Cerita Mas'udah 12 Tahun Merawat Anak dan Remaja di Rumah Sakit Jiwa

Konten Media Partner
3 Desember 2020 16:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mas'udah, 12 tahun merawat anak dan remaja di Rumah Sakit Jiwa. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Mas'udah, 12 tahun merawat anak dan remaja di Rumah Sakit Jiwa. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Tanggal 3 Desember 2020 diperingati sebagai Hari Disabilitas Internasional. Di tanggal ini menjadi momen untuk meningkatkan kepedulian terhadap anak berkebutuhan khusus atau disabilitas. Mereka memerlukan penanganan khusus yang berkaitan dengan kekhususannya. Ini seperti diungkapkan Mas'udah, perawat yang telah 12 tahun mengabdikan diri bagi anak-anak disabilitas.
ADVERTISEMENT
"Sama halnya dengan anak yang normal, anak berkebutuhan khusus juga harus diperhatikan. Pertumbuhan dan perkembangannya sangat penting karena menentukan masa depannya," tukas perawat senior di Poli Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja (Keswara) Rumah Sakit Jiwa Menur ini kepada Basra, Kamis (3/12).
Sejak tahun 2008 Mas'udah bertugas di poli Keswara yang dulu bernama Instalasi Jiwa Anak dan Remaja. Jadi dia memahami betul bagaimana karakter anak berkebutuhan khusus.
Bagi Mas'udah merawat ABK jauh lebih sulit ketimbang pasien dewasa yang mengalami gangguan jiwa. Mengingat tak cuma anak berkebutuhan khusus yang harus dipahami, namun juga keberadaan keluarganya.
"Orang tua anak berkebutuhan khusus sangat sensitif, jadi kita harus bisa menjaga perasaan mereka jangan sampai down. Semangat mereka dalam merawat buah hatinya sangat penting bagi kesembuhan sang anak. Jadi kita juga harus support orang tuanya," jelas perempuan berkacamata ini.
ADVERTISEMENT
Ekstra sabar, poin inilah yang diutamakan Mas'udah kala merawat anak berkebutuhan khusus sebab tak jarang mereka bertingkah di luar kebiasaan anak-anak pada umumnya, seperti bernyanyi dengan suara lantang, berteriak sesukanya, hingga menolak saat harus menjalani terapi.
"Kebanyakan mereka (ABK) memang menolak saat akan terapi, apalagi ketika harus berinteraksi dengan orang asing. Kalau sudah begitu kita harus pakai trik khusus agara mereka tidak makin berontak," ujarnya.
Membacakan dongeng, memberikan mainan, hingga bersikap manis merupakan sederet cara yang dilakukan Mas'udah dalam membujuk ataupun menangani ABK.
"Intinya kita jangan memaksa mereka, kita turuti dulu apa kemauan mereka. Pelan-pelan kita membangun interaksi dengannya," imbuhnya.
ABK atau anak disabilitas adalah anak yang memerlukan perhatian, kasih sayang yang lebih spesifik. Spesifikasi tersebut ada karena mereka memiliki berbagai hambatan dalam pertumbuhannya dan memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Mas'udah juga menyayangkan masih adanya pandangan di masyarakat bahwa anak dengan disabilitas tidak akan merasakan manfaat pendidikan sebesar anak tanpa disabilitas.
"Padahal pendidikan ataupun terapi khusus sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka. Ini dapat membantu mereka lebih mandiri nantinya," tukasnya.
Sementara itu, berdasarkan Data Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2018 mengindikasikan bahwa di Indonesia hampir 3 dari 10 anak dengan disabilitas tidak pernah mengenyam pendidikan.