Konten Media Partner

Cerita Mahasiswa di Surabaya Ciptakan Alat Deteksi Minyak Goreng Tak Sehat

16 Februari 2025 8:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Adhitiya Dwijaya Ariyanto, saat mempresentasikan inovasinya.
zoom-in-whitePerbesar
Adhitiya Dwijaya Ariyanto, saat mempresentasikan inovasinya.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa Program Studi Teknik Elektro Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Adhitiya Dwijaya Ariyanto, berhasil menciptakan alat inovatif bernama ‘Deteksi Kualitas Minyak Goreng Sawit Berdasarkan Warna, Kejernihan, dan Bau Berbasis Fuzzy’. Karya ini menjadi salah satu tugas akhir yang menarik perhatian dalam daftar calon wisudawan di kampusnya.
ADVERTISEMENT
Adhitiya mengungkapkan, ide penelitian ini muncul saat menjalani magang di sebuah perusahaan minyak goreng ketika masih menempuh pendidikan Diploma 3 di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS).
“Saya melihat proses pengolahan minyak goreng yang tanpa pewarna memiliki warna kuning cerah. Namun, di rumah, banyak ibu-ibu menggunakan minyak goreng berulang kali hingga warnanya berubah coklat pekat. Dari situ, saya mulai bertanya-tanya apakah perubahan warna ini mempengaruhi kualitas minyak,” jelasnya, Minggu (16/2).
Dengan bimbingan dosen Lutfi Agung Swarga, S.T., M.T., dan Ir. HM Balok Hariadi, M.Sc., Adhitiya menggali lebih dalam standar kualitas minyak goreng berdasarkan parameter yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), seperti aroma, kejernihan, dan titik didih. Adhitiya memilih tiga parameter yang dapat diuji dengan alat sederhana, yaitu warna, kejernihan, dan bau.
ADVERTISEMENT
“Ketiga parameter ini dapat dideteksi menggunakan sensor. Data dari ketiga sensor kemudian dianalisis menggunakan metode fuzzy logic untuk menentukan apakah minyak goreng masih layak digunakan atau tidak,” ungkapnya.
Metode fuzzy logic dipilih karena mampu mengolah berbagai variabel input untuk pengambilan keputusan secara cerdas dan efektif. Alat ini dirancang menggunakan tiga sensor utama, yaitu sensor warna, sensor kejernihan, dan sensor gas untuk mendeteksi bau. Proses pengembangan alat memakan waktu enam bulan, meliputi pembuatan perangkat keras, pemrograman mikrokontroler, dan pengembangan antarmuka grafis (GUI) menggunakan MATLAB.
Pengujian dilakukan pada berbagai sampel minyak goreng, mulai dari minyak baru hingga minyak yang telah digunakan beberapa kali.
Adhitiya juga menggoreng berbagai bahan makanan, seperti telur, tahu, tempe, ayam, terong, dan ikan, untuk melihat pengaruhnya terhadap kualitas minyak.
ADVERTISEMENT
“Hasilnya menunjukkan bahwa minyak yang digunakan untuk menggoreng ayam atau ikan lebih cepat keruh dibandingkan bahan lainnya karena kandungan lemak dan residu dari makanan tersebut,” jelasnya.
Meski menghadapi tantangan dalam pengumpulan sampel dan penyempurnaan alat, Adhitiya berhasil menyelesaikan kuliahnya dalam waktu 2,5 tahun dengan IPK 3,49. Adhitiya juga harus membagi waktu antara kuliah, penelitian, dan pekerjaannya.
“Awalnya, dosen pembimbing menyarankan agar alat ini dibuat dalam bentuk portable sehingga bisa digunakan untuk mendukung pengawasan BPOM di lapangan, seperti memeriksa minyak goreng yang digunakan pedagang kaki lima. Namun, karena keterbatasan, alat ini sementara hanya bisa digunakan di skala rumah tangga,” kata Adhitiya.
Meski demikian, Adhitiya berharap alat ini dapat dikembangkan lebih lanjut agar lebih praktis dan bermanfaat untuk masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Adhitiya yang lahir di Surabaya pada 22 Maret 1995 berharap karyanya dapat meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya ibu rumah tangga, tentang pentingnya menggunakan minyak goreng yang sehat.
“Semoga alat ini bisa membantu masyarakat lebih peduli terhadap kesehatan, karena sebenarnya minyak goreng idealnya hanya digunakan sekali saja,” tutupnya.