news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cerita Qomarul Lailiah, Tetap Mengajar Daring Meski Jadi Wasit Olimpiade Tokyo

Konten Media Partner
8 Agustus 2021 13:46 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Qomarul Lailiah, salah satu wasit badminton di Olimpiade Tokyo 2020.
zoom-in-whitePerbesar
Qomarul Lailiah, salah satu wasit badminton di Olimpiade Tokyo 2020.
ADVERTISEMENT
Prestasi Qomarul Lailiah sebagai wasit badminton di Olimpiade Tokyo 2020 memang membanggakan. Terlebih lagi, selama olimpiade berlangsung Lia (sapaan Qomarul Lailiah) tetap menjalankan kewajibannya untuk mengajar sebagai guru Bahasa Inggris di SDN Sawunggaling I/382, Kota Surabaya, Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
Pada Basra Lia bercerita, selama di Tokyo setiap hari dirinya tetap video call murid-murid dan memberi tugas di aplikasi TEAMS.
"Saya sampai di Tokyo tanggal 21 Juli 2021 pagi hari. Saat masih di Bandara Narita saya sempat video call anak-anak kelas 2 dan 4 untuk say hello dan memberi motivasi ke mereka. Karena saat itu memang ada jadwal pelajaran mereka. Sampai di hotel, saya kirim latihan soal di aplikasi TEAMS. Lalu selama dua hari karena belum mulai tugas saya video call anak-anak tiap pagi. Karena ada perbedaan waktu 2 jam antara Tokyo dan Surabaya, saya mengajar jam 9 pagi waktu Tokyo, artinya di Surabaya jam 7 pagi," kata Lia, Minggu (8/8).
ADVERTISEMENT
Meski sedang menjalankan tugas sebagai wasit di olimpiade, Lia mengaku tidak kesulitan untuk membagi waktunya. Ini karena setiap pertandingan sudah ada jadwal tetap dan dirinya bukanlah wali kelas.
"Saya kan guru bidang studi, jadi kalau jadwal video call pelajaran, ya saya adakan sepulang dari tugas wasit. Tugas wasit ada dua shift setiap hari, bisa pagi atau sore," kata Lia yang juga pernah menjadi wasit di ajang Youth Olympic Games 2018 di Argentina.
Perempuan yang telah memegang sertifikasi Badminton World Federation (BWF) Certified Umpire ini mengaku bersyukur karena dukungan dan kepedulian dari keluarga maupun pihak sekolah begitu besar.
"Keluarga tentu sangat support. Terutama pasangan hidup saya Pak Ali Hidayat. Beliau luar biasa dukung. Beliau sudah tahu tentang karir wasit saya sejak kami belum nikah. Tanpa dukungan beliau mana mungkin saya bisa sampai di sini. Begitu juga Kepala Sekolah saya Ibu Sri Kis Untari, S.Pd, M.M. Kepala sekolah saya sangat senang dan bangga mempunyai salah seorang guru yang berprestasi bukan hanya nasional tapi sampai internasional. Beliau sosok kepala sekolah yang luar biasa, saya mencontoh beliau karena beliau wanita tangguh," kata Lia yang sedang menjalani Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam jabatan Universitas Islam Malang ini.
ADVERTISEMENT
Dalam live Instagram Sapa GTK yang diadakan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek RI, Dr. Iwan Syahril, Ph.D, pada Sabtu 7 Agustus 2021 malam, Lia (sapaan Qomarul Lailiah) bercerita tentang awal mula dirinya menjadi wasit badminton.
Berawal dari coba-coba karena tidak punya pengalaman dan pengetahuan seputar permainan badminton profesional, Lia menerima ajakan teman untuk mengikuti pelatihan wasit dan menjalani ujian wasit badminton tingkat provinsi.
Meski pernah mengalami 'babak-belur' karena banyak diprotes pemain dan dipertanyakan kredibilitasnya, tapi Lia tidak cepat menyerah. Lia berkeyakinan bahwa profesi wasit adalah ilmu yang bisa dipelajari.
Pada tahun 2005 Lia dinyatakan lulus ujian Wasit Nasional A dan menempatkannya di posisi 3 terbaik. Setelah itu, secara bertahap di tahun-tahun berikutnya Lia dinyatakan lulus ujian wasit di Asia hingga pada 2017 Lia lulus ujian wasit Badminton World Federation Certified Umpire. Dengan sertifikasi dari BWF ini, Lia sudah memegang sertifikasi wasit di level tertinggi untuk badminton internasional.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana Lia bisa menjadi wasit untuk Olimpiade?
"Jadi sebenarnya juga kaget. Karena dengan sertifikasi wasit BWF yang saya pegang di 2017, seharusnya ada waktu tunggu untuk bisa jadi wasit di olimpiade. Tapi karena ada kuota wasit perempuan sebanyak 30 persen sebagai bentuk gender equity (kesetaraan gender), maka saya terpilih untuk jadi wasit olimpiade," kata Lia.