Konten Media Partner

Djoni Liem, Denjaka Indonesia yang Punya Semburan Jarum Berbisa

7 November 2019 7:08 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sersan Mayor Marinir (Purn) Djoni Matius atau Djoni Liem. Foto-foto : Windy Goestiana/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Sersan Mayor Marinir (Purn) Djoni Matius atau Djoni Liem. Foto-foto : Windy Goestiana/Basra
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Rasa cinta Djoni Liem pada Indonesia tak perlu ditanya. Djoni adalah orang Tionghoa pertama yang masuk KKO (Korps Komando sekarang Marinir) Angkatan Laut di tahun 1957. Djoni Liem adalah pasukan khusus terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Saat negara lain berperang dengan pasukan penembak jitu, Djoni punya senjata jarum beracun yang dia semburkan dari mulutnya. Jarak semburan jarum itu bisa meluncur sejauh 50 meter.
Saat Basra meminta Djoni menunjukkan semburan mulut berbisa yang jadi andalannya, Djoni pun membuktikannya.
Kemampuan Djoni menyemburkan jarum, paku, dan kail pancing ini diklaim satu-satunya di dunia. Bahkan sebelum jarum beracun itu disemburkan, Djoni mematahkannya jadi dua bagian. Tujuannya, apabila sisi jarum yang tajam masuk ke tubuh musuh, maka patahan kecil akan sulit dicari dan racun cepat menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah.
ADVERTISEMENT
"Saya dulu masih kecil nakal sekali. Saya suka sembur kacang hijau dulu dari jarak dekat saja. Lama-lama bisa sampai puluhan meter. Sekarang kalau saya latih orang sembur begini, mereka sampai nangis-nangis enggak kuat. Bahkan sampai ada yang keluar darah dari matanya," kata Djoni saat ditemui Basra di rumahnya di Jalan Kembang Kuning No. 18 Surabaya (6/11).
Sosok Djoni memang spesial. Pria yang punya pangkat dan nama lengkap Sersan Mayor Marinir (Purn.) Djoni Matius ini merupakan anggota Satuan Intai Amfibi Korps Marinir.
Saat Indonesia aktif dalam penumpasan pemberontakan Operasi Dwikora, PRRI/Permesta, DI/TII, G30S, RMS hingga Operasi Tempur di Aceh dan Operasi Seroja di Timor Timur, Djoni sigap di garis depan.
"Saya enggak akan pernah lupa saat ikut Operasi Dwikora (Dwi Komando Rakyat) tahun 1964. Saat itu atasan saya tanya, siapa yang mau gabung jadi 'Sukarelawan Indonesia'. Waktu itu teman-teman saya tidak ada yang angkat tangan, hanya saya yang berani. Karena risikonya besar. Kalau hilang tidak dicari, kalau tertangkap harus ganti nama, dan tak boleh sebut dari satuan manapun. Hidup mati urusan sendiri-sendiri," kata Djoni.
ADVERTISEMENT
Operasi Dwikora adalah bentuk perlawanan Indonesia atas keinginan Federasi Malaya menggabungkan Brunei, Sabah, dan Serawak untuk jadi Federasi Malaysia.
Jarum beracun yang dimiliki Djoni Liem.
Menurut Presiden RI Soekarno, keinginan membentuk Federasi Malaysia itu melanggar Persetujuan Manila. Apabila keputusan Sabah, Serawak, dan Brunei untuk bergabung dengan Federasi Malaysia adalah hasil referendum yang dimediasi oleh PBB, Indonesia pasti menerima.
Tapi ternyata sebelum hasil referendum dipublikasikan, Inggris mencoba mendahului penggabungan koloninya di Kalimantan (Sarawak dan Borneo Utara), Brunei, Singapura, dan Semenanjung Malaya untuk membentuk Federasi Malaysia. Indonesia dan Filipina menentang keras ide tersebut.
Puncaknya pada tanggal 17 September 1963, ada aksi demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia. Para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Sukarno, serta membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul Rahman (Perdana Menteri Malaysia saat itu) dan memaksanya untuk menginjak Garuda.
ADVERTISEMENT
Melihat penghinaan tersebut, Soekarno pun menginstruksikan gerakan Ganyang Malaysia yang bersejarah.
"Saya ingat betul saat itu 17 Agustus 1964 Presiden Soekarno memerintahkan 'Ganyang Malaysia'. Posisi saya saat itu sudah masuk wilayah Johor. Saya dua tahun ditempatkan di Singapura untuk siap-siap. Begitu Pak Karno perintah ganyang Malaysia, kami perang saat itu juga. Habis-habisan," kata Djoni dengan suara bergetar.
Djoni bahkan menyebut di tubuhnya ada lima puluh bekas luka tembak. Bahkan masih ada satu proyektil peluru yang bersarang di pinggulnya sampai saat ini. "Kata dokter kalau diambil akan mempengaruhi saraf, jadi ya dibiarkan saja," kata Djoni yang lahir pada 3 April 1934 ini.
Tak hanya luka tembak yang bertubi-tubi, mental, keberanian, dan kesetiaan Djoni Liem pada Indonesia diuji saat dia tertangkap dan menjadi tawanan perang tentara Inggris selama 2,5 tahun di Sulawesi.
ADVERTISEMENT
"Saya disidang 42 kali. Tangan dan kaki diborgol. Saya ditanya apapun enggak ngaku. Akhirnya mereka tahu kalau saya dari Indonesia. Keputusannya pasal 57 section 1, vonis hukum gantung," kata Djoni yang pernah menjadi Denjaka AL.
Tapi ternyata nasib berkata lain. Djoni lolos dari hukuman gantung karena pada 28 Mei 1966 ada konferensi di Bangkok, Thailand, yang mengumumkan perjanjian damai antara Indonesia dan Malaysia. Djoni pun dipulangkan dari Sulawesi ke Surabaya dan kembali berkumpul dengan keluarga.
Hingga saat ini, meski sudah masuk masa purna tugas tapi kegiatan Djoni tak pernah surut. Djoni masih kerap diundang untuk memotivasi anggota Marinir Angkatan Laut di seluruh Indonesia.
Djoni mengaku, kecintaannya dengan Indonesia dan keberaniannya berperang terinspirasi dari aksi John Wayne di film Back to Bataan pada tahun 1945. Selain itu, Djoni juga pernah mendapat masukan berharga dari guru yang paling dia hormati. "Dulu guru saya pernah bilang begini, 'kamu harus mengarahkan kenakalanmu jadi hal yang baik. kamu bisa masuk tentara, energi kamu ini bisa buat bela Indonesia'," kata Joni menutup cerita.
ADVERTISEMENT