Konten Media Partner

Berdiri Sejak Tahun 1822, Gereja di Surabaya Ini Jadi yang Tertua di Jatim

25 Desember 2024 6:56 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Altar Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria di Surabaya. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Altar Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria di Surabaya. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Sebagai Kota Pahlawan Surabaya memiliki banyak bangunan peninggalan kolonial Belanda yang masih berdiri kokoh hingga sekarang. Salah satunya adalah Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria. Berlokasi di Jalan Kepanjen, gereja ini juga dikenal dengan sebutan Gereja Kepanjen.
ADVERTISEMENT
Dibangun sejak tahun 1822, gereja tersebut menjadi yang tertua di Surabaya, bahkan di Jawa Timur.
"Dulu gereja ini tidak berada di sini, tapi dibangun pertama kali di Jalan Merak pada tahun 1822," ujar Louisa Sharon Ghea Yulida, Katekis Paroki (pengajar) Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria, kepada Basra, (24/12).
"Gereja ini menjadi gereja tertua di Jawa Timur dan Surabaya. Bahkan masuk lima gereja tertua di Indonesia," imbuh perempuan yang kerap disapa Ghea ini.
Ghea mengungkapkan, Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria dibangun oleh seorang pastor dari Belanda, Hendricus Waanders dan Phillipus Wedding.
Namun seiring berjalannya waktu, gereja tersebut tak dapat menampung jumlah jemaah yang terus bertambah. Bahkan sejumlah bagian bangunan gereja rusak. Hingga di tahun 1899 gereja tersebut dipindahkan di kawasan Jalan Kepanjen dan keberadaan bertahan hingga sekarang.
ADVERTISEMENT
"Gereja yang lama rusak dan sudah tidak bisa menampung jemaah yang jumlahnya makin banyak. Sehingga tanggal 4 April 1899 dibangunlah gereja baru dengan arsitek W. Weestmas," terang Ghea.
Ghea menuturkan, Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria di Jalan Kepanjen ini dibangun di atas pondasi berjumlah 799 buah kayu ulin yang didatangkan dari Kalimantan dan batu bata yang didatangkan langsung dari Belanda.
"Dibangun pada tahun 1899 dengan gaya Neo Gotik, yakni bangunan arsitektur khas Eropa," imbuh Ghea.
Ghea mengatakan saat terjadinya peristiwa pertempuran di Surabaya pada tahun 1945, gereja ini turut terkena dampaknya. Gereja mengalami kebakaran, namun tak sampai meluluh lantakkan bangunan.
"Hanya klopek-klopek saja. Jadi seluruh bagian bangunan gereja ini masih asli sejak dibangun pertama kali," tandas Ghea.
ADVERTISEMENT