Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten Media Partner
Dulu Ikon Surabaya, Kini Patung Karapan Sapi di Jalan Basra Mulai Rusak
11 November 2020 13:11 WIB
ADVERTISEMENT
Saat melewati putar balik Jalan Basuki Rahmad Surabaya, kita akan melihat sebuah patung karapan sapi lengkap dengan penunggangnya yang berdiri kokoh sejak diresmikan Presiden Soeharto pada tahun 1990.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, patung karapan sapi berusia 30 tahun ini mulai rusak di beberapa bagiannya. Mulai dari hilangnya tongkat pengendara sapi dan yang paling mencolok adalah terdapat lubang yang cukup besar pada bagian tubuh sapi.
Seperti dikutip dari Youtube Channel Suroboyo Live, I Nyoman Nuarta sang pembuat patung mengaku sedih dan kecewa atas hilangnya beberapa bagian pada patung tersebut. Serta adanya pengecatan pada patung.
Bahkan ia menduga, jika bagian patung yang hilang dicuri oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
"Kalau ada kerusakan seperti itu pasti dicuri lah karena itu kan bahannya dari tembaga. Saya lewat ke sana warnanya jadi kemerah-merahan, mungkin itu dicat atau diapakan. Patung karena bahan dari tembaga biarkan dia diwarnai oleh alam tanpa perlu terlalu banyak perbaikan. Kalau berdebu tinggal disemprot, debu hilang patung kembali. Itulah kenapa saya memilih bahan itu. Tapi nggak tau itu kebijakan dari mana dan patunya jadi seperti itu," kata I Nyoman.
ADVERTISEMENT
Nyoman pun mengungkapkan, dirinya bersedia memperbaiki patung tersebut jika diminta dan akan membawa patung buatannya ke Bandung untuk direstorasi.
"Patung ini tampak tidak terawat, kalau terawat pasti manggil kami karena kami tau caranya. Kalau patung ini direnovasi direstorasi kalau bisa saya bawa ke Bandung untuk diperbaiki. Berlubang seperti itu jelas-jelas digunting, dicuri," ungkapnya.
Hal senada juga diutarakan oleh Dhahana Adi Pungkas seorang penulis Surabaya Punya Cerita yang menyangkan atas rusaknya beberapa bagian patung tersebut dan tidak menunjukkan keaslian warna patung.
"Sebagai salah satu mahakarya seni, ya saya sedih nggak nyangka kalau patung yang punya filosofi ini rusak. Apalagi patung ini juga di cat, padahal dulu warna asli patung ini ya tembaga," kata pria yang akrab disapa Ipung ini pada Basra, Rabu (11/11).
ADVERTISEMENT
Ipung menuturkan, jika patung karapan sapi ini merupakan salah satu simbol di Kota Pahlawan selain patung Surabaya yang ada di depan Kebun Binatang Surabaya.
"Kalau di pikir secara pembangunan, pintu masuk ada patung Surabaya. Di tengah kota ada patung karapan sapi yang menunjukkan bahwa pembangunan harus berkelanjutan, dan diujung ada patung Jalesveva Jayamahe yang menunjukkan jati diri bangsa ini sebagai negara maritim," ucapnya.
Ipung mengungkapkan, untuk merawat aset yang ada di Surabaya tidak bisa dilakukan oleh pemerintah kota saja. Melainkan seluruh masyarakat harus turut andil.
"Untuk merawat ini itu nggak bisa pemkot sendiri yang bergerak, kita semua harus bergerak. Harapan pemkot yang akan datang harus diingat, kalau pemkot adalah pemangku kota jangan apa karepku (terserah diri sendiri). Namanya pemangku kota tidak bisa memikirkan seorang diri. Paling nggak ajak berkolaborasi lah tau melibatkan masyarakat. Karena pembangunan kota itu bagaimana enaknya, bukan opo karepku," tutur Ipung.
ADVERTISEMENT
Filosofi Patung Karapan Sapi 'Tinggal Landas'
Ipung menjelaskan, dibangunnya patung karapan sapi karya dari seorang pematung terkenal Indonesia bernama I Nyoman Nuarta ini mempunyai makna mendalam untuk negera, khususnya Surabaya.
Patung Karapan Sapi 'Tinggal Landas' ini merupakan sebuah mahakarya yang bisa memberikan spirit untuk bisa bergerak maju.
Karena menurutnya, sang pembuat I Nyoman Nuarta ingin membuat sebuah patung bergerak. Dalam hal ini setiap pembangunan diharapkan bisa punya spirit.
"Sebenarnya Indonesia sejak tahun 90-an sudah punya keinginan bukan hanya menjadi negera berkembang, tapi juga negara maju dengan berbagi indikator. Di era itu, Indonesia selalu dikaitkan dengan negara tinggal landas. Nah tema besar negara tinggal landas ini diharapkan punya spirit itu," jelas Ipung.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, pada era tersebut Ipung menuturkan jika kota Surabaya sudah difokuskan untuk menjadi kota maju dan siap bergerak, dengan harapan Surabaya siap mendukung kebijakan pemerintah dan bisa go internasional.
"Diakui atau tidak Jatim khususnya Surabaya itu pasaknya pembangunan dari Indonesia. Otomatis untuk mewakili konteks tinggal landas di Surabaya ya karapan sapi. Dimana karapan sapi ini kan berpacu untuk meraih apa yang dituju. Kalau ditampilkan yang lain seperti remo kan kurang pas. Karen remo cenderung untuk menyambut tamu atau selamat datang," tutur Ipung.
Dipilihnya karapan sapi untuk mewakili konteks tinggal landas pun bukan tanpa sebab. Dimana tradisi karapan sapi bagi masyarakat Madura merupakan bentuk simbol prestise yang dapat mengangkat harkat dan martabat masyarakat Madura. Karena sapi yang digunakan untuk pertandingan merupakan sapi berkualitas sangat baik dan dengan perlakuan yang istimewa.
ADVERTISEMENT
Sementara hewan sapi merupakan binatang yang kuat. Apalagi hampir semua sudut badannya berguna untuk manusia.
"Mungkin Pak Nyoman melihat sapi sebagai simbol kekuatan dan perjuangan. Nah filosofinya kalau kita mau jadi manusia ya jadi manusia yang berguna untuk semua orang. Lalu patung ini dapat mengingatkan kita bahwa negera kita harus maju, bagaimana kita harus jadi pemenang dan tidak merekahkan orang lain. Jadi ini untuk merefleksikan perjuangan," ucap pria 36 tahun ini.
Untuk itu, Ipung mengajak masyarakat untuk menjaga dan mengenalkan tempat-tempat atau monumen bersejarah yang ada di Kota Pahlawan ini.
"Tugas kita sebagai genrasi sekarang untuk mengenalkan juga kepada masyarakat bahwa patung ini bukan sekadar patung. Karena saya merasakana ada spirit di dalamnya. Karena yang buat juga bukan sekadar membuat memenuhi pesanan. Pak Nyoman bilang minimal anak cucu kita tau bentuk sapi seperti apa," pungkasnya.
ADVERTISEMENT