Cegah Learning Loss di Masa Pandemi, Sekolah Harus Terapkan Kurikulum Darurat

Konten Media Partner
8 Maret 2022 9:07 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Pixabay
ADVERTISEMENT
Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) secara resmi meluncurkan Kurikulum Merdeka pada 11 Februari lalu.
ADVERTISEMENT
Kurikulum yang sebelumnya sempat disebut kurikulum prototipe ini telah diterapkan secara bertahap sesuai dengan kesiapan masing-masing sekolah.
Meski demikian, saat ini sekolah masih dapat memilih tiga opsi kurikulum yang bisa diimplementasikan, yakni Kurikulum 2013 (K-13), Kurikulum Darurat, dan Kurikulum Merdeka.
Menanggapi hal itu, Bukik Setiawan, Ketua Yayasan Guru Belajar, menyarankan agar sekolah segera meninggalkan Kurikulum 2013.
“Setidaknya ada tiga alasan logis mengapa kita harus meninggalkan K-13, yaitu adanya miskonsepsi kompetensi, tuntutan pembelajaran yang terlampau tinggi, serta batasan waktu yang terlalu kaku,” ucapnya, Selasa (8/3).
Bukik menjelaskan, jika kompetensi merupakan kesatuan antara sikap, pengetahuan, dan keterampilan seseorang untuk melakukan suatu kinerja. Namun, di dalam K-13 ketiganya menjadi komponen penilaian yang terpisah.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, proses penilaian menjadi rumit dan menghabiskan energi karena harus membedakan penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Pixabay
Menurutnya, K-13 memiliki tujuan pembelajaran yang tidak realistik dan relevan. Pasalnya, terlalu banyak konten yang harus dirampungkan oleh siswa, dan akhirnya siswa hanya belajar menghafal serta tidak memahami apa yang sedang mereka pelajari.
“Anak hanya perlu belajar hal esensial yang sesuai dengan perkembangannya. Relevan dan realistik namun menantang,” ungkapnya.
Selain itu, dengan banyaknya konten pembelajaran yang disajikan, siswa hanya diberi waktu singkat untuk memahaminya. Hal ini tidak hanya membuat siswa menderita ketika belajar, tetapi guru juga menderita mengajar.
Guru terpaksa melanjutkan pembelajaran atau mengejar materi meski tahu siswanya belum menguasai apa yang diajarkan.
“Guru dan satuan pendidikan tidak memiliki keleluasaan untuk menyesuaikan durasi pembelajaran. Setiap tujuan pembelajaran dikunci dalam satuan minggu. Murid yang belum paham hal dasar dipaksa belajar hal yang lebih kompleks,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, apabila sekolah belum siap menerapkan Kurikulum Merdeka, Bukik menyarankan agar sekolah menggunakan Kurikulum Darurat. Kurikum ini merupakan K-13 yang telah disederhanakan oleh pemerintah pada awal masa pandemi.
Ia mengungkapkan, berdasarkan hasil riset, kompetensi pembelajaran siswa dengan Kurikulum Darurat jauh lebih baik dari K-13. Dimana skor literasi maupun numerasi meningkat setidaknya 30 poin.
“Guru dan orang tua adalah praktisi pembelajaran. Sedangkan anak adalah pihak yang paling merasakan dampak kurikulum. Pemilihan kurikulum yang tepat dapat menyelamatkan anak-anak kita dari learning loss akibat pandemi COVID-19,” pungkasnya.