Baru 19,5 persen Anak Indonesia yang Merasakan Belajar di PAUD

Konten Media Partner
2 Juni 2022 10:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baru 19,5 persen Anak Indonesia yang Merasakan Belajar di PAUD
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berdasarkan hasil riset Direktorat Guru dan Pendidikan, hanya terdapat 19,5 persen dari 32 juta anak Indonesia usia 0-6 tahun yang tersentuh oleh lembaga PAUD.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kesadaran orang tua mengenai pentingnya pendidikan usia dini untuk anak juga masih kurang. Padahal, pendidikan anak usia dini dapat membantu proses perkembangan anak agar lebih optimal.
Itje Chodidjah perwakilan dari KNIU (Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO) mengungkapkan, tantangan yang paling terlihat berasal dari kesadaran orang tua mengenai pentingnya pendidikan usia dini.
Orang tua berpendidikan meskipun bukan dari kalangan ekonomi atas akan selalu berusaha mencarikan PAUD untuk anak-anaknya, begitu sebaliknya.
Selain itu, kualitas guru PAUD juga masih jauh dari ideal. Masih banyak guru yang belum memahami perkembangan anak sesuai usianya.
“Calon guru harus dididik agar paham bagaimana memberikan perlakukan yang tepat pada anak sesuai dengan tumbuh kembang usianya. Misalnya kalau anak usia 4 tahun, bagaimana cara komunikasi yang efektif," kata Itje dalam Group Discussion (FGD) Tantangan Pendidik Anak Usia Dini Abad 21, Kamis (2/6).
ADVERTISEMENT
Sayangnya, saat ini masih banyak calon guru PAUD yang masih kurang jam belajar di lapangan. "Sehingga, meskipun sudah menempuh S1 PG PAUD namun saat mengajar masih bingung bagaimana cara berkomunikasi yang tepat sesuai dengan usia anak," tuturnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ignatia, guru PAUD Kembang, yang menegaskan perlunya tambahan jam praktek bagi calon pendidik PAUD.
Ia menceritakan pengalamannya menerima mahasiswa magang di sekolahnya. Perempuan yang akrab disapa Inez ini mengungkapkan, adanya perubahan mencolok saat mereka pertama kali mengajar dan beberapa bulan setelahnya, seperti dalam hal observasi dan komunikasi.
“Penting untuk seorang guru punya kemampuan observasi. Selain itu kemampuan belajar dan kemampuan refleksi. Penting untuk menghayati diri sebagai pembelajaran sepanjang hayat dalam profesi. Dengan demikian ketika sudah menjadi guru akan tetap bisa berkembang,” ungkap Inez.
ADVERTISEMENT
Inez menuturkan, pada masa pandemi, guru butuh dukungan lebih dari berbagai pihak. Pasalnya, pandemi membuat banyak anak mengalami ketertinggalan.
Seperti kemampuan psikomotorik yang belum maksimal. Sebagai contoh, banyak anak yang masih belum bisa memakai tas sendiri dan duduk bersila untuk beberapa menit.
“Yang perlu dikuatkan pemahaman gurunya, pondasinya dikuatkan dulu. Jangan sampai sensorinya belum beres, tapi sudah dipaksa untuk belajar nulis atau melakukan aktivitas lain yang lebih berat,” jelasnya.
Untuk itu, penting bagi guru memahami tumbuh kembang anak, baik secara fisik maupun aspek lainnya. Agar ketika anak belum sampai pada perkembangan tertentu, guru tahu kemampuan apa yang seharusnya dicapai terlebih dahulu.
“Yang harus orang tua pahami, misalnya literasi dan numerasi. Orang tua memahaminya, seperti bisa membaca dan berhitung. Itu kekhawatiran kami. Hal lain, sebenarnya pemahaman orang tua terhadap PAUD seperti apa sih? Nah itu yang sedang kami lakukan, survey pada orang tua,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT