Konten Media Partner

Dibanding India, Diagnosis Hipertensi di Indonesia Masih Rendah

24 Mei 2024 10:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Cabang Jawa Timur dr. Ade Armada. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Cabang Jawa Timur dr. Ade Armada. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di Indonesia, diagnosis tekanan darah tinggi (hipertensi) masih rendah. Laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, tingkat diagnosis hipertensi di Indonesia hanya sekitar 36 persen. Lebih rendah dibandingkan Vietnam sebesar 47 persen dan India 37 sekitar persen.
ADVERTISEMENT
Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Cabang Jawa Timur dr. Ade Armada menuturkan, rendahnya diagnosis hipertensi di Indonesia karena rendahnya kesempatan pemeriksaan kesehatan terutama jika tidak ditanggung asuransi atau perusahaan. Selain itu rendahnya kepemilikan alat ukur tensi di kalangan masyarakat juga menjadi penyebabnya.
"Padahal hipertensi atau tekanan darah tinggi dapat memicu penyakit serius lainnya, seperti kardiovaskular hingga stroke. Sedangkan kardiovaskular sendiri sebagai silent killer nomor satu di dunia," jelas Ade, dalam kegiatan simposium bertajuk "Heart Health: Keeping Your Cardiovascular Well-being in Check" yang digelar Surabaya, belum lama ini.
Ade menuturkan, berdasarkan data yang ada sebanyak 15,5 juta kasus penyakit jantung terjadi di Indonesia pada 2022. Jumlah itu meningkat dari 12,93 juta kasus pada 2021, mengakibatkan 245.343 kematian akibat penyakit jantung koroner dan 50.620 kematian akibat penyakit jantung hipertensi tiap tahun.
ADVERTISEMENT
"Tekanan darah tinggi juga merupakan faktor risiko utama untuk stroke. Berada di urutan teratas sebagai penyebab disabilitas di dunia, stroke juga tercatat sebagai penyebab kematian utama di Indonesia, dengan peningkatan dari 1,99 juta kasus," ungkapnya.
Ade melanjutkan, beberapa faktor risiko penyebab penyakit tersebut yakni kebiasaan merokok, diabetes, kelebihan berat badan atau obesitas, jarangnya melakukan aktivitas fisik, konsumsi garam berlebihan, serta konsumsi alkohol.
“Melakukan pola modifikasi gaya hidup dengan rutin dapat mengurangi hingga 15 persen kejadian komplikasi pada hipertensi,” tukasnya.