninggal, Suko Widodo Usul Pilpres dan Pileg Dipisah

21 Februari 2024 7:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar Komunikasi Politik Suko Widodo. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Pakar Komunikasi Politik Suko Widodo. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah ada 71 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), di masa Pemilu 2024 yang meninggal dunia. Sedangkan 4.567 orang lainnya jatuh sakit. Banyaknya petugas yang bertumbangan diduga karena kelelahan akibat beban kerja yang berat.
ADVERTISEMENT
Masih adanya petugas pemilu yang meregang nyawa, Pakar Komunikasi Politik di Surabaya Suko Widodo mengusulkan agar proses Pemilihan Umum (Pemilu) antara Pilpres dan Pileg dipisah.
"Saya lebih memilih pemisahan ya, karena dalam banyak hal memang terlalu berat bebannya (kalau Pilpres dan Pileg) dilakukan bersamaan)," ujarnya saat dihubungi Basra, (20/2).
Suko melanjutkan, beban berat tak hanya dialami para petugas KPPS, tapi juga warga yang menggunakan hak pilihnya.
"Berat bagi petugas KPPS maupun berat bagi warga karena warga tidak bisa menyampaikan aspirasinya dengan baik. Warga akhirnya seperti fokus ke Pilpres nya saja," terangnya.
Suko menuturkan karena hanya fokus pada Pilpres saja maka kebanyakan warga memilih secara asal calon legislatif (caleg).
"Ya asal saja milihnya. Kalau asal saja (milih caleg) berarti uang triliunan untuk biaya pemilu nggak ada gunanya untuk memfasilitasi aspirasi demokrasi," tukasnya.
ADVERTISEMENT
Suko menegaskan Pilpres dan Pileg yang digelar dalam waktu bersamaan cukup merumitkan manusia. Sehingga perlu dipisahkan pelaksanaan keduanya.
Suko tak menampik jika alasan digelarnya Pilpres dan Pileg secara bersamaan demi menghemat anggaran.
"Dulunya memang iya (penghematan anggaran) tapi untuk demokrasi itu yang penting efektif nggak harus efisien. Jadi jangan dihitung dari segi uang semata, tapi juga ada hak manusia untuk bernegara," tandasnya.
"Pilpres itu kan pemilihan eksekutif ya jadi lebih tepat kalau digelar bersamaan dengan Pilkada," imbuhnya.
Sirekap Tidak Siap
Sementara itu terkait sistem informasi rekapitulasi pemilihan umum (Sirekap) yang terus menjadi sorotan dan memicu kontroversi di tengah masyarakat, Suko turut memberikan pendapatnya.
Sirekap adalah alat bantu yang disiapkan oleh KPU untuk melakukan pencatatan dan pendokumentasian hasil penghitungan suara di TPS.
ADVERTISEMENT
Menurut Suko jika penggunaan Sirekap pada pemilu kali ini belum lah siap sehingga menimbulkan masalah pada penerapannya.
"Tampaknya demikian (Sirekap belum siap) karena PPS (Panitia Pemungutan Suara) tidak dapat mengoreksi data Pilpres, koreksi hanya dapat dilakukan oleh KPU. Ya Sirekap belum siap ya," tukasnya.
Suko menuturkan di dalam penerapan teknologi semacam Sirekap, harusnya KPU melibatkan banyak tenaga ahli yang mumpuni yang banyak dimiliki kampus.
"Mestinya KPU secara terbuka mengajak ahli-ahli, banyak di kampus. Mereka (kampus) yang punya tenaga ahli komputerisasi kan sudah banyak," tandasnya.
Ke depan Suko berharap tenaga ahli dari kampus turut pula dilibatkan dalam penerapan teknologi di pemilu.
"Menggandeng yang expert ya," imbuhnya.
Suko menegaskan prinsip dasar pelaksanaan pemilu adalah nilai jujur dan terbuka. Jika prinsip ini dilaksanakan dengan baik maka bisa meminimalisir terjadinya konflik.
ADVERTISEMENT
"Prinsip dasarnya adalah jujur dan terbuka. Kalau itu dilakukan, saya kira potensi konflik soal teknologi bisa diselesaikan," pungkasnya.