Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten Media Partner
Cerita Animator Muda Asal Surabaya Terlibat Film Jumbo, Berawal dari Magang
15 April 2025 7:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Pembahasan tentang dunia film animasi Indonesia saat ini sedang seru-serunya. “Jumbo”, sebuah karya anak bangsa ini dinobatkan sebagai film animasi Indonesia yang paling laris dan mampu mencuri perhatian semua kalangan usia.
ADVERTISEMENT
Sejak ditayangkan perdana pada 31 Maret 2025 lalu, seperti menilik dalam akun Instagram resmi @jumbofilm_id, film ini telah berhasil meraih lebih dari 2 juta penonton di 11 hari penayangannya.
Menempuh proses selama lima tahun hingga tayang di layar bioskop, film Jumbo ternyata melibatkan lebih dari 420 animator asal Indonesia. Salah satu dari mereka merupakan alumni Petra Christian University (PCU), bernama Maximillian Serafino Suprapto yang tergabung dalam tim Ayena Studio, Bandung. Alumni PCU lainnya bernama Fandy Soegiarto juga berperan sebagai Project Manager di bawah naungan Caravan Studio, Jakarta.
Bagaimana kisah 2 anak muda ini saat ikut menggarap film Jumbo yang menawarkan pengalaman nostalgia kembali ke masa kecil dipenuhi tawa, air mata, dan kehangatan?
ADVERTISEMENT
Maximillian Serafino Suprapto atau Max, begitu ia akrab disapa merupakan alumni International Program in Digital Media (IPDM) Petra Christian University (PCU) angkatan 2020.
“Senang sekali bisa ikut terlibat menjadi salah satu animator film Jumbo, yang mendapat sambutan hangat di masyarakat,” kata Max, saat ditemui Basra, Senin (14/4) sore.
Pemuda kelahiran Surabaya ini berkesempatan membuat karya animasi itu saat ia berada di tempat magangnya, Ayena Studio. Kala itu ia masih menjadi mahasiswa IPDM PCU.
Berada di bawah bimbingan Ayena Studio yang berlokasi di Bandung, Max mendapat tugas dalam proses Blocking, Animating serta beberapa kali berkesempatan masuk ke proses Clean-up.
Max menjelaskan, pada dasarnya proses animasi film Jumbo ini harus melalui empat tahapan, yaitu Layouting, Blocking, Animating, dan terakhir Clean-up. Pada tahap awal, yakni Layouting, animator harus mengatur penempatan set environment serta karakter sesuai storyboard. Sedangkan di tahap Blocking, animator mulai fokus ke karakternya. Dalam proses ini, animator menentukan dan mengatur posisi karakter sesuai timing yang pas, untuk menyampaikan cerita dengan jelas.
ADVERTISEMENT
“Sederhananya mencari gerakan karakter (body mechanic) yang realistis dan meyakinkan hingga terasa sangat nyata. Dalam tahapan ini gerakannya masih patah-patah,” tambah Max.
Setelah lolos tahap Blocking, Max bertugas memoles kembali gerakan yang patah-patah tersebut menjadi lebih mulus dan smooth. Sebuah proses yang cukup penting dengan tak lupa mengingat prinsip animasinya.
Lanjut ke tahap Clean-Up, dengan ketelitian tinggi, Max harus menyempurnakan animasi yang dibuatnya itu dengan melakukan penambahan animasi pada rambut, aksesoris, dan hal-hal detail lainnya. Selanjutnya, hasil animasi akan berlanjut ke proses LRC (Lighting, Rendering, dan Compositing), hingga akhirnya bisa digunakan dalam animasi final. Selama 4 bulan mengerjakan bagiannya, lika-liku dan tantangan tak bisa dihindari oleh Max.
“Mengikuti standar animasi serta memiliki kecepatan untuk memenuhi target mingguan inilah yang menjadi tantangan. Sebab kemampuan animasi 3D saya masih belum terlalu banyak saat itu, jadi butuh kerja lebih extra,” kata pemuda yang telah resmi lulus dari IPDM PCU pada bulan September 2024 lalu.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Robby UL Pratama, S.E., Chief Executive Officer dari Ayena Studio Bandung membenarkan bahwa Max menjadi salah satu tim Animator yang mengerjakan proyek film berdurasi 102 menit itu.
“Max merupakan salah satu tim kami saat mengerjakan project film Jumbo. Dia sangat cepat belajar dan mampu beradaptasi. Kemampuan itu membuat Max bisa menyesuaikan kualitas karya animasinya dengan yang diinginkan klien, terutama di film Jumbo ini yang memiliki kualitas cukup tinggi,” ungkap Robby.
Keberhasilan film Jumbo menjadi bukti kualitas animasi Indonesia yang kompetitif di pasar global, sekaligus memberi harapan bagi animator muda di tengah anggapan kondisi industri animasi yang mengkhawatirkan akibat kecerdasan buatan.
Ada pun Fandy Soegiarto yang menjadi Project Manager, khususnya dalam bagian visual development bersama tim lainnya di Caravan Studio yang berlokasi di Jakarta Barat.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Max, laki-laki yang bekerja di Caravan Studio sejak tahun 2020 hingga sekarang itu mengaku sangat bahagia.
“Puji syukur, rasanya bangga. Saat hasil kerja keras selama ini akhirnya benar-benar bisa direalisasikan di bioskop untuk dinikmati semua penonton. Terlebih lagi, karya ini mendapat respons yang antusias dari masyarakat, khususnya penggiat seni dan desain dalam industri ilustrasi, animasi, dan film,” kata alumni DKV PCU angkatan 2006 itu.
Ia bercerita, pada akhir tahun 2020 Caravan Studio menerima project dari Visinema, rumah produksi film Jumbo. Tim Fandy di Caravan Studio dipercaya menggarap semua desain visual sebagai guide yang akan membentuk dunia di film Jumbo, mulai dari character design, keyarts, logo design, set, dan props design. Proses yang panjang, akhirnya project ini dapat selesai pada awal tahun 2023.
ADVERTISEMENT
“Saya bertanggung jawab sebagai koordinator project yang sekaligus membantu dalam mendesain bersama tim, dan memastikan untuk menyelesaikan seluruh artwork yang diperlukan dengan baik,” tambah laki-laki yang lulus dari DKV PCU pada tahun 2010 silam.
Fandy yang kini tinggal di Jakarta itu menitipkan pesan bagi anak muda yang ingin berkecimpung dalam dunia animasi.
“Teruslah berkarya dan cintailah apa yang dilakukan. Jangan patah semangat untuk menciptakan dunia yang menginspirasi dengan karya tangan kita,” pesannya.