Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten Media Partner
Dua Tahun Khofifah-Emil, Indeks Perlindungan Anak di Jatim Meningkat
16 Februari 2021 15:10 WIB
ADVERTISEMENT
Bulan Februari 2021 ini tepat dua tahun kepemimpinan Khofifah Indar Parawansa sebagai Gubernur Jawa Timur, dan Emil Elestianto Dardak sebagai Wakil Gubernur Jawa Timur. Dari Indeks Perlindungan Anak (IPA) dan Indeks Pemenuhan Hak Anak (IPHA) di Jawa Timur mengalami peningkatan signifikan dari tahun 2018 ke 2019, di atas rata-rata nasional dan menduduki peringkat lima besar se Indonesia untuk IPHA.
ADVERTISEMENT
Dari rilis data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI beberapa minggu lalu, seperti dikutip
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan Provinsi (DP3AK) Jawa Timur, tercatat IPA Jatim sebesar 71,8 pada tahun 2019, meningkat 3,87 (5,7 persen) dari tahun 2018, dan di atas nilai nasional 66,29 dengan pertumbuhannya 3,54 (5,6 persen).
Sedangkan IPHA Jatim pada tahun 2019 sebesar 69,68 di atas nasional sebesar 63,67, dengan pertumbuhan 4,25 (6,5 persen) dari tahun 2018. IPHA Jatim ini menduduki peringkat 5 tertinggi nasional di bawah Provinsi Yogyakarta, Bali, DKI Jakarta, dan Kep. Riau.
"IPA ini menggambarkan upaya perlindungan anak yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam hal pemenuhan hak sipil dan kebebasan; lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kesehatan dasar dan kesejahteraan; pendidikan dan pemanfaatan waktu luang; serta perlindungan khusus anak," jelas Andriyanto, Kepala DP3AK Jatim, kepada Basra, Selasa (16/2).
ADVERTISEMENT
Namun, lanjut Andriyanto, upaya perlindungan anak di Jawa Timur masih membutuhkan perhatian serius dan kerja keras dari seluruh pihak, baik pemerintah maupun masyarakat guna mencapai hasil yang optimal.
"Kondisi anak-anak di Jawa Timur masih membutuhkan perhatian ekstra. Hal ini terlihat dari masih banyaknya kekerasan terhadap anak, banyaknya anak yang dipekerjakan, dilacurkan, Angka Partisipasi Sekolah (APS) yang rendah, Angka Kematian Bayi (AKB) juga masih tinggi, gizi kurang dan adanya kasus stunting, gizi anak kurang yodium, dan anak tidak memiliki akte kelahiran dan Kartu Identitas anak (KIA)," papar Andriyanto.
Situasi tersebut merupakan hasil akumulasi dari nilai sosial kultural dari suatu masyarakat. Padahal pembangunan berkelanjutan dimulai dari anak-anak.
Lebih lanjut Andriyanto menuturkan, sudah barang tentu IPA dan IPHA Jawa Timur di masa tiga tahun mendatang haruslah lebih meningkat dan membutuhkan percepatan. Pekerjaan rumah yang cukup berat ini akan terwujud melalui semangat kerja keras yang tinggi.
ADVERTISEMENT
"Upaya percepatan capaian ini membutuhkan koordinasi dan sinergitas yang baik antara pemerintah provinsi, perangkat daerah, dan peran serta masyarakat. Hal ini Inshaa Allah akan menjadi mudah dengan digalakkannya jargon Jawa Timur Bangkit beserta Rembug Nyekrup antara perangkat daerah," tegasnya.
Sejatinya perlindungan anak merupakan bagian dari investasi pembangunan sumber daya manusia. Pemenuhan hak dan perlindungan anak secara optimal akan menghasilkan individu berkualitas yang membawa kebangkitan dan kemajuan Jawa Timur di masa yang akan datang. Sebaliknya jika permasalahan anak tidak tertangani dengan baik maka generasi selanjutnya akan menjadi beban bagi Pemerintah.
"Untuk itu, dibutuhkan suatu sistem perlindungan anak yang efektif melindungi anak dari segala bentuk kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran," simpulnya.
ADVERTISEMENT